Menurut Tulus, ada hal-hal yang harus diperhatikan pemerintah jika ingin menaikkan tarif listrik. “Misalnya di beberapa daerah masih banyak yang kekurangan listrik. Listrik di beberapa daerah masih byar pet (sering padam, RED), karena kurangnya kualitas penyediaan energi listrik. Karena itu masyarakat menuntut agar PLN meningkatkan kualitas penyediaan listriknya,” kata Tulus dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (29/12).
Sayang, tuntutan masyarakat akan kebutuhan listrik malah dijawab dengan kenaikan tarif, walaupun kenaikan itu hanya untuk 1.300 VA. Tulus memandang, penyesuaian tarif listrik yang terjadi seolah-olah menghilangkan kehadiran negara karena indikator yang dijadikan dasar adalah harga minyak dunia, inflasi dan kurs. Ini artinya negara telah melepasnya ke mekanisme pasar.
“Aneh indikator kenaikan tarif adalah inflasi, sementara kenaikan itu juga memicu inflasi,” ujar Tulus.
Untuk itu, YLKI berharap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat melakukan audit terhadap kebijakan kenaikan tarif tersebut. Audit juga harus dilakukan terhadap golongan tarif 1.300 VA, karena di golongan tarif ini, juga banyak kelompok masyarakat yang tidak mampu.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy menyampaikan kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif listrik memiliki plus minus. Pemerintah, kata Rinaldy, saat ini menetapkan tarif listrik untuk energi terbarukan (Feed in Tariff) dengan harga yang lebih tinggi dari yang dijual PLN. Hal ini dilakukan untuk melindungi investor agar mereka tertarik melakukan investasi.
Di sisi konsumen, pemerintah memberikan subsidi untuk masyarakat yang kurang mampu. Jika kebijakan ini berjalan dengan baik, maka tidak ada masalah. Namun permasalahannya adalah PLN sebagai perusahaan yang menjual kepada konsumen berada pada kondisi yang tidak nyaman. PLN di satu sisi sebagai public service company tetapi di sisi lain PLN juga dituntut untuk mengurangi subsidi.
“Sehingga sulit jadinya untuk menilai kinerja PLN. Apalagi PLN bertanggung jawab terhadap tiga kementerian yang masing-masing menuntut hal yang berbeda terhadap BUMN tersebut," papar Rinaldy. "Kementerian BUMN menuntut PLN harus untung, Kementerian Keuangan meminta PLN untuk mengurangi subsidi, sedangkan Kementerian ESDM menginstruksikan PLN harus menyediakan listrik at all cost.”
Rinaldy menilai penyesuaian tarif listrik adalah kondisi ideal dari kondisi yang tidak ideal. Dengan kondisi rasio elektrifikasi belum 100%, yaitu masih banyak masyarakat yang belum dapat menikmati listrik dan kondisi geografis Indonesia, Rinaldy menilai, harga tarif listrik yang tergantung harga internasional kurang tepat.
“Seharusnya pemerintah membatasi dampak-dampak internasional terhadap harga listrik untuk masyarakat. Ini untuk melindungi masyarakat yang terdampak,” pungkasnya.