Yayasan Menolak Pengesahan RUU Ormas
Berita

Yayasan Menolak Pengesahan RUU Ormas

Dinilai membatasi kegiatan yayasan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Yayasan Menolak Pengesahan RUU Ormas
Hukumonline

Sejumlah Yayasan yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) menyatakan menolak RUU Ormas. Pasalnya, RUU itu mengandung ketentuan yang ditengarai bakal membatasi kerja-kerja yayasan yang saat ini tergolong bebas dilakukan ke tengah masyarakat.

Menurut anggota KKB dari Yayasan Persahabatan Indonesia Kanada (YAPIKA), Fransisca Fitri, RUU Ormas sangat luas mendefinisikan ormas sehingga segala bentuk organisasi yang dibentuk masyarakat bakal diatur dan diawasi.Termasuk Yayasan yang bergerak di bidang keagamaan, sosial, pendidikan, kesehatan, SDM, profesi, seni sampai budaya.

Bahkan, Fitri menyebut paguyuban keluarga ikut diatur. Begitu pula dengan wilayah, ormas dan yayasan yang ada dari tingkat desa sampai ibukota tak luput dari aturan RUU Ormas. Baik yang dibentuk warga biasa, tokoh masyarakat, agama, sampai swasta. Dari semua organisasi yang tidak diatur dan diawasi RUU Ormas menurut Fitri hanya organisasi sayap partai politik (Parpol).

Fitri menyebut koalisi sudah mempertanyakan kenapa hanya organisasi underbow Parpol yang mendapat pengecualian. Menurutnya, pihak DPR dan pemerintah beralasan UU Parpol sudah mengatur perihal organisasi sayap tersebut, sehingga tidak perlu diatur lagi dalam RUU Ormas. Tapi, ketika mengecek dalam UU Parpol, Fitri mengaku hanya menemukan satu ketentuan yang mengatur organisasi underbow Parpol. Hal yang diatur dalam ketentuan itu pun menurutnya sangat minim karena hanya menjelaskan Parpol dapat membentuk organisasi. Sedangkan pengaturan menyeluruh tidak ada.

Mengacu alasan pemerintah dan DPR itu, Fitri berpendapat seharusnya Yayasan mengacu pada UU Yayasan dan Ormas mengacu Statblad Perkumpulan. Sayangnya, hal tersebut tidak terjadi dan DPR sampai sekarang masih berkeinginan kuat untuk secepatnya mengesahkan RUU Ormas. Anasir itu menurut Fitri semakin jelas karena pengesahan RUU Ormas tertunda pada masa persidangan DPR sebelumnya. Mengacu peraturan yang ada, RUU Ormas harus disahkan dalam masa sidang kali ini. “Ada 8 dari 9 fraksi yang setuju meningkatkan pembahasan RUU Ormas ke tahap selanjutnya, sidang paripurna,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/6).

Apa saja yang diatur RUU Ormas terhadap Yayasan, Fitri melihat mulai dari AD/ART sampai pemberlakuan sejumlah larangan. Misalnya, pasal 36 RUU Ormas, mengatur lebih jauh kategorisasi materi AD/ART Yayasan. Kemudian, pasal 60 RUU Ormas, menerapkan larangan untuk tidak menerima atau memberikan sumbangan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Serta tidak boleh mengumpulkan dana untuk Parpol.

Soal larangan itu Fitri berpendapat yayasan yang mencakup kelompok agama minoritas yang tidak diakomodir pemerintah dalam peraturan, maka dilarang untuk memberi atau menerima dana sumbangan. Persoalan RUU Ormas terhadap Yayasan tidak hanya itu, Fitri melihat ada kerancuan dalam penerapan sanksi administratif. Misalnya, sebuah Yayasan dianggap melakukan pelanggaran, pemerintah dapat secara langsung menerapkan pembekuan sementara. Padahal, dalam UU Yayasan, ada mekanisme yang ditempuh secara hukum ketika sebuah Yayasan melakukan pelanggaran.

Mengingat DPR berencana mengesahkan RUU Ormas pekan depan, Fitri mengatakan waktunya sangat sedikit bagi organisasi masyarakat sipil untuk berupaya agar pengesahan itu tidak dilakukan. Apalagi, terdapat beberapa organisasi masyarakat sipil yang tadinya menolak RUU Ormas namun saat ini terlihat tenang karena kepentingannya sudah diakomodir DPR. Misalnya, ada organisasi keagamaan yang menolak RUU Ormas karena mewajibkan Pancasila sebagai asas. Tapi dalam RUU Ormas sekarang, Fitri melihat ketentuan itu sudah tidak ada.

Walau begitu, koalisi menilai RUU Ormas bukan hanya bermasalah di setiap pasalnya, tapi cara berpikir sejak awal tentang Ormas dinilai sudah salah. Sehingga, segala ketentuan yang terdapat dalam RUU Ormas dirasa patut untuk ditolak. Namun, sedikitnya waktu yang tersisa sebelum RUU Ormas disahkan tidak membuat koalisi mundur. Fitri mengatakan koalisi tetap pada tujuannya menolak pengesahan RUU Ormas. Serta mendesak UU No.8 tahun 1985 tentang Ormas dicabut dan diganti UU Perkumpulan.

Pada kesempatan yang sama anggota koalisi dari Eka Tjipta Foundation, Timotheus Lesmana Wanadjaja, mengatakan menolak RUU Ormas karena ketentuan yang termaktub di dalamnya sangat rancu dan tumpang tindih. Hal tersebut dilihatnya mulai dari defenisi tentang Ormas yang mencakup semua organisasi. Sebagaimana Fitri, Timotheus mengatakan koalisi harus melakukan upaya nyata dengan segera untuk berkampanye secara gencar agar RUU Ormas dibatalkan.

Sebelumnya, Mendagri, Gamawan Fauzi , mengatakan pembahasan RUU Ormas hampir rampung seluruhnya. Terkait Yayasan, ia mengatakan tidak ada masalah dengan RUU Ormas. Selain itu masyarakat yang membentuk Ormas dapat memilih apakah bentuknya berupa Yayasan atau tidak.

Walau mengakui RUU Ormas masih mendapat kritik dari masyarakat, Gamawan mengatakan pemerintah berupaya melakukan sosialisasi. Diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang berkeberatan dengan RUU Ormas. “Kami adakan pertemuan terus-menerus (dengan kelompok masyarakat,-red),” ucapnya kepada wartawan di DPR, Rabu (19/6).

Gamawan menyebut lewat RUU Ormas pemerintah berharap agar penyelenggaraan negara dapat berlangsung dengan tertib. Pasalnya, negara bukan hanya terdiri dari pemerintah saja tapi juga masyarakat sipil. Soal dana asing, Gamawan mengatakan RUU Ormas hanya mewajibkan untuk melapor. Sehingga, pemerintah dapat mengetahui kemana dana itu akan ditujukan.

Tags:

Berita Terkait