Wilayah Abu-Abu BUMN Dalam UU Keuangan Negara
Berita

Wilayah Abu-Abu BUMN Dalam UU Keuangan Negara

Regulasi tak harmonis mencerminkan legislasi yang tidak mapan.

FNH
Bacaan 2 Menit

Kekayaan negara dalam BUMN hanya berupa saham, sesuai dengan Pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara, serta Pasal 4 ayat (1) serta penjelasan pasal 4 ayat (1) UU BUMN. Didu menilai, jika merujuk dari pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara, pasal 4 ayat (1) UU BUMN, dan teori Badan Hukum, maka Keuangan Negara pada BUMN hanya sebatas saham atau modal pada BUMN yang bersifat non-cash.

Kendati Mahkamah Konsitusi (MK) sudah mengeluarkan putusan No 77/PUU-IX/2011 tentang kekayaan negara pada BUMN, putusan tersebut tidak serta merta membatalkan konsep kekayaan negara pada BUMN. Beberapa pihak menilai, jika UU Keuangan Negara belum direvisi maka konsep tersebut tetap berlaku. Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa BUMN adalah badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan negara sehingga kewenangan pengurusan kekayaan usaha, termasuk penyelesaian utang-utang BUMN tunduk pada hukum perseroan terbatas berdasarkan pada UU No 40 Tahun 2007.

"Sekarang DPR lagi membahas UU Keuangan Negara, tapi saya tidak yakin akan cepat selesai. Karena banyak pihak yang diuntungkan dari UU tersebut," ungkapnya.

Mantan Kepala Pusat Penyelidikan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan konsep kekayaan negara pada tiap regulasi yang mengikat BUMN tidak saling sinkron. Akibatnya, ada perbedaan tafsir dari masing-masing pihak yang berkepentingan. "Pengaturannya saja sudah beda tiap regulasi, dan itu harus segera diperbaiki," kata Yunus.

Ia menilai, beberapa regulasi perlu diperbaiki agar tidak ada kesalahan pengaturan. Tidak hanya UU Keuangan Negara saja, tetapi juga UU Pemberantasan Tipikor dan UU Perbendaharaan Negara.

Sementara itu pakar hukum Syaiful Bahri, ketidakharmonisasi antar regulasi di Indonesia membuktikan legislasi yang tidak mapan. Ia mengatakan, penyelesaian tidak cukup hanya dengan judicial review, tetapi para penegak hukum terutama hakim juga harus mengikuti yurisprudensi yang sudah ada. "Poin pentingnya adalah revisi KUHP dan KUHAP," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait