Yang & Co Merangkul Masa Depan Industri Hukum
Terbaru

Yang & Co Merangkul Masa Depan Industri Hukum

Yang & Co akan mempertahankan posisinya di midsize law firm, membidik transaksi-transaksi strategis, mengembangkan praktik hukum di bidang pasar modal, dan lebih mengaktifkan lagi Divisi WTO Trade Remedies.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 5 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Digitalisasi dan perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar pada kehidupan manusia. Berbagai kemudahan dapat dirasakan langsung, meski tak selalu menjamin para penggunanya lepas dari risiko. Satu yang paling kentara, penggunaan internet yang menggeser sejumlah sistem konvensional, mulai dari cara kita berbelanja, belajar, pergi ke dokter, hingga cara kita bekerja.

 

Walaupun pada hakikatnya teknologi diciptakan untuk mempermudah manusia, bukan berarti temuan ini nihil ancaman. Kita mungkin sudah familier dengan istilah cyber crime—menunjuk pada semua jenis kejahatan yang dilakukan di dunia maya, meliputi pembajakan, pembobolan kartu kredit, sampai risiko pencurian data pribadi. Oleh karenanya, diterbitkanlah peraturan-peraturan demi memberikan pelindungan dan kepastian  hukum yang maksimal kepada masyarakat terhadap kejahatan siber.

 

Selain memberikan pelindungan kepada masyarakat, saat ini industri hukum sudah bergerak kian dinamis demi mengakomodasi dan mengikuti perkembangan zaman. Sejumlah kaidah maupun prinsip hukum konvensional, kini telah beralih ke digital, seperti kelahiran sistem peradilan elektronik (e-court) demi mendukung proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat, sederhana, dan berbiaya ringan; atau metode tilang elektronik (e-court). Untuk melindungi data pribadi sekaligus bentuk inovasi yang dilakukan oleh pembuat kebijakan, pemerintah juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) pada September 2022.

 

Managing Partner di Law Office Yang & Co, Christian memahami, pada dasarnya hukum harus adaptif dan inovatif. Ketimbang puluhan tahun lalu, salah satu perubahan yang paling terasa adalah di masa kini, banyak sekali kejahatan yang berhubungan dengan teknologi. Ini sebabnya, hukum pun harus berkembang dan berubah cepat mengikuti jenis kejahatan baru tersebut.

 

“Saya mengapreasiasi usaha pemerintah Indonesia dalam  mengikuti perkembangan zaman terkait dengan perkembangan teknologi ini, seperti adanya sandbox regulatory pada kegiatan usaha finansial berbasis teknologi. Namun, tidak dapat dimungkiri kejahatan terkait perkembangan teknologi berlari lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan hukum terkait teknologi. Oleh karena itu, penegak hukum kita harus tanggap dan terus menambah wawasannya demi melindungi kepentingan masyarakat luas. Edukasi hukum juga terus perlu ditingkatkan kepada setiap lini masyarakat, agar jangan sampai terjebak dengan kejahatan teknologi,” kata Christian.

 

Yang Terganti dan Tak Tergantikan karena Teknologi

Sebagai pengacara yang telah berpraktik lintas dekade, Christian sepakat bahwa era disrupsi membawa sejumlah perubahan. Salah satu yang cukup signifikan, yaitu dalam hal pengumpulan informasi. Ia memberi contoh, jika dahulu ia harus mendatangi instansi maupun kementerian terkait untuk mencari peraturan perundang-undangan, kini, seluruh kebutuhan tersebut dapat dilakukan di depan komputer hanya dengan klik.

 

Namun, kemudahan ini juga dapat memiliki sisi negatif. Tetap ada risiko kesalahan dalam interpretasi, jika informasi tidak dicari dari sumber hukum seharusnya (peraturan perundang-undangan) dan hanya melalui kata kunci. “Tanpa membaca keseluruhan isi dari peraturan tersebut, analisis tumpul dan informasi yang dihasilkan menjadi kurang lengkap atau berpotensi salah kerap terjadi. Terlebih kemampuan soft skill dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan personel instansi dan kementrian menjadi tidak terasah,” Christian menambahkan.  

 

Di sisi lain, sama seperti sektor lainnya, perkembangan teknologi akan memengaruhi profesi konsultan hukum, seperti proses perizinan perusahaan yang mulanya harus dilakukan secara manual. Kehadiran teknologi membuat proses perizinan yang mulanya terasa sulit, berjenjang, dan lama—menjadi lebih mudah karena dapat dilakukan secara online; meskipun implementasinya masih belum 100% berjalan dengan baik.

 

“Terus terang sistem informasi pemerintah dan personelnya belum 100% siap untuk 100% pelayanan dilakukan secara online. Berdasarkan pengalaman, sering kali kami harus menghadapi situasi di mana sistem error, tidak bisa diakses, atau kendala-kendala teknologi lainnya. Sehingga hal-hal yang diharapkan seharusnya lebih cepat secara online, juga menjadi penuh ketidakpastian. Oleh karena itu, apabila ada hal-hal tersebut, kami masih harus pergi langsung ke instansi terkait untuk mendapatkan bantuan atas kendala tersebut,” ujar Christian.

 

Penggunaan artificial intelligence (AI) selanjutnya menjadi perdebatan di kalangan profesional hukum. Pertanyaannya: apakah teknologi ini ancaman atau justru peluang?

 

 Christian optimis, kehadiran AI tidak akan menggantikan profesi konsultan hukum. Menurutnya, transaksi hukum bersifat unik. Perkara hukum di Indonesia juga sangat pelik dan membutuhkan análisis tajam, keterampilan khusus, serta jam terbang yang tinggi.

 

 “Secara khusus terkait dengan perkara litigasi, tidak dapat digantikan dengan AI, karena memerlukan analisis hukum dan strategi yang kompleks, terlebih harus dikaitkan dengan kepentingan klien yang bersangkutan. Dengan keunikan tersebut, maka akan sangat sulit bagi AI untuk dapat menggantikan profesi kosultan hukum. Di sinilah peran dari konsultan hukum untuk memberikan personal touch ke dalam si transaksi tersebut,” Christian menjelaskan.

 

Menjadi Adaptif dan Melek Perkembangan Zaman

Di Kantor Hukum Yang & Co, seluruh lawyers menyadari, untuk dapat bertahan di tengah perkembangan zaman, ia harus selalu mau mempelajari hal baru dari waktu ke waktu. Seorang lawyer harus siap untuk ‘melek’ perkembangan zaman. Seperti halnya perkembangan teknologi yang tak mengenal batas, setiap SDM-nya juga harus aktif meningkatkan kompetensinya dan tidak boleh membatasi diri di expertise tertentu, sehingga segala kebutuhan klien dapat dipenuhi.

 

“Kami tidak pernah mau terjebak dalam fokus spesialisasi, mengingat ‘tren transaksi’ tidak selalu bertahan selamanya. Dengan demikian, penting bagi kami untuk selalu memperluas spesialisasi kami, terlebih mengingat begitu cepatnya perkembangan zaman dan teknologi saat ini,” ujar Partner Yang & Co, Marco Mengko.

 

Ketika berhadapan dengan suatu transaksi, penting juga bagi lawyer untuk mengedukasi klien. Ini artinya, ada kewajiban untuk bertindak transparan dengan memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada klien, termasuk segala risiko setiap kasus atau transaksi. Tentu, agar proses edukasi ini dapat berjalan dengan maksimal, kemampuan berkomunikasi yang baik dari waktu ke waktu menjadi salah satu kualitas yang dimiliki para lawyers Yang & Co.

 

“Berdasarkan pengalaman kami, klien selalu menghargai waktu yang kita luangkan untuk bertemu dengan klien, membahas masalah-masalah yang dihadapi klien,” Marco menambahkan.

 

Adapun sebagai penyedia jasa hukum, selain 'pelayanan maksimal', penting bagi sebuah firma hukum untuk memastikan aspek bisnisnya berkelanjutan. Secara berkesinambungan, Yang & Co terus melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik di dalam maupun luar negeri. Yang & Co juga terus berusaha memperbarui diri baik dari sisi SDM yang dimiliki (partners maupun associates); pengembangan diri; leadership; dan tentu saja pengetahuan di bidang hukum. 

 

Yang & Co akan mempertahankan posisinya di midsize law firm, membidik transaksi-transaksi strategis, mengembangkan praktik hukum di bidang pasar modal, dan lebih mengaktifkan lagi Divisi WTO Trade Remedies,” pungkas Christian.

 

Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Law Office Yang & Co.

Tags:

Berita Terkait