Gugatan Legal Standing Anti Rokok Kandas
Berita

Gugatan Legal Standing Anti Rokok Kandas

Majelis hakim berpendapat kewenangan ratifikasi konvensi internasional adalah kebijakan politik presiden bersama DPR yang tidak tunduk pada Pasal 1365 KUHPerdata. Gugatan legal standing anti rokok untuk mendorong ratifikasi FCTC pun kandas.

Mon
Bacaan 2 Menit
Gugatan <i>Legal Standing</i> Anti Rokok Kandas
Hukumonline

 

Majelis hakim menilai para tergugat telah melaksanakan tugas atau kewajiban kosntitusional yang sesuai dengan kebutuhan hukum maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya ujar anggota majelis hakim Sugeng Riyono.

 

Pertimbangan itu sesuai dengan jawaban para tergugat yang menyatakan DPR dan presiden telah melakukan tugasnya dengan baik di bidang legislasi dengan menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dalam Prolegnas itu telah ditetapkan skala prioritas sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

 

Dalam pertimbangan lainnya, majelis hakim mengakui bahwa berdasarkan bukti penggugat, presiden dan DPR terbukti belum meratifikasi FCTC. Dampak rokok terhadap kesehatan dan kondisi ekonomi masyarakat miskin pun terbukti. Selain itu, DPR terbukti mengabaikan usulan tim advokasi untuk memasukan FCTC dalam Prolegnas meskipun sudah memenuhi syarat.

 

Anggota tim advokasi, David M.L. Tobing menyatakan pertimbangan majelis bertolak belakang dengan amar putusan. Disatu sisi majelis hakim mengakui upaya untuk memasukan konvensi FCTF dalam Prolegnas sudah cukup, namun dalam amarnya malah menyatakan Tergugat tidak terbukti melanggar kewajiban hukumnya. Saya yakin putusan Pengadilan Tinggi bisa berubah, pertimbangan majelis terlalu sederhana ujarnya.

 

Kalau kebijakan pemerintah tidak bisa dijerat dengan Pasal 1365 bisa terjadi penyalahgunaan kekuasaan,' imbuh Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo. Ia menyatakan pertimbangan majelis hakim bisa membuat presiden menyusun kebijakan politik yang tidak melindungi kepentingan rakyat, termasuk terhadap bahaya rokok.

Gugatan kelompok masyarakat (legal standing) Tim Advokasi Hukum Jaringan Pengendalian Dampak Tembakau Indonesia kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim yang diketuai Panusunan Harahap menolak gugatan lantaran presiden dan DPR tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana dalil penggugat. Gugatan penggugat ditolak seluruhnya, ujar Panusunan saat membacakan putusan, Rabu (01/4).

 

Sebelumnya, gugatan digulirkan lantaran presiden dan DPR dinilai melakukan perbuatan melawan hukum terkait pengendalian peredaran tembakau di Indonesia. Presiden dianggap tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk melindungi rakyat Indonesia dari bahaya rokok. Yakni, kerusakan kesehatan, sosial, lingkungan dan konsekuensi ekonomi dari konsumsi tembakau dan asap tembakau.

 

Salah satunya dengan tidak meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal Indonesia terlibat aktif dalam pembahasan FCTC di Jenewa Swiss dari awal hingga akhir. Hingga kini FCTC menjadi hukum internasional dan telah diratifikasi 157 negara. Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik yang tidak meratifikasi FCTC.

 

Majelis hakim berpendapat untuk meratifikasi konvensi internasional adalah kewenangan politik presiden bersama DPR yang tidak tunduk pada Pasal 1365 KUHPerdata. Dasarnya adalah Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 yang menentukan  presiden bersama DPR berwenang untuk membuat undang- undang.

 

Selain itu, Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan mengatakan dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus mengacu pada azas pembentukan perundangan-undangan yang baik. Yakni, antara lain jelas tujuan pembuatan, undang-undang dapat dilaksanakan dan berdaya guna bagi masyarakat.

Halaman Selanjutnya:
Tags: