Selain itu, putusan ini juga mempengaruhi masyarakat luas, khususnya para nasabah AJMI (yang jumlahnya lebih dari 500.000 orang), para karyawan AJMI (yang jumlahnya sekitar 3.000 orang), lembaga-lembaga keuangan baik domestik maupun internasional, dan masih banyak lagi. Bahkan, hubungan baik antara negara Indonesia dengan Kanada pun sempat "terganggu" menyusul pernyataan tidak puas pemerintah Kanada atas putusan pailit terhadap AJMI.
Serunya lagi, lebih dari dua puluh pengacara yang tergabung dalam "Perkumpulan Pengacara Kepailitan" (pimpinan Hotman Paris Hutapea), baru-baru ini beramai-ramai mendatangi Mahkamah Agung untuk menyampaikan tuntutan agar Mahkamah Agung tetap independen dalam memeriksa perkara AJMI. Terlepas dari apa sebenarnya motivasi dari para pengacara tersebut, perkara kepailitan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) mengajak kita untuk merenungkan kembali masalah independensi atau kebebasan hakim di Indonesia.
Sejauh manakah kebebasan hakim di Indonesia? Bagaimanakah perlindungan terhadap masyarakat, khususnya para pencari keadilan yang dirugikan akibat kesalahan hakim dalam memutus suatu perkara, dengan mengingat bahwa hakim pun manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan? Siapakah yang harus bertanggung jawab atas kesalahan hakim dalam memutus suatu perkara? Dapatkah hakim yang melakukan kesalahan digugat ke pengadilan? Dapat pulakah negara digugat atas kesalahan yang dilakukan hakim?
Kebebasan dan kekebalan hakim
Kebebasan hakim sangatlah penting karena hakim harus benar-benar mengabdi kepada keadilan, dan tidak boleh berat sebelah. Terdapat hubungan yang krusial antara keadilan hakim (judicial impartiality) dan kebebasan hakim (judicial independence).
Dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, hakim harus benar-benar bebas dari pengaruh atau tekanan dari manapun (extra judicial), termasuk dan terutama dari pihak-pihak yang berperkara. Tanpa kebebasan hakim, janganlah bermimpi ada keadilan dan supremasi hukum (rule of law). Meski demikian, tidak berarti dengan adanya kebebasan hakim maka keadilan rule of law dan pasti terwujud.
Dalam Kongres PBB mengenai Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, yang diadakan di Milan pada 26 Agustus - 6 September 1985 telah ditetapkan Basic Principles on the Independence of the Judiciary. Dalam Basic Principles ini ditetapkan bahwa setiap negara harus menjamin adanya kebebasan hakim. Disebutkan pula bahwa: "It is the duty of all governmental and other institutions to respect and observe the independence of judiciary".
Untuk mewujudkan "kekuasaan kehakiman yang bebas, merdeka, dan mandiri", hakim harus dilindungi terhadap hal-hal yang dapat mengganggu tugasnya dalam menyelenggarakan peradilan dengan baik. Sehubungan dengan hal ini, hakim memerlukan kekebalan (immunity) dari tuntutan (ganti rugi) terhadap dirinya berkenaan dengan pelaksanaan tugasnya dalam menyelenggarakan peradilan. Jadi, kekebalan hakim adalah "tameng" (defense) yang diperlukan hakim untuk memberdayakan kebebasannya.