YLBHI: Pernyataan Kapolri Sulut Tindakan Anarkis Massa
Berita

YLBHI: Pernyataan Kapolri Sulut Tindakan Anarkis Massa

Maksud Kapolri lebih kepada alih fungsi rumah yang dijadikan tempat beribadah bersama.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Alvon Kurnia Palma. Foto: SGP
Alvon Kurnia Palma. Foto: SGP
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) menyayangkan pernyataan Kapolri Jenderal Sutarman yang menyatakan rumah pribadi tidak boleh digunakan shalat Jumat dan kebaktian rutin. YLBHI menilai pernyataan tersebut berpotensi digunakan sebagai pembenaran bagi masa intoleran melakukan tindakan anarkis.

Demikian disampaikan Ketua YLBHI, Alvon Kurnia Palma, dalam surat terbukanya yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Sutarman yang diterima hukumonline, Jumat (6/6).

Menurut Alvon, tindakan anarkis jelas melanggar UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusian dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik. Pernyataan Kapolri tersebut merespon atas peristiwa penyerangan kelompok intoleran terhadap jemaat dan rumah saat akan melakukan kegiatan peribadatan di Sleman Yogyakarta, Kamis (29/5) pekan lalu.

Alvon melanjutkan, Kapolri sebagai pimpinan tertinggi institusi Polri semesti menjadi tauladan dan garda terdepan dalam proses penegakan hukum. Selain itu, Polri pun mesti menjamin terwujudnya toleransi beragama dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan sebagaimana tertuang dalam UUD 1945, UU No.39 Tahun 1999 dan UU No.12 Tahun 2005. 

Sesuai Tribrata Polri, institusi kepolisian berkewajiban memberikan perlindungan dan mengayomi masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban. “Catur Prasetya Polri juga menegaskan bahwa Polri harus memelihara perasaan tentram dan damai,” ujarnya.

Lebih jauh Alvin berpandangan, Kapolri harus menyadari betapa tindakan penyerangan terhadap kegiatan ibadah minggu di Sleman merupakan bentuk pelanggaran pidana. Bahkan, kejahatan  terhadap HAM yang mesti diberikan ganjaran hukuman berat.

YLBHI setidaknya telah memiliki banyak catatan terkait sejumlah peristiwa tindakan intoleran. Hal itu disebabkan kegagalan pihak kepolisian dalam memberikan perlindungan terhadap masyarakat maupun korban. Ironisnya, pelaku tindak kekerasan acapkali tidak diganjar hukuman maksimal.

Padahal Polri memiliki kewenangan penuh menindak tegas jika merujuk pada UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri, Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standard Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu juga Perkap No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Alvon menilai dari sejumlah rangkaian peristiwa intoleran di berbagai tempat, Polri dianggap acapkali tidak berada pada posisi netral. Padahal, sebagai aparat penegak hukum mesti berlaku netral saat berada di tengah masyarakat dalam menertibkan masyarakat.

“Sehingga berujung menjadi pada terjadinya sejumlah pelanggaran dalam melakukan proses penegakan hukumnya,” ujarnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, menampik tudingan Alvon. Menurutnya, pernyataan Kapolri lebih kepada soal alih fungsi rumah yang dijadikan tempat beribadah bersama. “Kalau masing-masing berdoa di rumah masing-masing itu adalah hal yang sifatnya masing-masing. Karena maksud Pak Kapolri itu tidak boleh ibadah di rumah, tapi rumah yang dialihfungsikan,” ujarnya di Gedung Mabes Polri.

Jenderal polisi bintang satu itu mengatakan, dalam mendirikan rumah ibadah terdapat beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Kementerian Dalam Negeri. “Itu ada SK bersamanya. Itu ada ketentuan-ketentuan mendirikan itu (rumah badah, red). Tentunya ini (perizinan, red) dilakukan oleh unsur-unsur Pemda,” ujarnya.

Terkait dengan proses hukum terhadap sejumlah pelaku, Polres Sleman terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Selain itu, kepolisian setempat terus melakukan upaya pencegahan dengan melakukan rapat koordinasi dengan Pemda setempat dan jajaran terkait, termasuk pihak TNI.

Menurutnya Boy, penyelidikan terus dilakukan. Pasalnya sejumlah identitas pelaku telah dikantongi pihak kepolisian. Oleh karena itu pihak kepolisian terus mengejar pelaku yang telah meninggalkan kota Gudeg tersebut. “Tinggal masalah waktu saja. Informasinya, pelaku meninggalkan kampung dan ini sedang dilakukan pengejaran oleh Polda Yogyakarta dan Polres Sleman,” pungkasnya.

Perlu diketahui, persitiwa intoleransi kembali terjadi di desa Ngalik, Sleman Yogyakarta, Kamis (29/5). Kali ini, peristiwa penyerangan terhadap kediaman Direktur Galang Press, Julius Felicius sekira pukul 21.30 WIB. Julius dihantam sebilah besi hingga menderita luka di bagian bahu.
Tags:

Berita Terkait