Locus dan Tempus Delicti Tidak Perlu Disebutkan Akurat dalam Dakwaan
Berita

Locus dan Tempus Delicti Tidak Perlu Disebutkan Akurat dalam Dakwaan

KUHAP hanya mengatur bahwa suatu dakwaan harus menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana. Tapi tidak menjelaskan bagaimana penyebutan unsur tersebut.

Mon
Bacaan 2 Menit
Locus dan Tempus Delicti Tidak Perlu Disebutkan Akurat dalam Dakwaan
Hukumonline

 

Surat Edaran Jaksa Agung No. 004/J.A/11/1993 menentukan suatu dakwaan telah memenuhi syarat materiil jika memberikan gambaran secara bulat dan utuh tentang dimana dan bilamana tindak pidana dilakukan. Selain itu surat yang terbit pada tanggal 16 November 1993 menyebut dakwaan harus memuat tindak pidana yang didakwakan, pelaku, cara tindak pidana, akibat dan ketentuan tindak pidana yang diterapkan

 

Menurut jaksa, penyebutan secara akurat tidak mungkin dilakukan. Tingkat kesulitannya bersifat imposibilitas, tambah Rum. Jika misalnya tanggal kejadian disebutkan secara akurat, dan kemudian ternyata meleset, maka jaksa tidak bisa membuktikan dakwaan. Akibatnya semua prilaku kriminal tidak bisa dituntut pertangungjawaban hukum atas kejahatan yang mereka lakukan, sambung jaksa Siswanto.

 

 

Menghindari lolosnya pelaku pidana dari jeratan hukum, menyitir pendapat M. Yahya Harahap, jaksa berpendapat bahwa pencantuman locus dan tempus delicti bisa disebutkan secara alternatif. Bukan limitatif, tandas Siswanto.

 

Di depan persidangan pimpinan hakim Martini Mardja, jaksa meminta agar majelis hakim menolak alasan eksepsi tersebut. Alasan tersebut tidak berdasar, tegas Siswanto. Karena itu, jaksa meminta agar majelis menyatakan dakwaan sah untuk menjadi dasar pemeriksaan pokok perkara.

 

Tidak Mengatur

KUHAP sendiri tidak mengatur bagaimana penyebutan locus dan tempus delicti dalam suatu dakwaan. Begitulah kata pakar hukum acara pidana, Chairul Huda, saat dibungi melalui telepon selularnya, Selasa (15/1). Secara materiil KUHAP hanya menyebut dalam dakwaan menyebutkan waktu dan tempat, jelasnya.

 

Penyebutan itu penting untuk menakar kadar daluarsa suatu perkara. Jangan sampai lewat waktu, kata Chairul. Unsur tempus menentukan kewenangan negara untuk melakukan penuntutan. Sedang unsur locus menentukan menentukan kompetensi pengadilan untuk mengadili.

 

Senada dengan jaksa, Dosen Universitas Muhamadiyah Jakarta juga menyatakan penyebutan unsur waktu dan tempat tidak perlu disebutkan secara akurat. Karena kemungkinan tindak pidana sudah lampau. Sepanjang tempus masih dapat ditentukan berarti masih mungkin dilakukan penuntutan, berarti tidak daluarsa, terangnya. Jika jaksa tidak bisa menyebutkan hari dan jam suatu kejahatan, cukup disebutkan bulan dan tahun saja. Teknis penyusunan dakwaan tersebut tidak melanggar ketentuan KUHAP, tandas pria bergelar Doktor ini.

 

Hanya Emosi

Dalam bagian lain eksepsinya, jaksa juga menangapi eksepsi Manihuruk terkait dengan penjelasan latar belakang dilakukan proyek invetigatif audit dan dampak positif atas proyek tersebut. Usai pembacaan dakwaan dua pekan lalu, Manihuruk menyatakan justru dirinya sedang membantu untuk memberantas korupsi lewat proyek invetigasi tersebut. Bahkan ia mengaku berhasil mengungkap ratusan rekening liar di Depnakertrans sejumlah Rp 169,232 miliar.

 

Menanggapi dalih tersebut, jaksa berpendapat bahwa hal itu hanyalah ungkapan perasaan emosional Manihuruk. Tidak termasuk materi keberatan, kata Rum. Menurut jaksa, ungkapan itu tidak memiliki relevansi dengan perkara. Sudah sepatutnya alasan ini dinyatakan ditolak, tegas Rum.

 

Silang pendapat antara jaksa dan terdakwa ini akan diluruskan oleh majelis hakim dalam putusan sela. Ketua majelis hakim Martini menjadwalkan pembacaan putusan sela pada persidangan pekan depan, Selasa (22/1).

 

Setiap dakwaan harus memuat unsur waktu dan tempat dilakukan tindak pidana (locus dan tempus delicti). Seringkali unsur tersebut tidak disebutkan secara tepat dan pasti dalam suatu dakwaan. Hal ini sering memicu keberatan dari para terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Salah satunya adalah Marudin Saur Marulitua Simanihuruk, Mantan Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan Depnakertrans dan Direktur Pengawasan Tenaga Kerja Suseno Tjipto Mantoro.

 

Kedua terdakwa diduga telah melakukan korupsi dalam proyek pemeriksaan penggunaan tenaga kerja asing. Dalam eksepsi Suseno dinyatakan jaksa tidak dapat menyebutkan waktu berupa tanggal, bulan dan tahun kejadian tindak pidana. Begitu pula dengan tempat dilakukannya tindak pidana. Dakwaan harus dinyatakan batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam KUHAP, kata penasihat hukum terdakwa Suseno, Syamsul Huda pekan lalu.

 

Dalam dakwaan jaksa Mochamad Rum, Muhibudin, Riyono, Siswanto dan Andi Suharlis, waktu tindak pidana hanya disebutkan 'pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi antara bulan November 2004 sampai dengan bulan Juni 2005 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2004 sampai dengan tahun 2005'. Begitupula dengan locus delicti. Tidak disebutkan secara pasti. ...bertempat di Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan pada Depnakertrans Gedung A Jl Jenderal Gatot Subroto atau setidak-tidaknya ditempat-tempat lain yang berdasarkan Pasal 54 ayat (2) UU KPK No. 30/2002 masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Tipikor... begitulah bungi dakwaan jaksa.

 

Jaksa bersikukuh bahwa penyebutan waktu dan tempat tindak pidana tersebut telah sesuai dengan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Sebab waktu dan tempat tersebut tidak mungkin disebutkan secara akurat. Jika penerapan locus dan tempus harus tepat dan akurat penegakan hukum melalui criminal justice system akan lumpuh total, tegas jaksa Rum, saat membacakan tanggapan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Selasa (15/1).

Halaman Selanjutnya:
Tags: