Dua Ahli Pidana: KPK tak Berwenang Sidik Kasus Korupsi Lama
Utama

Dua Ahli Pidana: KPK tak Berwenang Sidik Kasus Korupsi Lama

Proses penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Bram Manoppo dan Abdullah Puteh terancam sia-sia. Dua ahli yang memberi keterangan di sidang Mahkamah Konstitusi menilai KPK telah melanggar kewenangannya.

Mys
Bacaan 2 Menit
Dua Ahli Pidana: KPK tak Berwenang Sidik Kasus Korupsi Lama
Hukumonline

 

Dijelaskan Indriyanto, batasan waktu mundur pasal 68 UU KPK itu disepakati lewat lobi antara DPR dan wakil pemerintah di Hotel Santika, Jakarta. Pasal itu tidak bisa dipisahkan dari konteks pasal 70 (KPK melaksanakan tugas dan wewenangnya paling  lambat setelah UU 30/2002 diundangkan).

 

Menjawab pertanyaan panel hakim konstitusi, Indriyanto mengatakan bahwa KPK tidak boleh mengambilalih perkara-perkara korupsi dari tangan kejaksaan dan kepolisian jika perbuatan itu terjadi sebelum 27 Desember 2002. Yang berwenang menyidik perkara pidana yang terjadi sebelum tanggal itu adalah polisi dan jaksa. Tidak boleh diambil alih karena itu bukan area kewenangan KPK, tandas Indriyanto.

 

Ia juga menandaskan, jika pengecualian dalam hukum pidana akibat berlakunya suatu undang-undang, maka pengecualian itu tetap harus mengacu pada asas legalitas pasal 1 ayat (2) KUHP. Dengan kata lain, harus menguntungkan bagi tersangka.

 

Bukan extraordinary crime

Pada persidangan yang sama, Prof. Andi Hamzah tidak sependapat dengan pemikiran yang menyebut korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary crime). Ia mengatakan bahwa korupsi adalah ordinary crime sebagaimana halnya mencuri.

 

Senada dengan Indriyanto, Andi Hamzah juga menganggap jaksa dan polisi-lah yang lebih memiliki wewenang menyidik perkara-perkara korupsi yang terjadi sebelum KPK lahir. Dalam konteks ini, KPK seharusnya menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi saja, bukan justru mengambil alih perkara. Jika tetap melakukan penyidikan sama saja KPK melampaui wewenangnya. Mengambil alih saja tidak boleh apalagi melakukan penyidikan, ujarnya.  

Dalam persidangan yang berlangsung hingga Kamis (16/12) sore, Mahkamah Konstitusi mendengar keterangan ahli Prof. Indriyanto Seno Adji dan Prof. Andi Hamzah. Kedua ahli hukum pidana itu tampil sebagai saksi dalam perkara permohonan judicial review Undang-Undang No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Bram Manoppo, salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi pembelian helikopter MI-2 senilai Rp12 miliar mempersoalkan pasal 68 undang-undang tersebut. Pasal ini menyebutkan, Semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai pada saat terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, dapat diambil alih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9.  Pasal ini dinilai memiliki asas retroaktif.

 

Dalam keterangannya, Indriyanto menegaskan bahwa penyidikan yang dilakukan KPK terhadap kasus-kasus korupsi yang terjadi sebelum KPK terbentuk ada batasnya. Fungsi  pengambilalihan perkara yang terkandung dalam pasal 68 UU KPK tidak tak terbatas. KPK tidak bisa sembarangan mengambil alih penyidikan semua perkara korupsi.

 

Batasan itu adalah waktu terjadinya tindak pidana atau delik korupsi yang disidik. Menurut Indriyanto, yang bisa dilakukan KPK adalah menyidik perkara korupsi yang terjadi sejak 27 Desember 2002. Tanggal tersebut adalah waktu mulai berlakunya UU KPK. Secara kelembagaan, KPK sendiri baru terbentuk pada 27 Desember 2003. Jadi, kalaupun KPK mau mengambil alih kasus-kasus lama (asas retroaktif), maka tidak boleh lebih dari batas waktu 27 Desember 2002. Pengambilalihan itu bersifat limitatif, kata Guru Besar Universitas Krisnadwipayana itu.

Tags: