Yusril Minta MK Tafsirkan Definisi ‘Saksi’ dalam KUHAP
Berita

Yusril Minta MK Tafsirkan Definisi ‘Saksi’ dalam KUHAP

Pasal-pasal yang diuji secara kondisional bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), 28 H ayat (2), dan 28 J UUD 1945.

Ash/Nov
Bacaan 2 Menit
Yusril minta MK tafsirkan definisi Saksi dalam KUHAP, Foto: Sgp
Yusril minta MK tafsirkan definisi Saksi dalam KUHAP, Foto: Sgp

Majelis panel Mahkamah Konstitusi yang dipimpin Harjono beranggotakan Moh. Mahfud MD dan Ahmad Fadlil Sumadi menggelar sidang perdana permohonan pengujian UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang diajukan Yusril Ihza Mahendra. Yusril meminta uji tafsir ketentuan Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP dihubungkan dengan Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) jo Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP terkait hak tersangka untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan.  

 

Pasal-pasal yang diuji itu dihubungkan dengan asas negara hukum (Pasal 1 ayat 3), asas persamaan kedudukan di hadapan hukum (Pasal 27 ayat 1), asas jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil (Pasal 28 D ayat 1), kesempatan memperoleh keadilan (Pasal 28 H ayat 2), dan asas perlindungan terhadap HAM (Pasal 28 J) UUD 1945.

 

Pengujian itu dilakukan setelah pihak penyidik dan atau petinggi Kejaksaan Agung menolak empat orang saksi yang dinilai menguntungkan Yusril sebagai tersangka kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Depkumham. Empat orang saksi itu yakni Jusuf Kalla, Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gie, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dinilai mengetahui fakta seputar proyek Sisminbakum di Depkumham itu.   

 

Namun, keempat saksi yang diajukan itu ditolak Kejaksaan lantaran dianggap tak relevan atau tak memenuhi kualifikasi sebagai saksi yang melihat, mendengar, dan mengalami kasus itu. Menurut Yusril penolakan Kejaksaan Agung didasarkan atas definisi saksi dan keterangan saksi sesuai Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Kedua pasal itu menyebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan tentang peristiwa pidana yang ia lihat, dengar, dan alami sendiri.  

 

“Ketentuan Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP hanya relevan untuk saksi fakta yang melihat, mendengar, dan mengalami sendiri suatu peristiwa pidana. Tetapi untuk saksi yang menguntungkan tak selalu harus melihat, mendengar, dan mengalami sendiri,” kata Yusril di ruang sidang Gedung MK, Senin (01/11).      

                  

Yusril menegaskan pihak Kejaksaan menafsirkan saksi menguntungkan yang tidak melihat, dengar, atau alami sendiri suatu peristiwa pidana tidak dapat dijadikan saksi. Padahal, menurut dia, setiap keterangan yang ada relevansinya dengan perkara dan menguntungkan bagi tersangka/terdakwa, keterangan wajib dimuat dalam berita acara pemeriksaan. Demikian pula di sidang pengadilan, setiap keterangan saksi yang menguntungkan wajib dijadikan alat bukti yang sah.

 

“Jika keempat saksi itu tak dapat dikategorikan sebagai saksi sesuai Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP, hal ini jelas-jelas merugikan hak konstitusional saya sebagai tersangka,” tegasnya.                

 

Yusril menyadari bahwa KUHAP mengandung kelemahan yang hanya menerapkan kualifikasi saksi fakta sesuai Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Hal ini sebenarnya menjadi tugas lembaga legislatif untuk membuat definisi yang khusus yang dapat diberlakukan bagi saksi menguntungkan atau saksi a de charge (meringankan).

 

Lantaran menunggu revisi KUHAP yang tidak tahu kapan, makanya kami mohon MK mengisi kekosongan itu dengan cara memberikan tafsir atas Pasal 1 angka 26 dan 27 dihubungkan dengan Pasal 65 KUHAP jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP soal saksi menguntungkan/meringankan ini.”               

 

Meski demikian dalam petitumnya (tuntutan permohonan, red) Yusril meminta definisi saksi yang menguntungkan sebagaimana diatur Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP tidak harus dikualifikasikan sebagai orang yang melihat, mendengar, mengalami sendiri suatu peristiwa pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP.

 

“Pasal-pasal itu secara kondisional bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), 28 H ayat (2), dan 28 J UUD 1945,” tutur Yusril dalam petitumnya.     

 

Ketua panel hakim konstitusi Harjono mengatakan apa yang dipaparkan adalah persoalan yang berhubungan dengan kasus yang dialami pemohon. Sementara persidangan di MK hanya memeriksa norma KUHAP yang dipersoalkan. “Namun apa yang diutarakan sangat berharga untuk mendalilkan bahwa Anda benar-benar mengalami kerugian konstitusional,” kata Harjono.   

 

Terkait pasal yang menjadi batu uji ada sekitar 7 pasal dalam UUD 1945, Harjono mengingatkan agar pemohon bisa meyakinkan hakim MK bahwa hak konstitusional pemohon dirugikan. “Anda harus bisa meyakinkan hakim bahwa yang Saudara alami berkaitan atau bertentangan dengan hak konstitusional dari tujuh pasal itu,” tukasnya.

 


Namun Kejaksaan terkesan tidak akan terpengaruh pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Babul Khoir Harahap, mengatakan penyidikan terhadap Yusril tetap dilanjutkan. Proses penyidikan hampir rampung. Kejaksaan menganggap pemeriksaan saksi-saksi sudah hampir selesai. Kini, penyidik tinggal melengkapi keterangan Yusril dan Hartono. “Pemeriksaan saksi-saksi sudah hampir selesai semua,” ujarnya.

 

Kalaupun Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Yusril kelak, Babul Khoir berdalih itu urusan engadilan. “Ajukan saja ke pengadilan. Minta sama hakim,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait