Syarat Belum Pernah Dipidana Kembali Dipersoalkan
Uji Materi UU Pemilu Legislatif:

Syarat Belum Pernah Dipidana Kembali Dipersoalkan

Pemohon mempersoalkan syarat menjadi anggota DPR tak pernah dipidana dengan ancaman hukuman lima tahun dalam UU Pemilu Legislatif teranyar. MK telah memutus lima UU lainnya dengan substansi norma yang sama. Pengecualian hanya untuk napol dan pelaku tindak pidana yang berunsur kealpaan ringan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Syarat Belum Pernah Dipidana Kembali Dipersoalkan
Hukumonline

 

Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menjelaskan norma dalam pasal itu tetap berlaku, tetapi dengan pengecualian. Maksudnya, dipidana dengan ancaman pidana lima tahun atau lebih itu dikecualikan dari pidana politik dan pidana dengan unsur kealpaan. Coba saudara cek putusan MK itu, pinta Palguna. Putusan itu sudah menjadi pendirian MK, tambahnya.

 

Putusan MK

Nomor 14-17/PUU-V/2007

Konklusi

Berdasarkan keseluruhan uraian tersebut di atas, Mahkamah berkesimpulan:

Bahwa telah ternyata ketentuan yang mensyaratkan ‘tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf t UU Pilpres, Pasal 16 ayat (1) huruf d UU MK, Pasal 7 ayat (2) huruf d UU MA, Pasal 58 huruf f UU Pemda, dan Pasal 13 huruf g UU BPK tidak bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang ketentuan dimaksud diartikan tidak mencakup tindak pidana yang lahir karena kealpaan ringan (culpa levis) dan tindak pidana karena alasan politik tertentu serta dengan mempertimbangkan sifat jabatan tertentu yang memerlukan persyaratan berbeda sebagaimana diuraikan di atas.

 

Sayang, Hendra mengaku belum melakukan riset terhadap putusan itu. Kita belum cek putusan itu, tuturnya.

 

Namun, jika kita simak penjelasan Hendra seputar track record Julius, sepertinya putusan ini tak dapat digunakan untuk memenuhi ambisi kliennya itu untuk untuk lolos dari lubang jarum. Dalam putusan konstitusional bersyarat itu, MK hanya mengecualikan kejahatan dari pidana politik dan kealpaan ringan.

 

Sedangkan kejahatan yang pernah kliennya lakukan tak masuk dua pengecualian itu. Hendra mengakui bahwa kliennya pernah dipidana penjara selama tiga tahun dengan ancaman pidana lima tahun. Dia dipidana karena melakukan penganiayaan berat, jelasnya. Hendra boleh berdalih penganiayaan berat merupakan hal yang lumrah di daerah yang keras seperti NTT, namun sayang putusan MK sebelumnya tak mengklasifikan berdasarkan daerah.

 

Para Hakim Konstitusi pun meminta agar kuasa hukum pemohon mempelajari putusan MK sebelumnya. Kalau mau putusannya, silakan hubungi panitera, kata Mukhtie. Setelah itu, lanjutnya, pemohon bisa berpikir ulang, mau melanjutkan permohonan atau mau menariknya kembali. Anda punya waktu 14 hari, ujar Palguna. 

 

Hakim konstitusi Maruarar Siahaan juga menyerahkan sepenuhnya kepada pemohon. Ia mengatakan, bila di peradilan umum, putusan hakim memang bisa menjadi semacam yurisprudensi. Namun, hukum acara MK, sepertinya belum tegas mengatur hal tersebut. Jadi, kemungkinan pemohon untuk jalan terus bisa saja terjadi. Misalnya, Anda berargumen, putusan yang lalu tak mencakup apa yang Anda inginkan, pungkasnya.

 

Nampaknya para (mantan) tertuntut pidana lima tahun ke atas kudu mengubur dalam-dalam impiannya menjadi anggota legislatif.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif) sedang laris manis diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Belum genap enam bulan UU itu disahkan Presiden, sudah ada tiga pemohon berbeda yang mencoba menguji konstitusionalitas normanya. Setelah DPD dan delapan Partai Politik (Parpol) non-parlemen, kali ini seorang kepala desa dari Alor Nusa Tenggara Timur (NTT) mengajukan permohonan judicial review.

 

Adalah Julius Daniel Elias Kaat yang mencoba peruntungannya di MK. Yang dipersoalkan Ketua DPC PKB Alor NTT ini sebenarnya bukan hal yang baru. Yaitu, syarat tak pernah dijatuhi pidana penjara dengan ancaman lima tahun, sebagai syarat untuk menjadi bakal calon anggota legislatif. Syarat itu tercantum dalam Pasal 50 ayat (1) huruf g UU Pemilu Legislatif.

 

Julius tak mau kehilangan hak untuk melenggang ke kursi parlemen gara-gara terganjal oleh klausul ini. Maklum, Julius ketiban sial pernah dituntut hukuman lima tahun penjara karena kasus penganiayaan berat. Meski hanya diputus menjalani hukuman tiga tahun, tetap saja tuntutan lima tahun itu melekat dalam riwayat hidup Julius.

 

Lengkapnya, Pasal 50 ayat (1) huruf g menyatakan Bakal calon anggota DPR, DPRD, DPRD povinsi, dan DPRD kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Pasal ini diskriminatif, nilai kuasa hukum pemohon, Hendra K. Hentas di Gedung MK, Senin (26/5).

 

Namun, sebelum masuk ke substansi perkara, panel hakim konstitusi mengingatkan bahwa norma serupa sudah pernah diuji oleh MK; meskipun pada UU yang berbeda. Kala itu, MK memutus pengujian terhadap lima undang-undang yang mengatur syarat belum pernah dihukum dengan ancaman pidana lima tahun atau lebih. MK memutus conditionally constitutional (konstitusional bersyarat), ujar Hakim Konstitusi Mukhtie Fadjar. MK pernah menguji lima UU dengan substansi yang sama, yakni UU MK, UU Mahkamah Agung, UU Pilpres, UU Badan Pemeriksa Keuangan, serta UU Pemda.

Halaman Selanjutnya:
Tags: