Zulkarnaen Djabar Dituntut 12 Tahun Penjara
Berita

Zulkarnaen Djabar Dituntut 12 Tahun Penjara

Zulkarnaen dan Dendy membantah mengintervensi pejabat Kemenag.

NOV
Bacaan 2 Menit

Tindakan ketiganya menjadikan PT Adhi Aksara Abadi dan PT Sinergi Pustaka Indonesia meraih pengadaan Al Quran di Ditjen Bimas. Begitu pula PT Batu Karya Mas untuk pengadaan laboratorium komputer MTs di Ditjen Pendis TA 2011.

Sebagaimana kesepakatan pemberian fee, Alaydrus memberikan bagian keuntungan dari pelaksanaan ketiga proyek di Kemenag melalui perusahaan Zulkarnaen dan Dendy, PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN). Alaydrus melakukan pemindahbukuan Rp4,74 miliar ke rekening PT PJAN dan memberikan cek dengan nominal Rp9,25 miliar melalui Syamsurachman.

“Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa I dan II telah menerima uang fee sejumlah Rp14,39 miliar melalui PT PJAN. Uang fee diperoleh dari keuntungan pekerjaan pengadaan laboratorium komputer MTs TA 2011, serta pengadaan Al Quran TA 2011 dan 2012 yang berasal dari APBN-P dan APBN. Sudah selayaknya terdakwa I dan II mengembalikan total uang yang telah dinikmati,” ujar Roni.

Seusai sidang pembacaan tuntutan, Zulkarnaen, Dendy, dan pengacaranya Erman Umar menyatakan keberatan. Erman mengatakan, tuntutan dibuat tidak sesuai fakta di persidangan. Dari sekian banyak saksi, hanya kesaksian Fadh yang mendukung tuntutan jaksa. Sebagian besar tidak mendukung tuntuan, seperti pertemuan di DPR pada September 2011.

“Fakta pertemuan di DPR terjadi bulan September. Sementara saksi-saksi bahkan Ketua Pelelangan Mashuri menyatakan bulan Juli, Fadh dan teman-temannya sudah melakukan pertemuan-pertemuan di Kemenag. Bagaimana mungkin Pak Zul dianggap memerintah dan menyuruh Fadh menjadi broker? Kalaupun ada sadapan, memang diakui, tapi niatnya bukan seperti yang dikatakan penuntut umum,” tuturnya.

Zulkarnaen merasa proses hukum terhadap dirinya sudah janggal sejak tahap penyidikan. KPK menetapkan Zulkarnaen sebagai tersangka sebelum melakukan pemeriksaan saksi-saksi terlebih dahulu. Kemudian, mengenai pengadaan di Kemenag, menurutnya bukan domain DPR. Selaku anggota Komisi VIII dan Banggar DPR, tidak mungkin mengambil keputusan seorang diri.

“Domain DPR adalah pembahasan. Dalam pembahasan itu, tidak mungkin hanya seorang Zulkarnaen Djabar bisa mengendalikan semuanya. Saya hanya salah satu dari tujuh anggota Banggar, ditambah dengan empat unsur pimpinan komisi dari fraksi yang berbeda-beda. Sangat mustahil. Lagipula kalau dianggap mengintervensi, kenapa dari Kemenag tidak mengkonfirmasi kepada pimpinan? Pokoknya yang lain-lain akan saya buka dalam pledoi. Saya minta keadilan,” tegasnya.

Sementara, Dendy menyatakan tidak pernah sekalipun memperkenalkan diri sebagai anak anggota DPR atau utusan senayan kepada Kemenag. Hal itupun sudah diungkapkan saksi-saksi di persidangan. Meski membantah mengintervensi, Dendy mengaku bersalah mencuri dokumen milik ayahnya, Zulkarnaen dan menerima uang dari Fadh yang kemudian disetorkan ke PT PJAN. Namun, semua itu perintah dari Fadh.

“Saya sudah mengakui menerima uang yang dibagikan Ketum Fadh. Saya melihatnya karena antara swasta dengan swasta. Kalau memang uang itu adalah suatu kesalahan, saya siap disalahkan, saya siap bertanggung jawab dan siap mengembalikan. Saya mohon doanya. Untuk lebih lengkapnya akan dikemukakan dalam pledoi kami dan pengacara kami nanti (16 Mei 2013),” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait