Pemerintah Kesulitan Menguangkan Piutang Negara
Berita

Pemerintah Kesulitan Menguangkan Piutang Negara

Selain persoalan lelang, ada barang jaminan piutang yang jumlahnya tidak menutupi utang yang ada.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Kesulitan Menguangkan Piutang Negara
Hukumonline

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mencatat, total piutang negara hingga 15 Juni 2009 mencapai Rp53,8 triliun dengan berkas sebanyak 170.525. Piutang negara ini tersebar di sejumlah bank milik BUMN, di antaranya PT Bank Mandiri Tbk sebanyak 51 persen, PT Bank Tabungan Negara (BTN) dua persen, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sebanyak 25 persen, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) 16 persen, di bank-bank pembangunan daerah (BPD) sebanyak tiga persen, dan bank BUMN lainnya tiga persen.

 

Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (24/6), Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto mengatakan piutang juga ada di sektor non perbankan, yakni instansi pemerintah sebanyak 96 persen. Sisanya, empat persen terdapat di BUMN dan BUMD. Menurutnya, pemerintah sulit untuk menguangkan piutang tersebut karena jaminan yang diberikan si pengutang umumnya tidak marketable, sehingga proses lelang barang jaminan sering kali mengalami kegagalan.

 

Di samping itu, dalam pelaksanaan lelang, ketentuan hukum yang dipakai masih ketentuan lama yakni aturan peninggalan kolonial Belanda bernomor 189 tahun 1908 (vendue Regement steatboard). "Ketentuan hukum ini sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini," katanya. Permasalahan lainnya, banyak pemerintah daerah yang melakukan penghapusan aset tanpa menggunakan mekanisme lelang. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi lelang dalam menafsirkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 152 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah.


Selain masalah lelang, ada barang jaminan piutang yang jumlahnya tidak menutupi utang yang ada. "Debitor atau penanggung jawab juga sering tidak kooperatif dalam menyelesaikan utang," kata Hadiyanto. Kendala lainnya adalah lelang aset debitur sering tidak laku dan ada debitur telah meninggal dunia. 

 

Sekadar catatan, tahun ini direktorat yang bernaung di bawah Departemen Keuangan ini menargetkan penyelesaian piutang negara sebanyak Rp1,065 triliun. Namun hingga Mei 2009 realisasinya masih rendah, yakni baru mencapai Rp146 miliar. "Target penyelesaian piutang negara tahun ini adalah Rp1,065 triliun atau naik 51,22 persen dari tahun 2008 yang sebesar Rp704,55 miliar," ucap Hadiyanto.

 

Di samping itu, Hadiyanto juga mengakui pihaknya masih mengalami kesulitan dalam mereevaluasi aset di lingkungan Departemen Pertahanan dan TNI. Padahal, katanya, rapat koordinasi di tingkat pusat antara Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan sering dilakukan. "Di tingkat pusat kami koordinasi dengan jajaran Menhan dan Pangab," katanya. Namun hingga kini pelaksanaannya belum maksimal.

 

Terkait kesulitan pemerintah dalam mereevaluasi aset negara, anggota Komisi XI DPR Harry Azhar Azis kepada hukumonline mengatakan, sebenarnya aset berupa tanah yang pindah dari satu tempat ke tempat lain, bisa lebih mudah untuk ditelusuri. Bank Mandiri, misalnya. Di situ kan banyak tanah yang berasal dari BDN (Bank Dagang Negara), dari BPD atau segala macam, katanya. Seharusnya dari situ bisa ditelusuri historis asetnya, dan dengan demikian bisa diketahui bahwa itu adalah aset negara dan tidak boleh satu pihak pun menguasasinya, tambah Harry.

 

Menurut Harry, semua pihak perlu memperhatikan aset-aset negara dengan jelas, baik itu dari status hukum dan sisi historis. Diperkirakan saat ini ada aset-aset yang diragukan posisinya, apakah masih milik negara atau milik pribadi. Bila Depkeu merasa tidak mampu mengurus aset negara, kiranya perlu bagi presiden yang baru untuk memberikan suatu kekuatan hukum tertentu kepada badan keuangan agar aset negara bisa diselamatkan.

Tags: