Yusril: Sengketa Pilpres Tak Mengenal Perbaikan Permohonan
Sengketa Pilpres 2019:

Yusril: Sengketa Pilpres Tak Mengenal Perbaikan Permohonan

Tim Kuasa Hukum TKN Jokowi-Ma’ruf meminta MK hanya memeriksa permohonan pilpres yang teregistrasi pada 24 Mei.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Tim Kuasa Hukum BPN Jokowi-Ma'ruf serahkan berkas tanggapan permohonan sengketa pilpres yang diajukan paslon Prabowo-Sandi di Gedung MK, Kamis (13/6). Foto: RES
Tim Kuasa Hukum BPN Jokowi-Ma'ruf serahkan berkas tanggapan permohonan sengketa pilpres yang diajukan paslon Prabowo-Sandi di Gedung MK, Kamis (13/6). Foto: RES

Tim Kuasa Hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (paslon) nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyerahkan berkas tambahan ke bagian kepaniteraan. Berkas ini sebagai tanggapan/sanggahan atas permohonan sengketa Pilpres yang dilayangkan Tim Kuasa Hukum paslon nomor urut 02, Prabowo dan Sandiaga Salahuddin Uno pada 24 Mei lalu.  

 

“Kami menyerahkan tambahan berkas perkara yang sudah diterima Kepaniteraan MK. Yang penting dari tambahan berkara perkara ini mengenai tanggapan atau keterangan pihak terkait atas permohonan paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi yang disampaikan pada 24 Mei lalu,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra di Gedung MK, Kamis (13/6/2019).

 

Yusril mengkritik pengajuan perbaikan permohonan oleh Tim Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi pada Senin (10/6/2019) kemarin. Bagi Yusril, materi perbaikan ini menjadi satu hal yang layak untuk diperdebatkan. Pihaknya menollak adanya perbaikan atau perubahan permohonan Tim Kuasa Hukum Prabowo. Sebab, sesuai UU dan hukum acara MK tidak ada sengketa pilpres yang membolehkan dilakukan perubahan permohonan.

 

“Tapi, itu nanti tergantung pada sikap majelis hakim. Apakah akan diperiksa permohonan tanggal 24 Mei atau setelah adanya perubahan permohonan?” Baca Juga: Tim Hukum Prabowo Dalilkan Lima Modus Kecurangan Pilpres

 

Yusril berharap agar majelis hakim konstitusi memeriksa dan mengadili permohonan yang sudah diregistrasi pada 24 Mei 2019, lalu. Namun, Tim Kuasa Hukum TKN pun, kata Yusril, sudah siap membantah perubahan permohonan yang diajukan BPN. “Kami sudah siap, tapi belum kami serahkan hari ini. Itu hanya persiapan saja. Karena fokus kami tetap mempertahankan pendapat bahwa berkas permohonan 24 Mei yang dijadikan pegangan untuk memeriksa perkara sengketa pilpres ini,” tegasnya.

 

Anggota Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf, I Wayan Sudirta melanjutkan dalam sengketa hasil perselisihan pilpres tidak mengenal adanya perubahan perbaikan permohonan. Hal ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 475 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kecuali dalam sengketa hasil pemilu legislatif diperbolekan melakukan perbaikan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 474 ayat (3) UU Pemilu.

 

Pasal 475

(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya Pasangan Calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

(3) Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 474 ayat (3)

Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.

 

“Hal ini pun tertuang dalam Pasal 33 Peraturan MK No. 4 Tahun 2018 tentang Tata Cara Beracara dalam PHPU Presiden dan Wakil Presiden. Perbaikan permohonan dalam sengketa pilpres tidak boleh, kalau perbaikan sengketa hasil pemilu legislatif boleh,” kata I Wayan.

 

Dia menilai merujuk Pasal 475 UU Pemilu itu, Tim Kuasa Hukum TKN Jokowi-Ma’ruf tidak menemukan perolehan hasil pilpres dalam bentuk angka-angka termasuk selisih suara kedua paslon. Padahal, dalam Peraturan MK itu disebutkan permohonan yang tidak mencantumkan angka-angka itu bisa mengakibatkan permohonan niet ovankelijk verlaard (NO).

 

“Artinya, jika tidak memenuhi syarat penyusunan permohonan sengketa pilpres. Ini aneh, dan sangat fatal karena permohonan tidak memuat selisih suaranya,” kata dia

 

Terkait tudingan calon wakil presiden nomor urut 01, Ma’ruf Amin memiliki jabatan di BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah dan dana kampanye Jokowi, menurut Yusril hal tersebut tidak relevan dipersoalkan dalam sidang pilpres di MK. “Biarlah itu menjadi bagian dari propaganda paslon nomor urut 02. Tapi, sekalipun dibahas di MK, kami sudah siap menjawab dan menyanggahnya,” katanya.

 

Sebelumnya Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandi menyampaikan perbaikan permohonan pada Senin (10/6/2019) kemarin. Ada dua hal yang menjadi materi perbaikan permohonan. Pertama, Tim Kuasa Hukum BPN mempersoalkan jabatan cawapres Ma’ruf Amin yang masih tercatat sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah pada BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri yang seharusnya mengundurkan diri saat pencalonan.  

 

Hal itu jelas melanggar Pasal 227 huruf p UU Pemilu yang menyebutkan seorang calon atau bakal calon dia harus menandatangani satu informasi atau keterangan yang tidak boleh lagi menjabat satu jabatan tertentu ketika dia sudah sah mencalonkan diri. (Baca Juga: Jelang Sidang Sengketa Pilpres, Tim Kuasa Hukum BPN Siapkan Jutaan Bukti)

 

Kedua, dalam keterangan pers yang diterima Hukumonline, Tim Kuasa Hukum BPN mempersoalkan sejumlah kejanggalan dana kampanye. Salah satunya, temuan dalam laporan penerimaan sumbangan dana kampanye paslon 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada 25 April 2019. Dalam laporan ini tertulis sumbangan pribadi Jokowi berbentuk uang sebesar Rp 19.508.272.030 (Rp 9,508 miliar) dan bentuk barang sejumlah Rp 25.000.000 (Rp 25 juta).  

 

Anehnya, dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara/LHKPN Ir. Joko Widodo yang diumumkan KPU pada 12 April 2019, harta kekayaan berupa Kas dan Setara Kas hanya berjumlah Rp 6.109.234.704 (enam miliar seratus sembilan juta dua ratus tiga puluh empat ribu tujuh ratus empat rupiah). Pertanyaannya, apakah dalam waktu 13 hari saja, harta kekayaan Ir. Joko Widodo bertambah hingga sebesar Rp 13.399.037.326?    

Tags:

Berita Terkait