Yes!! Pekerja Migran Boleh Simpan Paspor Sendiri
Utama

Yes!! Pekerja Migran Boleh Simpan Paspor Sendiri

Pemerintah akan mendorong ASEAN untuk segera membahas rencana aksi guna mengimplementasikan konsensus.

Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Pos lapor pekerja migran di salah satu bandara di Indonesia. Foto: MYS
Pos lapor pekerja migran di salah satu bandara di Indonesia. Foto: MYS

Negara-negara anggota ASEAN telah membuat konsensus perlindungan buruh migran (ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers). Konsensus Manila itu berisi 62 poin yang disepakati dan diteken para pemimpin ASEAN. Dalam dokumen penting itu, Indonesia diwakili langsung Presiden Joko Widodo.

Penandatanganan Konsensus ASEAN tentang Buruh Migran itu tak lama berselang setelah Pemerintah dan DPR menyetujui RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia disahkan menjadi Undang-Undang. Konsensus ASEAN, bagi pemerintah, adalah langkah maju di kawasan Asia Tenggara dalam melindungi hak-hak pekerja migran.

Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta) Kementerian Ketenagakerjaan, Maruli Apul Hasoloan, mengatakan konsensus itu terdiri dari delapan bab, dan sebagian mengatur tentang hak dasar buruh migran dan anggota keluarganya, kewajiban negara pengirim dan penerima serta komitmen negara anggota ASEAN. Di dalamnya diatur antara lain tentang hak-hak dasar (fundamental rights) dan hak-hak khusus (specific rights)pekerja migran.

(Baca juga: ASEAN Sepakati Konsensus Perlindungan Buruh Migran).

Salah satu hak fundamental yang disepakati para pemimpin ASEAN adalah hak dasar pekerja migran untuk memegang paspor dan dokumen asli yang berkaitan dengan pekerjaan dan personal. Hak ini akan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan negara penerima. Dalam poin ke-9 konsensus disebutkan: “Migrant workers have the right to hold their own passport and original government-issued work and personal documents subject to laws, regulations, and policies of the Receiving State”.

Kesepakatan ini mencegah penahanan paspor atau dokumen kependudukan dan dokumen kerja buruh migran. Selama ini, majikan atau perusahaan pengerah tenaga kerja acapkali menahan paspor pekerja migran sehingga pekerja tak bisa berbuat banyak.

Pada bagian lain Konsensus disebutkan pula hak dasar pekerja migran untuk mendapatkan kunjungan dari anggota keluarganya (visited by their family members) untuk tujuan dan dalam jangka waktu yang dibenarkan oleh perundang-undangan negara penerima. Selain itu, pekerja migran berhak mendapat akses ke kantor perwakilan negaranya di negara penerima, termasuk pula bergerak dari suatu daerah ke daerah lain di negara tersebut sepanjang diperbolehkan perundang-undangan.

(Baca juga: Dibahas Dua Periode, Akhirnya RUU Perlindungan Pekerja Migran Disetujui).

Selain hak dasar, ada pula hak spesifik yang dimiliki pekerja migrant. Bab 4 Konsensus menyebut antara lain hak untuk mengakses informasi mengenai pekerjaan mereka, kondisi kerja, lembaga perekrut baik di negara asal maupun di negara penempatan. Pekerja berhak mendapat remunerasi yang adil. Mengirim dan menabung penghasilannya dalam berbagai cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara penempatan. Buruh migran punya hak untuk mengajukan keluhan ketika mengalami sengketa ketenagakerjaan sesuai hukum yang berlaku, seperti pemutusan dan pelanggaran kontrak kerja. Selain itu buruh migran berhak bergabung dengan serikat buruh dan berorganisasi.

Walau norma yang diatur dalam konsesnsus itu sudah baik, Maruli merasa itu saja tidak cukup karena harus ada peraturan turunan sehingga konsensus itu dapat terlaksana di negara-negara anggota ASEAN. Perlu juga dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya. Jadi, penting bagi negara anggota ASEAN untuk menyusun rencana aksi. “Selain konsensus, harus dibentuk juga rencana aksi,” kata Maruli di Jakarta, Jumat (17/11).

Direktur Pengembangan Pasar Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Roostiawati, mengatakan implementasi konsensus harus dikawal oleh masyarakat. Rencananya, ASEAN akan menggelar pertemuan untuk menyusun rencana aksi bersama pelaksanaan konsensus. Kementerian Ketenagakerjaan sudah menyusun draft rencana aksi yang akan dibahas bersama organisasi masyarakat sipil.

Perempuan yang disapa Roos itu menjelaskan rencana aksi itu mengatur kegiatan apa saja yang dibutuhkan dalam rangka mengimplementasikan konsensus. Misalnya, anggota ASEAN saling bertukar informasi tentang pasar kerja. Kemudian, keahlian dan keterampilan yang diakui setiap negara anggota ASEAN.

(Baca juga: Ditunggu, Instrumen Perlindungan Buruh Migran ASEAN).

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, menilai konsensus itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap anggota ASEAN. Juga tidak melahirkan sebuah lembaga yang fokus membidangi isu buruh migran di ASEAN. Wahyu tidak yakin ketentuan yang tercantum dalam konsensus itu terlaksana, karena tidak ada lembaga yang dibentuk untuk memastikan kesepakatan itu berjalan. “Harusnya kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk konvensi sehingga legally binding,” usulnya.

Konsensus juga tidak mengatur batas waktu implementasi. Wahyu yakin terlaksananya konsensus ini sangat tergantung pada kemauan politik setiap negara anggota ASEAN. Namun, pemerintah Indonesia bisa menggunakan konsensus ini untuk mengevaluasi kerjasama yang telah dijalin dengan negara penempatan seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Tujuannya untuk menyelaraskan ketentuan yang diatur dalam kerjasama itu dengan amanat konsensus. “Indonesia bisa memimpin negara pengirim buruh migran untuk mendorong konsensus ini ke tahap pembentukan instrumen yang lebih mengikat,” pungkas Wahyu.

Tags:

Berita Terkait