Sesuai amanat pasal tersebut, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) No. Kep. 228/Men/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing, yang ditandatangani dan berlaku sejak 31 Oktober lalu.
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja untuk masa waktu tertentu. Kewajiban menyediakan RPTKA berlaku sangat luas. Selain perusahaan asing dan badan-badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, ketentuan ini juga berlaku bagi kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan dan berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia. Juga berlaku bagi lembaga-lembaga sosial, pendidikan, kebudayaan dan keagamaan, serta usaha jasa impresariat.
Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, harus diajukan permohonan ke Depnaker dengan dilengkapi alasan penggunaan warga negara asing bersangkutan. Pemohon harus mengisi formulir yang disediakan Depnaker, terutama menyangkut identitas tenaga asing yang direkrut. Itu pun harus dilengkapi salinan bukti wajib lapor ketenagakerjaan dan surat penunjukan TKI sebagai pendamping.
Sebelum mengesahkan atau mengabulkan permohonan, Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri atau Direktur Penyediaan dan Penempatan Tenaga Kerja Depnakertrans terlebih dahulu harus meneliti kelengkapan dokumen permohonan. Jika belum lengkap, harus dikembalikan kepada pemohon dalam waktu paling lambat tiga hari sejak permohonan diterima.
Sesuai ketentuan pasal 11 SK No. 228/Men/2003, RPTKA berlaku untuk jangka waktu lima tahun, tetapi dapat diperpanjang untuk masa lima tahun berikutnya, sesuai kondisi pasar kerja dalam negeri. Jangka waktu ini sama dengan jangka waktu yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan SK Menaker No. 173/2000, yang dikeluarkan pada era Menteri Bomer Pasaribu.
Masalah tenaga kerja asing memang sudah diatur dalam banyak ketentuan, termasuk masalah izin penggunaan dan RPTKA (lihat tabel). Menurut Nurhasanah Munaf, aktivis Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Perjuangan, yang menjadi masalah dalam hubungan ketenagakerjaan adalah diskriminasi perlakuan terhadap tenaga kerja asing. Pemerintah masih menganggap tenaga kerja asing lebih baik, lebih hebat dibanding tenaga kerja nasional. Akibatnya, terjadi diskriminasi yang sangat kontras, terutama dalam soal penggajian.
Tabel
Peraturan-Peraturan Berkaitan dengan Tenaga Kerja Asing
Bentuk dan No. Peraturan | Masalah yang diatur |
UU No. 3 Tahun 1958 | Penempatan Tenaga Asing |
Inpres No. 10 Tahun 1968 | Pengawasan Terhadap Kegiatan Warga Negara Asing |
SK Menaker No. 169/Men/2000 | Pencabutan SK Menakertranskop No. 105 Tahun 1977 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Ijin Kerja Bagi Tenaga Kerja Asing yang akan Bekerja dalam Rangka Penanaman Modal |
SK Menaker No. 1111/Men/1986 | Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang untuk Jabatan Direktur/Manager pada Perusahaan Dalam Rangka PMDN |
Permenaker No. Per-03/Men/1990 | Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang |
SK Menaker No. 416/Men/1990 | Petunjuk Pelaksanaan Permenaker No. Per-03/Men/1990 |
SK Menaker No. 170/Men/2000 | Pencabutan SK Menaker No. 204A/Men/1991 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Ijin Kerja Tenaga Kerja WNA Pendatang dan Penyimpangan Waktu Kerja…. |
SK Menaker No. 291/Men/1991 | Pemberian Kemudahan Menggunakan Tenaga Kerja WNA Pendatang Bagi Perusahaan yang Menanam Modal di Indonesia Bagian Timur yang Hasil Produksinya Sebagian Besar untuk Ekspor |
Surat Edaran Menaker No. 04/1992 | Rencana Penggunaan Tenaga Kerja WNA Pendatang |
SK Menaker No. 173/Men/2000 | Jangka Waktu Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja WNA Pendatang |
Pasal 14 SK No. 228/2003 menyebutkan bahwa semua ketentuan yang bertentangan dengan SK ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
Jasa impresariat
SK ini juga menyebut dan meliputi usaha jasa impresariat, yaitu usaha mendatangkan dan mengembalikan artis, musisi, olahragawan serta pelaku seni hiburan lainnya yang berkewarganegaraan asing.
Namun, tidak semua ketentuan dalam SK diberlakukan. Berdasarkan pasal 5 misalnya, usaha jasa impresariat tidak diwajibkan melampirkan surat penunjukan TKI pendamping jika mengajukan permohonan penggunaan warga Negara asing ke Depnaker. Senada dengan itu, pasal 10 juga menyebut bahwa surat keputusan pengesahan RPTKA tidak perlu menyebut jumlah tenaga kerja Indonesia yang ditunjuk sebagai pendamping.
Nurhasanah Munaf menilai bahwa selama ini pengawasan terhadap warga asing dalam usaha jasa impresariat masih lemah. Buktinya, seringkali petugas imigrasi menangkap pekerja seks, seni atau pedagang asing yang masuk secara illegal. Ini menunjukkan implementasi ketentuan perundang-undangan yang kurang memadai. "Jadi, menurut saya, yang penting bukan keluarnya SK baru ini, tetapi bagaimana melaksanakannya secara efektif," kata Nurhasanah kepada hukumonline.
Delapan bulan setelah UU No. 13 Tahun 2003 disahkan, pemerintah akhirnya mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang penggunaan tenaga kerja asing. Sesuai amanat pasal 43 ayat (4) Undang-Undang tersebut, pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan, yang pelaksanaannya akan diatur oleh Menteri.