UU BUMN Semakin Perlonggar Rambu-Rambu Privatisasi
Berita

UU BUMN Semakin Perlonggar Rambu-Rambu Privatisasi

Persetujuan DPR untuk mensahkan RUU BUMN dinilai akan semakin memperlonggar dan mempermudah privatisasi. Fungsi DPR nantinya hanya akan memberi cap stempel saja, karena kunci dari seluruh proses privatisasi ada di tangan Kementerian BUMN.

Leo
Bacaan 2 Menit
UU BUMN Semakin Perlonggar Rambu-Rambu Privatisasi
Hukumonline

Ekonom INDEF Dradjad Wibowo berpendapat, persetujuan DPR untuk mensahkan RUU BUMN akan semakin memperlonggar rambu-rambu privatisasi. Alasannya, undang-undang ini akan memberikan kewenangan yang sangat besar kepada Kementerian BUMN untuk melakukan privatisasi. Sementara, pengawasan terhadap pelaksanaan privatisasi itu sendiri tidak jelas.

Sebelumnya, pada 27 Mei, rapat paripurna DPR setuju untuk mensahkan RUU BUMN menjadi undang-undang. Salah satu bab khusus di undang-undang tersebut adalah mengenai privatisasi dan restrukturisasi. Bab ini akan jadi dasar hukum bagi serangkaian privatisasi yang akan dilakukan oleh pemerintah.

"Meski ada Komite Privatisasi dan setiap privatisasi harus dikonsultasikan dengan DPR,  aturannya di undang-undang nggak jelas. Saya khawatir Komite Privatisasi dan DPR nanti hanya jadi cap stempel saja. Karena yang tahu detail-detailnya privatisasi adalah Kementerian BUMN," kata Dradjad kepada hukumonline.

Ia mencontohkan, seandainya Indofarma dan Pelindo diprivatisasi, DPR akan mengalami kesulitan untuk menentukan harga jual yang pantas karena tidak memiliki data dan argumentasi yang cukup. Kemungkinan, DPR hanya meminta agar harga jualnya setinggi mungkin.

Tak ada blue print

Lebih jauh, Dradjad menyatakan kekecewaannya terhadap pembahasan RUU BUMN sampai menjadi undang-undang. Privatisasi di undang-undang ini tidak sesuai dengan konsep privatisasi yang ideal. Lagipula, sepanjang pengamatannya, dalam pembahasan RUU ini tidak banyak terjadi penggodokan oleh DPR. Karena, antara draf awal dan akhir tidak banyak berubah.

"Begitu mudahnya undang-undang ini disetujui. Ini akan memudahkan dan memperlonggar privatisasi," tukasnya. Ia berpendapat, privatisasi tetap perlu untuk efisiensi, tapi bukan untuk menambal fiskal. Privatisasi itu harus dilakukan berdasarkan blue print yang telah diperdebatkan di masyarakat.

Undang-Undang BUMN hanya menyatakan privatisasi dapat dilakukan terhadap sektor usaha yang kompetitif dan teknologinya cepat berubah. Sementara kriteria mengenai sektor yang kompetitif di Indonesia tidak ada, dan batasan mengenai perubahan teknologi yang cepat juga tidak dijelaskan.

Drajad menyampaikan kekhwatirannya, Indonesia akan bernasib sama dengan Argentina. "Saya khawatir Indonesia akan mengikuti langkah Argentina, yang akhirnya bangkrut setelah menjual seluruh BUMN-nya," cetus Dradjad.

 

Tags: