Zulkarnaen Djabar Dituntut 12 Tahun Penjara
Berita

Zulkarnaen Djabar Dituntut 12 Tahun Penjara

Zulkarnaen dan Dendy membantah mengintervensi pejabat Kemenag.

NOV
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Dendy Prasetya menutupi ayahnya Zulkarnaen Djabar. Foto : SGP
Terdakwa Dendy Prasetya menutupi ayahnya Zulkarnaen Djabar. Foto : SGP

Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetya dituntut hukuman masing-masing 12 tahun dan sembilan tahun penjara. Tuntutan dibacakan penuntut umum pada KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/5) malam.

Menurut penuntut umum. Keduanya terbukti melakukan korupsi anggaran di Kementerian Agama. Yaitu pada anggaran pengadaan komputer, tahun anggaran 2011.  Serta pengadaan Al Quran tahun anggaran 2011-2012.

Penuntut umum menilai, perbuatan keduanya sesuai dengan dakwaan primair, Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain tuntutan hukuman penjara, sang ayah dituntut membayar denda Rp500 juta subsidair empat bulan kurungan. Sedangkan anaknya  Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan. Soal uang pengganti, keduanya dituntut mengembalikan Rp14,3 miliar dikurangi Rp210,884 juta, 55 Euro, 5 Poundsterling, 10 Franc Swiss, 61 Riyal, dan 2.417 dolar Singapura yang telah disita penyidik KPK.

Apabila tidak membayar uang pengganti sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang. “Jika tidak mencukupi, kedua terdakwa dipidana penjara masing-masing tiga tahun,” kata penuntut umum KMS A Roni.

Penuntut umum menguraikan perbuatan Zulkarnaen sebagai anggota Komisi VIII dan Badan Anggaran (Banggar) DPR dilakukan bersama Dendy dan Fadh El Fouz. Yaitu, mengintervensi pelaksanaan proyek pengadaan laboratorium komputer MTs TA 2011 dan Al Quran TA 2011-2012 di Kemenag.

Perbuatan Zulkarnaen, menurut Roni, bertentangan dengan kewajiban sebagai anggota DPR. Pasal 4 ayat (4) Peraturan DPR No.01 Tahun 2011 tentang Kode Etik DPR menyebutkan, anggota DPR tidak diperkenankan melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima gratifikasi atau hadiah untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga, dan/atau golongan.

Sekitar September 2011, Zulkarnaen bertemu Dendy dan Fadh di DPR untuk memberitahu beberapa pekerjaan pengadaan di Kemenag. Keduanya lalu disuruh Zulkarnaen mengecek ke Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) dan Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas). Ada tambahan perintah buat Fadh,menjadi broker pengurusan proyek di Kemenag.

Fadh lalu mengajak Vasko Ruseimy, Syamsurachman, dan Rizky Moelyoputro untuk menjadi broker. Mengenai pembagian fee, Zulkarnaen, Dendy, dan Fadh membahasnya bersama di DPR. Pada kesempatan itu, menurut penuntut umum, Zulkarnaen menyatakan punya kontribusi memperjuangkan dan menyetujui anggaran Kemenag dalam APBN-P 2011 dan APBN 2012, masing-masing sebesar Rp3,1 triliun dan Rp130 miliar

Dendy, yang diperintah ayahnya, menghitung rencana feeberdasarkan tulisan tangan Fadh di lembaran kertas. Tertulis, fee dari pekerjaan pengadaan laboratorium komputer senilai Rp31,2 miliar, enam persen diperuntukan bagi Senayan/Zulkarnaen, dua persen Vasko/Syamsu, 2,5 persen kantor, satu persen PBS/Priyo Budi Santoso, 3,25 persen Fadh, dan 2,25 persen Dendy.

Sementara, fee dari pengadaan Al Quran TA 2011 senilai Rp22 miliar, 6,5 persen untuk Zulkarnaen, tiga persen Vasko/Syamsu, 3,5 persen Priyo, lima persen Fadh, empat persen Dendy, dan satu persen kantor. Fee dari pengadaan Al Quran TA 2012 senilai Rp50 miliar, 8 persen untuk Zulkarnaen, 1,5 persen Vasco/Syamsu, 3,25 persen Fadh, 2,25 persen Dendy, dan satu persen kantor.

Roni melanjutkan, Fadh bergerak menawarkan pengadaan laboratorium komputer kepada Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia,Abdul Kadir Alaydrus dengan syarat fee 15 persen dari nilai proyek. Karena tidak memiliki spesifikasi di bidang peralatan komputer, Alaydrus menawarkan pada Direktur PT Cahaya Gunung Mas, Ahmad Maulana.

Tapi, saat proses lelang, Maulana malah meminjam PT Batu Karya Mas untuk mengikuti proses lelang. Agar lelang dimenangkan, sebelum pengumuman, Zulkarnaen, Dendy dan Fadh mengintervensi Sesditjen Pendidikan Islam, Affandi Mochtar dan Kepala Biro Perencanaan, Syamsudin dengan tujuan memenangkan PT Batu Karya Mas.

Intervensi serupa juga dilakukan Zulkarnaen untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dan PT Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pelaksana pengadaan Al Quran. Zulkarnaen dalam rekaman percakapan telepon meminta Dirjen Bimas Nasaruddin Umar 'menggeser' posisi PT Macanan Jaya Cemerlang yang berada dalam nomor urut satu di atas PT Adhi Aksara Abadi.

Tindakan ketiganya menjadikan PT Adhi Aksara Abadi dan PT Sinergi Pustaka Indonesia meraih pengadaan Al Quran di Ditjen Bimas. Begitu pula PT Batu Karya Mas untuk pengadaan laboratorium komputer MTs di Ditjen Pendis TA 2011.

Sebagaimana kesepakatan pemberian fee, Alaydrus memberikan bagian keuntungan dari pelaksanaan ketiga proyek di Kemenag melalui perusahaan Zulkarnaen dan Dendy, PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN). Alaydrus melakukan pemindahbukuan Rp4,74 miliar ke rekening PT PJAN dan memberikan cek dengan nominal Rp9,25 miliar melalui Syamsurachman.

“Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa I dan II telah menerima uang fee sejumlah Rp14,39 miliar melalui PT PJAN. Uang fee diperoleh dari keuntungan pekerjaan pengadaan laboratorium komputer MTs TA 2011, serta pengadaan Al Quran TA 2011 dan 2012 yang berasal dari APBN-P dan APBN. Sudah selayaknya terdakwa I dan II mengembalikan total uang yang telah dinikmati,” ujar Roni.

Seusai sidang pembacaan tuntutan, Zulkarnaen, Dendy, dan pengacaranya Erman Umar menyatakan keberatan. Erman mengatakan, tuntutan dibuat tidak sesuai fakta di persidangan. Dari sekian banyak saksi, hanya kesaksian Fadh yang mendukung tuntutan jaksa. Sebagian besar tidak mendukung tuntuan, seperti pertemuan di DPR pada September 2011.

“Fakta pertemuan di DPR terjadi bulan September. Sementara saksi-saksi bahkan Ketua Pelelangan Mashuri menyatakan bulan Juli, Fadh dan teman-temannya sudah melakukan pertemuan-pertemuan di Kemenag. Bagaimana mungkin Pak Zul dianggap memerintah dan menyuruh Fadh menjadi broker? Kalaupun ada sadapan, memang diakui, tapi niatnya bukan seperti yang dikatakan penuntut umum,” tuturnya.

Zulkarnaen merasa proses hukum terhadap dirinya sudah janggal sejak tahap penyidikan. KPK menetapkan Zulkarnaen sebagai tersangka sebelum melakukan pemeriksaan saksi-saksi terlebih dahulu. Kemudian, mengenai pengadaan di Kemenag, menurutnya bukan domain DPR. Selaku anggota Komisi VIII dan Banggar DPR, tidak mungkin mengambil keputusan seorang diri.

“Domain DPR adalah pembahasan. Dalam pembahasan itu, tidak mungkin hanya seorang Zulkarnaen Djabar bisa mengendalikan semuanya. Saya hanya salah satu dari tujuh anggota Banggar, ditambah dengan empat unsur pimpinan komisi dari fraksi yang berbeda-beda. Sangat mustahil. Lagipula kalau dianggap mengintervensi, kenapa dari Kemenag tidak mengkonfirmasi kepada pimpinan? Pokoknya yang lain-lain akan saya buka dalam pledoi. Saya minta keadilan,” tegasnya.

Sementara, Dendy menyatakan tidak pernah sekalipun memperkenalkan diri sebagai anak anggota DPR atau utusan senayan kepada Kemenag. Hal itupun sudah diungkapkan saksi-saksi di persidangan. Meski membantah mengintervensi, Dendy mengaku bersalah mencuri dokumen milik ayahnya, Zulkarnaen dan menerima uang dari Fadh yang kemudian disetorkan ke PT PJAN. Namun, semua itu perintah dari Fadh.

“Saya sudah mengakui menerima uang yang dibagikan Ketum Fadh. Saya melihatnya karena antara swasta dengan swasta. Kalau memang uang itu adalah suatu kesalahan, saya siap disalahkan, saya siap bertanggung jawab dan siap mengembalikan. Saya mohon doanya. Untuk lebih lengkapnya akan dikemukakan dalam pledoi kami dan pengacara kami nanti (16 Mei 2013),” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait