Yap Thiam Hien: Pelita Bantuan Hukum yang tak Kunjung Padam
Tajuk

Yap Thiam Hien: Pelita Bantuan Hukum yang tak Kunjung Padam

Salemba, 14 Maret 1963. Ruang kafetaria kampus Universitas Indonesia. Sebanyak 14 tokoh dari beberapa daerah bertemu. Para tokoh advokat itu saling bertukar pikiran di sela-sela Seminar Hukum Nasional I. Meski berlangsung rileks di kafetaria, ajang pertemuan itu justeru berhasil mengusung sebuah ide besar pendirian Persatuan Advokat Indonesia (PAI), yang kemudian menjadi Peradin.

Bacaan 2 Menit

 

Ia memang mendapatkan gelar Mesteer in de Rechten dari Universitas Leiden pada 1947 dan doktor kehormatan dari Vrije University, Amsterdam. Setahun setelah bergelar Mr, Yap kembali ke tanah air, lantas menjalankan profesi sebagai advokat.

 

Semula ia mengkhususkan diri sebagai pengacara di kalangan warga Tionghoa di Jakarta. Tetapi sejak 1950, ia bergabung bersama John Karuwin, Mochtar Kusumaatmadja dan Komar membuka lawfirm. Pengalamannya di dunia advokasi makin bertambah setelah membuka kantor pengacara sendiri sejak 1970.

 

Tak pandang bulu

Semua orang yang bergelut dalam pemberian bantuan hukum mengakui ketokohan seorang Yap Thiam Hien. Bahkan oleh orang di luar komunitas hukum. Tokoh pers dan pendiri LBH Mochtar Lubis begitu terkesima dengan sikap dan prilaku Yap sehingga ia menyebutnya sebagai �pembela dan anak manusia yang kejujurannya 24 karat'.

 

Tidak sedikit pengacara yang mengumbar janji kemenangan kepada kliennya padahal ia tahu akan kalah jika dilihat dari ilmu hukum. Tidak sedikit pengacara yang sewaktu menerima klien semata-mata mempertimbangkan imbalan uang. Dan, Mochtar Lubis ingat kata-kata Yap Thiam Hien yang terkenal:

 

Apa yang hendak Saudara capai di pengadilan? Hendak menang perkara atau hendak meletakkan kebenaran saudara di ruang pengadilan dan masyarakat? Jika saudara hendak menang perkara, janganlah pilih saya sebagai pengacara Anda, karena pasti kita akan kalah. Tetapi (jika) saudara merasa cukup dan puas mengemukakan kebenaran saudara, maka saya mau menjadi pembela saudara.

 

Begitulah Yap mengungkapkan prinsip hidupnya dalam menjalankan profesi advokat. Dalam memilih klien tak pernah pilih-pilih. Bukan hanya tokoh-tokoh politik, tetapi juga membela seorang pedagang di Pasar Senen yang tergusur. Saat perkara ini masuk pengadilan, Yap melabrak pengacara pemilik gedung yang menyebabkan pedagang tergusur. Bagaimana Anda bisa membantu seorang kaya menentang orang miskin?

 

Dalam memberi bantuan hukum tidak harus selalu kepada orang yang sepaham atau seideologi. Itu pula yang ditunjukkan Yap saat membela Dr Subandrio dan sejumlah tokoh PKI yang dituding melakukan tindak pidana subversi. Pembelaan Yap yang serius dan teliti terhadap Subandrio kala itu membuat hakim-hakim Mahmilub jengkel. Apalagi selama ini Yap dikenal sebagai advokat yang anti-komunis. Ia malah bersedia membela Siauw Gok Tjan yang mendepaknya dari Baperki.

Tags: