Nama Hari Sabarno Sama Sekali Tak Disebut dalam Dakwaan Oentarto
Kasus Damkar:

Nama Hari Sabarno Sama Sekali Tak Disebut dalam Dakwaan Oentarto

Pengacara Oentarto meyakini tindakan jaksa yang tak memasukkan nama Hari Sabarno dalam dakwaan adalah upaya untuk menjauhkan mantan Menteri Dalam Negeri itu dari kasus ini.

IHW
Bacaan 2 Menit
Nama Hari Sabarno Sama Sekali Tak Disebut dalam Dakwaan Oentarto
Hukumonline

 

Interaksi antara Hengky dengan Oentarto kembali berlanjut pada Desember 2003. Saat itu, Hengky meminta Oentarto membuatkan surat permohonan bebas bea masuk kepada Menteri Keuangan dan Dirjen Bea Cukai atas impor lima buah mobil pemadam kebakaran. Oentarto mengabulkan permintaan Hengky itu pada Januari 2004. Sebagai balas budi, Hengky kembali memberikan uang kepada Oentarto sebesar Rp50 juta dalam bentuk cek perjalanan.

 

Tindakan Oentarto yang menandatangani dan mengirimkan radiogram serta membuatkan surat permohonan bebas bea masuk, menurut jaksa, telah menguntungkan Hengky hingga mencapai Rp76 miliar lebih. Selain itu tentunya menguntungkan diri pribadi Oentarto sebesar Rp200 juta.

 

Pada dakwaan kedua, jaksa menganggap tindakan Oentarto menerima pemberian uang dari Hengky yang totalnya mencapai Rp200 juta itu telah melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

 

Hari Sabarno tak disebut

Penasehat hukum Oentarto, Firman Wijaya mengaku sangat kecewa dengan surat dakwaan jaksa. Salah satu alasannya adalah tidak dicantumkannya nama mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dalam surat dakwaan. Nama Hari Sabarno sama sekali tak disebut-sebut dalam surat dakwaan. Kenapa? kata Firman kepada hukumonline.

 

Kekecewaan Firman makin menjadi ketika melihat pasal yang didakwakan kepada Oentarto. Biasanya dalam surat dakwaan, jaksa juga akan mencantumkan Pasal 2 ketika membidik terdakwa dengan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi. Tapi tidak dalam perkara ini. Karena memang tampaknya jaksa ingin menutup peluang untuk menyeret Hari Sabarno.

 

Pada bagian lain, Firman juga menyebutkan bahwa surat dakwaan jaksa cacat secara logika hukum dan kebijakan. Secara logika hukum, dakwaan terhadap Oentarto ini disebut delik jabatan. Jaksa juga mencantumkan pasal 55 KUHP tentang penyertaan. Di sini harusnya diuraikan dalam apa peran Oentarto dalam kapasitas jabatannya.

 

Secara kebijakan, Firman heran mengapa Hari Sabarno sama sekali tak disebut dalam dakwaan. Sebagai pejabat yang paling bertanggung jawab di Depdagri saat itu, kenapa Hari Sabarno tak langsung menegur Oentarto jika tindakannya dianggap melanggar tata kerja dan kelembagaan Depdagri? Berarti Hari Sabarno membiarkan terjadinya pelanggaran. Ini juga tindak pidana. Terus kenapa tak diseret juga?

 

Sikap saling tuding antara Oentarto dan Hari Sabarno ini memang bukan hal baru. Sejak perkara ini bergulir di pengadilan, Oentarto dan Hari Sabarno ibarat kucing dan anjing yang tak pernah akur. Oentarto berdalih Hari yang memerintahkan penerbitan radiogram itu. Selain itu, ia juga menuding Hengky sebagai orang dekat Hari Sabarno. Pernyataan Oentarto ini juga didukung oleh keterangan sekretaris pribadi Oentarto, Soeroso yang mengaku kerap melihat Hengky datang ke ruang kerja Hari. Sebaliknya, Hari membantah memerintahkan Oentarto dalam pembuatan radiogram.

Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi, akhirnya harus merasakan duduk di kursi pesakitan. Setelah beberapa kali sempat datang ke Pengadilan Tipikor sebagai saksi, Rabu (16/9) Oentarto khusus didatangkan sebagai terdakwa.

 

Jaksa penuntut umum menjerat Oentarto dengan dakwaan kumulatif. Pada dakwaan pertama, ia dianggap melakukan korupsi karena menandatangani dan mengirimkan radiogram kepada gubernur, bupati dan walikota se-Indonesia.

 

Radiogram itu sendiri berisi arahan agar para pemimpin daerah itu melaksanakan pengadaan mobil pemadam kebakaran dengan merek dan tipe tertentu yang diproduksi oleh PT Istana Saranaraya milik Hengky Samuel Daud. Perbuatan Oentarto itu dianggap melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi Jo. Pasal 55 Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

 

Dalam uraian dakwaannya, tim jaksa penuntut umum yang diketuai Sarjono Turin menyebutkan bahwa Oentarto pertama kali kenal dengan Hengky Samuel Daud pada awal bulan September 2002. Pada akhir Oktober 2002, Hengky mendatangi Oentarto di ruang kerjanya meminta agar Oentarto membuat radiogram kepada seluruh pemimpin daerah.

 

Setelah menerima konsep dari Hengky, Oentarto lantas memerintahkan stafnya untuk mengetik konsep itu ke dalam radiogram. Radiogram itu sendiri kemudian dikirimkan kepada para kepala daerah pada 13 Desember 2002. Dengan melampirkan radiogram itu, Hengky lalu mendatangi beberapa daerah untuk menawarkan pengadaan mobil pemadam kebakaran. Setidaknya ada 20 daerah yang kemudian menerima tawaran dan memesan mobil pemadam kebakaran kepada Hengky. Merasa untung besar, Hengky memberikan uang dalam bentuk cek kepada Oentarto sebesar Rp150 juta.

Tags: