Hakim Dituding Tidak Terapkan Fair Trial
Berita

Hakim Dituding Tidak Terapkan Fair Trial

Majelis hakim mengizinkan pengacara terdakwa mengajukan bukti tambahan. Giliran jaksa mengajukan bukti informasi yang diunduh dari situs Departemen Pertahanan, majelis menepisnya.

Nov
Bacaan 2 Menit
Hakim Dituding Tidak Terapkan <i>Fair Trial</i>
Hukumonline

 

Suharto menambahkan info pada website tersebut bukanlah barang bukti dalam penyidikan, sehingga tidak boleh dipakai di persidangan.

 

Tanggapan hakim ini membuat Cirus Sinaga, ketua tim penuntut umum bungkam dan tak jadi meneruskan pertanyaan mengenai keterangan yang tertera dalam situs tersebut. Padahal, situ resmi Dephan ini menguatkan dakwaan penuntut umum mengenai pencopotan Muchdi sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus terkait penculikan para aktivis (1997) yang dilakukan oleh tim mawar.

 

Dalam laman Departemen Pertahanan itu, disebutkan juga Panglima ABRI telah menjatuhkan hukuman kepada mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto dan Group 4 Kolonel Inf. Chairawan atas ketidakmampuannya mengetahui kegiatan bawahannya.

 

3. Proses Hukum

 

a.      Pimpinan ABRI tidak pernah memerintahkan penangkapan terhadap para aktivis radikal. Tim Mawar telah mengambil inisiatif sendiri dan melampaui batas wewenang serta bertindak di luar perintah.

b.      Atas kesalahan itu, pimpinan ABRI mengambil tindakan komando dan hukum.

c.      Tanggung jawab komando diberlakukan kepada perwira pemegang komandro. Dewan Kehormatan Perwira telah memeberikan rekomendasi kepada pimpinan ABRI. Atas dasar rekomendasi itu Panglima ABRI (Pangab) menjatuhkan hukuman kepada mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto, Pejabat Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR, serta Group 4 Kolonel Inf. Chairawan atas ketidakmampuannya mengetahui kegiatan bawahannya.

d.      Penanganan sesuai jalur hukum telah dilakukan terhadap 11 orang anggota Kopassus yang masuk dalam Tim Mawar. Terhadap 11 orang anggota tersebut telah selesai disidangkan. Mereka dijatuhi hukuman penjawa antara 1 tahun s/d 1 tahun 10 bulan dengan tambahan hukuman dipecat dari dinas tentara bagi 5 orang perwira

 

Sumber : www.dephan.go.id

 

Sayang, karena bukti ini tidak dimasukan dalam daftar barang bukti ketika penyidikan, sesuai hukum acara tidak dapat diajukan ke persidangan. Salah satu penuntut umum Maju Ambarita, mengatakan memang bukti informasi yang terekam dalam situs ini sudah lama didapatkan. Tapi, jaksa merasa tidak perlu dimasukan sebagai barang bukti karena tanpa bukti itu pun sebenarnya alat bukti sesuai KUHAP sudah cukup.

 

Menurut Ambarita, sah-sah saja penuntut umum menggunakan data yang terekam dalam situs resmi lembaga negara atau departemen pemerintahan, tapi hanya sebagai bukti penunjang. Yang membuat Ambarita heran, mengapa majelis menunjukkan sikap berbeda. Ketika pengacara Muchdi menunjukan paspor hijau –juga bukan barang bukti- Muchdi di muka persidangan, majelis hakim tidak menolak. Sikap majelis yang demikian, kata Maju Ambarita, patut dipertanyakan.

 

Paspor Dinas, Biru Bukan Hijau

Terlepas sikap majelis, paspor hijau yang diajukan di muka sidang itu dinilai Anam tidak kredibel karena untuk para pejabat yang sedang melakukan tugas kedinasan biasanya memakai paspor biru. Paspor hijau itu untuk sipil, biru untuk pejabat yang sedang dinas, ujarnya.

 

Pernyataan Anam ini dibenarkan Dirjen Imigrasi Departemen Hukum dan HAM Ahmad Basyir Barmawi. Barmawi menjelaskan ada tiga macam paspor yang dibedakan berdasarkan warnanya: hijau, biru, dan hitam. Paspor biru itu paspor dinas untuk melaksanakan tugas pemerintahan. Hitam itu diplomatik. Hijau itu untuk umum, jelasnya.

 

Pengacara Muchdi menunjukan paspor ke muka persidangan tak lain untuk menunjukan tidak ada hubungan telepon antara Muchdi dan Pollycarpus seperti yang terekam dalam Call Data Record (CDR). Tanggal 6 sampai 12 September 2004 saya ada di Malaysia dalam rangka tugas, akunya.

 

Seperti diketahui, Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004. Pasca meninggalnya Munir, tercatat dalam CDR ada hubungan telepon antara Muchdi dengan Pollycarpus.

 

Choirul Anam, anggota Koalisi Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) tak habis pikir mengapa majelis hakim yang mengadili perkara atas nama terdakwa Muchdi Purwopranjono menunjukkan sikap berbeda. Di satu sisi, hakim menerima bukti paspor yang diajukan pengacara terdakwa, tetapi di sisi lain menepis bukti penunjang yang disampaikan jaksa. Padahal kedua bukti yang disampaikan sama-sama tak masuk dalam proses penyidikan.

 

Choirul Anam menganggap hakim tidak menerapkan fair trial, Hakim tidak memberikan kesempatan yang sama kepada penuntut umum, sama halnya seperti pengacara, ujarnya.

 

Penuntut umum juga melontarkan kritik senada. Mengapa ketika penuntut umum yang mengajukan data di luar barang bukti ditolak, tapi ketika yang mengajukan pengacara tidak (ditolak)? Kamu bisa menilai sendiri, tukas Maju Ambarita, anggota penuntut umum.

 

Kritik Choirul dan Maju Ambarita tak lepas dari sidang lanjutan pembunuhan Munir di PN Jakarta Selatan. Majelis hakim dipimpin Suharto memang mengultimatum jaksa untuk tidak lagi menyinggung-nyinggung informasi yang ditampilkan pada laman Departemen Pertahanan, www.dephan.go.id. Dalam sidang pemeriksaan terdakwa, penuntut umum Cirus Sinaga mengajukan pertanyaan dengan merujuk pada informasi yang terekam dalam situs resmi Departemen Pertahanan tersebut. Suharto menandaskan bahwa informasi di dalam situs itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.

 

Sikap keras juga ditunjukan pengacara Muchdi, Lutfie Hakim. Lutfie mengajukan interupsi dan mengatakan apa yang dilakukan penuntut umum melampaui ketentuan di hukum acara pidana. Kalau penuntut umum melakukan penyidikan tambahan, itu melanggar hukum acara pidana, katanya.

Tags: