Wilayah Abu-Abu Merek Terkenal
Utama

Wilayah Abu-Abu Merek Terkenal

Perlu pengaturan lebih lanjut mengenai kriteria merek terkenal

HRS
Bacaan 2 Menit

Tampaknya, kriteria ini masih dianggap kurang memuaskan para praktisi hukum. Beberapa putusan majelis masih menganggap suatu merek tidak terkenal meskipun telah terdaftar di banyak negara dan berpromosi besar-besaran, sebut saja merek Wara-Wara asal Jepang. Merek ini dinyatakan tidak sebagai merek terkenal karena hanya berinvestasi di tiga negara, yaitu Korea, Cina, dan Hong Kong. “Memang diperlukan parameter yang jelas dan tegas mengenai hal ini. Inilah urgensi diterbitkannya PP tentang Merek Terkenal,” tutur Bimo lagi.

Berbeda, Riyo mengatakan meskipun peraturan pemerintah yang mengatur lebih rinci mengenai merek terkenal belum tersedia, pengadilan niaga maupun Mahkamah Agung Republik Indonesia telah membuat banyak putusan pengadilan yang adil dengan mempertimbangkan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Merek untuk menentukan kriteria suatu merek terkenal. Bahkan, pengadilan dan MA pernah memberlakukan ketentuan Pasal 16 ayat (3) TRIPs untuk mengisi kekosongan ketiadaan peraturan pemerintah sebagaimana yang diamanatkan Pasal 6 ayat (2) UU Merek.

Kendati demikian, Riyo megakui bahwa pengaturan lebih lanjut dan rinci mengenai pemenuhan kriteria merek terkenal memang masih sangat dibutuhkan. Contohnya ketentuan yang mengatur jumlah minimum pendaftaran merek di beberapa negara di dunia yang dibutuhkan agar merek tersebut dapat dikatakan sebagai Merek Terkenal.

“Saya memandang bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai merek terkenal perlu dibuat agar Direktorat Merek dapat pula melakukan perlindungan terhadap Merek Terkenal dengan lebih sempurna,” ujar Riyo.

Sementara itu, Pakar Hukum Kekayaan Intelektual Insan Budi Maulana mengatakan tidak memerlukan peraturan khusus tentang merek terkenal. Menurutnya, hal itu demi independensi hakim dalam memberikan penilaian yang objektif. Lebih lagi, hal tersebut bertujuan untuk melindungi negara-negara berkembang dan usaha kecil menengah.

“Di negara manapun tida ada ditentukan dalam PP. Selama dia (pemilik merek, red) mempromosikan dan menggunakan merek tersebut, itu sudah cukup sebagai bagan pertimbangan dinyatakan sebagai merek terkenal,” tutur Insan kepada hukumonline.

Terpisah, Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Ahmad M Ramli mengatakan Ditjen HKI telah memperhatikan persoalan ini. Soalnya, implikasi dinyatakan suatu merek sebagai merek terkenal cukup besar. Hal ini dapat berdampak pada terhalangnya pendaftaran merek lain yang berbeda jenis dengan merek terdaftar yang telah dinyatakan sebagai merek terkenal.

“Kedudukannya akan lebih tinggi daripada merek yang tidak terkenal. Dia (merek terkenal, red) dapat mengcover banyak hal,” ujar Ramli ketika dihubungi hukumonline, Senin (17/6).

Atas hal itu, Ditjen HKI berfokus akan lebih merincikan kriteria merek terkenal. Dahulunya, Direktorat akan membuat peraturan pemerintah mengenai merek terkenal. Lantaran Direktorat berfokus memperbaiki undang-undang merek, Direktorat memutuskan untuk mengatur kriteria ini di dalam undang-undang ketimbang peraturan pemerintah. Adapun yang menjadi perhatian penyempurnaan kriteria merek terkenal adalah pengetahuan masyarakat akan merek tersebut dan banyaknya negara tempat merek tersebut terdaftar. Namun, Ramli menegaskan bahwa kriteria ini tidak akan dibuat terlalu mendetail karena Ramli tetap memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk menentukan keterkenalan suatu merek.

Terkait pengaturan keterkenalan merek, Ramli sedikit membandingkan ke Inggris. Menurutnya, Inggris tidak lagi membahas mengenai merek terkenal, tetapi sudah membahas ke merek yang termasyur. Ramli mengatakan merek termasyur lebih punya reputasi daripada merek terkenal. “Famous itu disamping terkenal punya reputasi dan grade. Dan Indonesia masih lebih ke well-known saja daripada famous,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait