Pilihan Sulit, Self Regulation atau Government Regulation?
Berita

Pilihan Sulit, Self Regulation atau Government Regulation?

Atip Latifulhayat, anggota tim perancang RUU Teknologi Informasi dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran melihat rezim hukum yang diberlakukan bagi internet dipengaruhi oleh tiga aliran. Atip melihat government regulation lebih baik dari self regulation. Apa alasannya?

Muk/APr
Bacaan 2 Menit
Pilihan Sulit, <I>Self Regulation</I> atau <I>Government Regulation</I>?
Hukumonline

Aliran pertama, aliran pragmatis yang memandang perdebatan secara akademis hukum mana yang diberlakukan atas kegiatan melalui internet tidaklah diperlukan. Untuk itu, cukup diterapkan saja hukum yang ada sekarang dengan menggunakan penafsiran.

Persoalannya, ungkap Atip,  apakah semua analogi yang dilakukan memenuhi semua kebutuhan. Atip melihat, kebutuhan hukum tidak akan dipenuhi karena pandangan pragmatis ini mengabaikan terhadap kenyataan adanya nuasa-nuansa baru yang tidak sepenuhnya dapat di-cover oleh existing law. Misalnya saja, tentang electronic contract yang membawa persoalan kapan kontrak tersebut dapat dikatakan berlaku.

Aliran kedua, aliran idealis yang memandang bahwa karena internet merupakan hal yang baru maka rezim hukum yang berlaku harus sepenuhnya baru. Ternyata, pandangan ini juga memiliki kelemahan karena ada ketentuan-ketentuan hukum yang telah berlaku dapat dipakai, setidak-tidaknya prinsip-prinsip hukum.  Aliran ketiga, yang tampaknya disetujui oleh Atip, yakni gabungan dari dua pandangan tadi.

Lulusan Melbourne University ini menilai, Pemerintah Indonesia tidak begitu involved dalam regulasi internet di Indonesia dengan berbagai alasan. Bahkan, dalam perspektif DPR, wakil rakyat ini sama sekali tidak menjadikan regulasi internet sebagai prioritas. Atip mensinyalir bahwa kalangan legislatif ini tidak memiliki kepedulian atas hal ini.

Usulan sebagian pihak yang menginginkan bentuk self regulation dapat saja dilakukan. Namun menurut Atip, ada beberapa kelemahan. Di antaranya, self regulation ini lebih andal jika  dilakukan oleh bidang usaha yang sejenis, sehingga tidak akan bisa diikuti oleh bidang  usaha sektor lainnya. Selain itu, usaha yang bersifat multinasional dan beroperasi beyond national boundaries sulit juga untuk memberlakukan self regulation.

Harmonisasi hukum

Untuk itu, menurut Atip, yang tepat bagi pengaturan new economy ini adalah government regulation. Ia mengakui adanya juga kelemahan jika internet akan diregulasi oleh pemerintah, yakni jika berhadapan dengan sistem hukum negara lain. Untuk mengatasi kelemahan ini, jelas pengajar hukum internasional ini, perlu dilakukan harmonisasi hukum pada level regional dan internasional.

Atip mengusulkan bahwa praktisnya, Indonesia harus segera membuat UU Cyberlaw ini. Pasalnya, negara-negara di ASEAN sudah membuat beberapa perundang-undangan cyberlaw dengan beberapa strategi, ada yang secara subsektor atau parsial.

Halaman Selanjutnya:
Tags: