Konsep Hakim Komisaris Berpotensi Abuse of Power
RUU KUHAP

Konsep Hakim Komisaris Berpotensi Abuse of Power

RUU KUHAP berusaha mengatasi persoalan di tahap Pra peradilan-Pra Penuntutan dengan membikin hakim komisaris menjadi supervisor Jaksa dan Penyidik. Dengan apriori, keberadaan institusi baru ini bakal rentan abuse of power.

NNC
Bacaan 2 Menit
Konsep Hakim Komisaris Berpotensi <i>Abuse of Power</i>
Hukumonline

 

Sementara salah satu dari anggota tim perumus RUU KUHAP Indriyanto Senoadji menjelaskan, penyusunan sebuah peraturan perundangan tidak mau beranjak dari subyektifitas semata dengan melihat fungsi lembaga penegak hukum yang berjalan baik selama ini. Kalau beranjaknya dari situ, RUU ini tidak akan pernah jadi-jadi, tandasnya.

 

Romly berseberangan pendapat. Keberadaan hakim komisaris justru semestinya beranjak dari analisis persoalan yang sudah menjadi fakta masalah di masyarakat. Sebab, sebuah hukum acara lazimnya dibentuk bukan untuk para penegak hukum, melainkan justru untuk memberikan kepastian hukum pada masyarakat. KUHAP itu kan dibuat untuk menjamin kepastian hukum dan tidak dilanggarnya hak-hak masyarakat oleh aparat penegak hukum, ujarnya.

 

Menurut Romly, aturan yang didedah dalam RUU KUHAP tersebut saat ini justru membuat hubungan lembaga antara Kepolisian-Kejaksaan dan Kehakiman jadi sangat timpang. Ini Polisi mau apa disubordinat sama Kejaksaan, mana mau? kata Romly yang dikenal berseberangan dengan pendapat-pendapat dia.

 

Padahal dengan buruknya praktek beracara pidana selama ini, selain hak-hak terdakwa acap diabaikan, lazim pula terjadi pemerasan materi pada terdakwa yang dilakukan aparat penegak hukum. Jika dulunya hanya ada tiga pihak yang mesti di 'lobby' (Kepolisian-Jaksa-Hakim) kini masyarakat  ketambahan satu institusi yang potensial memeras sebab memiliki posisi di atas jaksa dan polisi.

 

Menurut Romly, untuk menyusun sebuah peraturan juga butuh memperhatikan kondisi sosial yang berlaku saat itu. Boleh saja mau berdalih ini di Perancis juga seperti ini, tapi lihat dulu tingkat pemahaman hak-hak konstitusional antara warga Perancis dengan masyarakat di Indonesia. Jangan disama ratakan, ujar Romly.

 

Sinkronisasi peraturan

Selain mengkhawatirkan semua itu, Romly juga menyorot eksistensi lembaga Komisi Yudisial. Sesuai kontitusi, lembaga itu jelas bertugas mengawasi hakim. Sementara KY itu tuganya mengawasi hakim. Nah, ini hakim juga, tapi secara pekerjaan lain sama sekali dengan hakim yang menangani persidangan, cetusnya.

 

Ini merupakan salah satu bentuk ketaksinkronan RUU KUHAP dengan UU KY. Ini nanti di KUHAP, disebutkan nama-nya hakim komisaris, padahal di UU KY disebutkan tugas KY adalah mengawasi hakim, ujar Romly. Selain itu, lanjutnya,  nantinya pasti akan banyak ditemukan benturan dengan peraturan lain.

 

Menanggapi ini, Andi menjawab enteng. Ini bukan Undang-undang biasa, ini kodifikasi, merancangnya bisa puluhan tahun. Lain dengan UU yang bisa diubah-ubah tiap tahun. Jadi kalau ada yang berbenturan, UU itulah yang harus menyesuaikan, pungkas guru besar hukum pidana Universitas Trisakti itu.

Gagasan yang tertuang dalam Rancangan Undang Undang Kitab UU Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan hakim komisarisnya merupakan sebuah respon dari lemahnya pengawasan di tingkat institusi praperadilan. Namun kewenangan hakim komisaris  yang begitu besar sebagai institusi baru dalam sistem peradilan dinilai potensial terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power).

 

Hal ini diungkapkan  Prof Romly Atmasasmita saat dihubungi hukumonline lewat saluran telepon,  Jum'at (31/8). Menurut pakar hukum pidana internasional dari Universitas Padjajaran ini, konsep hakim komisaris dalam RUU itu  bakal menjadikan institusi baru tersebut seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mempunyai kewenangan cukup besar untuk meneruskan suatu perkara bisa diteruskan ke pengadilan atau kembali pada penuntut umum. Dia sistem yang sangat baru yang bisa menimbulkan konflik dalam tubuh lembaga Kepolisian dan Kejaksaan, ujar Romly.

 

Selain itu, Romly juga mempertanyakan bagaimana bentuk supervisi pada hakim komisaris. Ketua Tim Perumus RUU KUHAP versi Pemerintah Prof Andi Hamzah membeberkan, fungsi ini bakal dijalankan oleh Hakim Tinggi. Yang awasi Pengadilan Tinggi, dia bisa memproses dan memecat hakim komisaris, ujar Andi usai mengisi sebuah diskusi tentang Hakim Komisaris di Jakarta, Jum'at (31/8).

 

Pernyataan Andi ini juga dipertanyakan Romly. Dari pernyataannya di sejumlah forum, Guru Besar Hukum Pidana ini terkesan menganggap semua institusi penegak hukum di Indonesia jauh dari persoalan. Kita menyusun peraturan harus beranjak dari apa yang seharusnya berjalan, obyektif, tidak dengan kacamata apriori, tandas Andi. Padahal seperti diberitakan sebelumnya,  Transparency Internasional Indonesia (TII) edisi 2006 menempatkan lembaga penegak hukum  pada posisi puncak dalam indeks korupsi di Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags: