YLKI Fasilitasi Konsumen Gugat Layanan Smartfren
Utama

YLKI Fasilitasi Konsumen Gugat Layanan Smartfren

Upaya hukum dinilai penting agar layanan buruk tak terulang kembali.

FNH
Bacaan 2 Menit
Foto: Sgp
Foto: Sgp

Operator selular PT Smartfrend Telecom Tbk tampaknya harus bersiap-siap menghadapi upaya hukum yang mungkin akan dilayangkan konsumen. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan memfasilitasi konsumen yang merasa dirugikan atas gangguan layanan data yang terjadi pada 23-25 Maret lalu.

Layanan Smartfrend kepada konsumen khususnya pelanggan data (internet) terganggu akibat putusnya jaringan kabel submarine di antara Pulau Bangka dan Pulau Batam. Akibatnya, Smartfren hanya mampu melayani data dengan kapasitas sekitar 10 persen dari normal kapasitasnya dan mengakibatkan penurunan layanan terhadap pelanggan data (internet).

Menurut Ketua Divisi Legal and Public Complain YLKI, Sulastri, Smartfren diduga melakukan pelanggaran atas UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. khususnya pasal 8 ayat (1) huruf a dan f, pasal 9 ayat (1) huruf e dan k serta pasal 62 yakni mengenai sanksi pidana. Selain itu, Smartfrend juga diduga melanggar UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi khususnya pada pasal 15 ayat (1).

Dugaan pelanggaran tersebut, lanjut Sulastri, berdasarkan pada analisa kasus Smartfren yang telah dilakukan oleh YLKI. YLKI menemukan lima analisa kasus Smartfren yaitu pertama, gangguan terjadi sejak 23 Maret 2013 tetapi pihak Smartfren baru melakukan konferensi pers pada 27 Maret 2013. Hal ini menunjukkan tidak adanya sikap responsif dan ketidakpeduliannya pada konsumen.

"Gangguan 23 Maret, tapi baru konferensi pers 27 Maret. Ini bukti kalau pihak Smartfren tidak responsif dan tidak peduli terhadap konsumen," kata Sulastri dalam jumpa pers di Kantor YLKI Jakarta, Kamis (02/5).

Kedua, ketika gangguan putusnya kabel terjadi dan konsumen tidak dapat melakukan akses internet, namun iklan "anti lelet Smartfren" terus berlangsung di media. Analisa ini melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f UU Perlindungan Konsumen.

Ketiga, sikap Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) harusnya memberikan sanksi kepada Smartfren selaku pihak yang memiliki wewenang, keempat, pemberian kompensasi kepada pelanggan berupa tambahan kuota 50 persen seharusnya tak diberikan syarat harus mengisi ulang pulsa terlebih dahulu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: