Seponering Terbit, Putusan Praperadilan Tak Bisa Dieksekusi
Berita

Seponering Terbit, Putusan Praperadilan Tak Bisa Dieksekusi

Kejaksaan Agung semakin mantap mengambil langkah seponering setelah memperoleh fatwa dari MA dan MK.

Ali
Bacaan 2 Menit
Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah bisa <br> tersenyum lepas karena seponering terbit. Foto: Sgp
Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah bisa <br> tersenyum lepas karena seponering terbit. Foto: Sgp

Dua Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah sepertinya sudah bisa tersenyum lepas. Pasalnya, upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengesampingkan perkara mereka atau seponering sudah hampir final. Dua lembaga yudikatif, Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menjawab permintaan fatwa yang diajukan oleh Kejagung.

 

Hal ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono usai menghadiri pelantikan dua hakim agung yang baru di Gedung MA, Selasa (23/11). “Intinya dua lembaga itu memberi keleluasaan kepada Kejagung. Keduanya, tak melarang tapi juga tak menyetujui secara konkret,” jelas Darmono.

 

Darmono mengatakan dengan tidak adanya keberatan dari dua lembaga yudikatif ini, Kejagung merasa semakin mantap untuk menerbitkan seponering dalam kasus Bibit-Chandra ini. “Mereka menghargai kewenangan Kejagung yang diberikan undang-undang dan memberikan keleluasaan. Intinya, mereka menghargai,” ujarnya.

 

Lalu apa sebenarnya isi fatwa dua lembaga kehakiman itu? Darmono mengungkapkan bahwa MK tak memberikan fatwa. Ketua MK Mahfud MD pernah menyatakan bahwa jawaban MK ke Kejagung adalah no comment karena peraturan perundang-undangan tak memberikan MK kewenangan untuk mengeluarkan fatwa. Namun, sikap ‘diam’ MK ini, diartikan Darmono, bukan sebagai bentuk penolakan.

 

Sementara, Ketua MA Harifin A Tumpa mengamini apa yang disebutkan oleh Darmono. “Kami melihat itu adalah hak dari Kejaksaan Agung karena memang upaya hukum yang ditempuh sudah habis,” ujarnya.

 

Ia juga mengatakan bahwa putusan praperadilan kasus Bibit-Chandra yang diajukan oleh Anggodo Widjojo otomatis tak bisa dilaksanakan bila seponering benar-benar diterbitkan.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, Darmono memang pernah mengatakan sikap Kejagung untuk melakukan seponering sudah bulat. Meski Kejagung meminta fatwa kepada DPR, Pemerintah, dan Lembaga Yudikatif, Darmono memastikan apapun pertimbangan dan saran dari ketiga pihak itu tak akan mengubah keputusan kejaksaan. 

 

Sekedar mengingatkan, kasus ini bermula dari upaya kriminalisasi terhadap Bibit-Chandra. Keduanya diduga telah melakukan pemerasan terhadap tersangka KPK Anggoro Widjojo melalui adiknya Anggodo. Karena alasan sosiologis, Kejagung sempat menghentikan perkara itu dengan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP).

 

Namun, Anggodo mengajukan praperadilan terhadap SKPP itu dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Anggodo. Putusan MA di tingkat peninjauan kembali akhirnya juga memperkuat putusan itu dan memerintahkan Kejagung untuk melanjutkan perkara tersebut.

 

Putusan inilah yang dimaksud Harifin dalam fatwa-nya tak bisa dilaksanakan. “Bila deponering diterbitkan, maka putusan ini bersifat non-eksekutorial (tak bisa dieksekusi,-red),” jelasnya. Artinya, kasus Bibit-Chandra benar-benar tak bisa diteruskan ke pengadilan.

 

Sebelumnya, Kubu Anggodo memang sempat meminta Pengadilan untuk menegur Kejagung untuk melaksakan putusan itu yang berarti melanjutkan perkara Bibit-Chandra ke pengadilan.

 

“Kami mohonkan pengadilan untuk melakukan teguran atau aanmaning kepada Kejaksaan Agung selaku termohon yang berperkara dalam hal ini,” ujarnya beberapa waktu lalu.

 

Namun, Harifin menilai mengajukan permohonan aanmaning dalam perkara ini sebagai langkah salah kaprah. “Tak bisa. Tidak ada aanmaning dalam perkara pidana,” ujarnya. Sesuai aturan hukum acara, permohonan aanmaning memang hanya dikenal dalam kasus-kasus perdata, bukan pada  kasus pidana.

Tags:

Berita Terkait