Ketentuan Pajak Progresif Dinilai Mengancam Dunia Usaha
UU PDRD

Ketentuan Pajak Progresif Dinilai Mengancam Dunia Usaha

Meski Menteri Perindustrian memperkirakan dampak pemberlakuan pajak progresif dalam UU PDRD hanya sementara, beberapa kalangan menilai aturan tersebut akan mengancam dunia usaha.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Ketentuan Pajak Progresif Dinilai Mengancam Dunia Usaha
Hukumonline

 

Senada, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Bambang Trisulo mengatakan, dampak pajak progresif akan sangat dirasakan oleh konsumen yang membuka bisnis angkutan umum. Bahkan, dia menganggap pajak progresif kendaraan bermotor merusak citra investasi di bidang otomotif. Meski tidak dikenai ke produsen kendaraan, pajak progresif menyebabkan investor mempertanyakan prospek pemasaran ke depan.

 

Bambang menuturkan, ketidakpastian pasar bisa menyebabkan produsen mengurangi kuantitas produksi. Ujung-ujungnya, sama seperti yang dikatakan Sofjan, investor akan berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia. Jadi terlalu dini menerapkan kebijakan pajak progresif di tengah pertumbuhan industri otomotif. Lebih baik kita berjuang untuk penyebaran penjualan dan perbaikan infrastruktur sehingga konotasinya positif, ucapnya. Apalagi saat ini industri otomotif, termasuk industri komponen, sedang mengalami penurunan.

 

Keluhan serupa juga pernah dilontarkan Asosiasi Perusahaan Rental Kendaraan (Asperkindo). Pongki Pamungkas, ketua umum asosiasi ini berharap peraturan tersebut tidak diberlakukan untuk industri rental kendaraan. Menurutnya, pemberlakuan pajak progresif dapat mempengaruhi industri persewaan kendaraan yang selama ini menunjukkan perkembangan pesat.

Belum seminggu Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) disahkan, kalangan pengusaha sudah menjerit. Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan, dampak penerapan pajak penjualan progresif untuk kendaraan bermotor sejalan dengan ditetapkannya UU PDRD akan memukul sektor otomotif, terutama dari sisi penjualan. Namun, efek ini diyakini hanya terjadi sesaat. Untuk mengimbanginya, Pemerintah berjanji akan aktif memberikan rangsangan bagi industri dalam bentuk stimulus.


Menurut Fahmi, dalam jangka waktu yang pendek, pemberlakuan pajak progresif akan berdampak pada angka penurunan jumlah penjualan.
Namun dalam jangka panjang, katanya, akan kembali ke format semula. Berapa lama dampak sesaat itu, sangat tergantung pemulihan daya beli masyarakat dalam membeli kendaraan bermotor. Oleh karena itu pemerintah berencana akan menyeimbangkan kebijakan lain untuk menekan dampak pajak tersebut diantaranya dengan kebijakan fiskal lainnya, kata Fahmi usai menghadiri pidato presiden di gedung DPR, Rabu (19/8).


Dalam UU PDRD, khusus untuk pajak progresif kendaraan bermotor dan BBM kendaraan bermotor, ditentukan masa sosialisasi selama 3 tahun, dimana ketentuan itu sudah berlaku pada tahun 2010. Tentu dari segi fiskal ada penyeimbangnya, yaitu penurunan, pemberian kemudahan, pemberian fasilitas, yang berbentuk stimulus, jelas Fahmi.

 

Sekadar mengingatkan, dalam Undang-Undang yang baru disahkan pada 18 Agustus lalu, tarif maksimum Pajak Kendaraan Bermotor dinaikkan dari 5 persen menjadi 10 persen. Inilah yang membuat pengusaha keberatan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, pemberlakuan pajak progresif terhadap kendaraan berpotensi memberatkan konsumen jika diterapkan pada perusahaan. Dengan adanya pajak progresif tersebut, wajib pajak yang memiliki kendaraan lebih dari satu, pajak yang dikenakan semakin tinggi, ujarnya.

 

Sofjan mengatakan, kenaikan tersebut akan meningkatkan biaya operasional yang akan dibebankan pengusaha kepada konsumen. Terlebih perusahaan logistik, pasti akan sangat memberatkan, katanya. Penetapan kebijakan tersebut juga dikhawatirkan akan membuat para pengusaha dan penanam modal hengkang, serta memindahkan usahanya ke daerah yang tidak menerapkan kebijakan pajak progresif tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags: