Wicipto Setiadi:
“Kami Harus Selektif”
Edsus Lebaran 2012:

Wicipto Setiadi:
“Kami Harus Selektif”

Lembaga-lembaga layanan bantuan hukum di organisasi keagamaan tetap harus mengikuti verifikasi jika ingin mendapatkan dana bantuan hukum. Itu konsep yang dianut UU Bantuan Hukum.

HRS
Bacaan 2 Menit
Wicipto Setiadi Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Foto: Sgp
Wicipto Setiadi Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Foto: Sgp

Orang penting di balik penyusunan UU Bantuan Hukum dan peraturan pelaksanaannya adalah Wicipto Setiadi. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bukan saja bertugas menyusun, tetapi juga mensosialisasikannya kepada masyarakat. Saat ini pemerintah dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Dalam proses penyusunan, pemerintah dan DPR meminta masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Terutama dari mereka yang selama ini berkecimpung di bidang bantuan hukum. Lantas bagaimana posisi lembaga-lembaga bantuan hukum di organisasi keagamaan? Mantan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan itu menjelaskan kepada hukumonline. Berikut petikannya:

Bagaimana perkembangan pembahasan RPP Pelaksanaan UU Bantuan Hukum?

Perkembangan terakhir, waktu pas bulan puasa sudah selesai. Kami sudah tampung masukan-masukandari para pemangku kepentingan. Lalu, dipaparkan lagi. Masukan dari stakeholders masih bisa diakomodir.

Materi apa yang paling banyak disorot?

Yang paling banyak disorot terutama mengenai kriteria orang miskin. Sampai saat ini dari beberapa instansi belum ada satu kata mengenai kriteria orang miskin. Dari misalnya kementerian sosial, membuat kriteria sendiri. BPS juga membuat kriteria. Kemudian juga dari kantor wakil presiden, ada tim nasional mengenai kemiskinan. Kami tim penyusun tidak ingin membuat kriteria tersendiri. Waktu itu mendapat info dari kantor wakil presiden itu akan membuat database mengenai orang miskin dan sekaligus kriteria-kriterianya. Kalau dari kantor wakil presiden databasenya itu sudah selesai, kami lebih mudah, tinggal menggunakan itu saja.

Jadi, akan ada kriteria penerima bantuan hukum yang akan dipakai?

Kita tidak membuat kriteria sendiri, tapi kami mengacu pada, katakan kementerian Sosial. Kalau mereka sudah menentukan itu, ya tinggal dimasukkan. Tapi paling tidak, kita sudah ada acuannya dari Undang-Undang. Nanti ada surat keterangan tidak mampu atau SKTM. Tapi kami juga tidak terpaku pada SKTM itu karena banyak diprotes juga gitu loh. Karena memperoleh SKTM itu juga sulit dan tidak gratis. Jadi, kami lebih banyak ya sudah, kalau memang misalnya peserta jamkesmas, kalau dia memang mendapat raskin, bantuan langsung tunai, itu saja yang kita lebih berdayakan. Kalau memang mereka peserta jamkesmas, kan sudah pasti mereka orang miskin. Nanti, kalau database dari kantor Wakil Presiden sudah selesai, kita tinggal klik dari database itu, dan nanti kriteria orang miskin yang kita tentukan adalah diluar dari database itu.

Kapan target selesainya?

Setelah lebaran. Inikan masih banyak yang cuti. Minggu depan akan disisir lagi, untukkemudian setelah itu selesai dikirim ke Ditjen Peraturan Perundang-undangan untuk segera diproses harmonisasi. Untuk proses harmonisasi ini juga akan diundang para stakeholder lagi.

Berarti kurang lebih dua bulan lagi selesai?

Mudah-mudahan kurang dari dua bulan. Nanti kamiminta ke Ditjen Peraturan Perundang-undangan untuk diprioritaskan. Karena sebenarnya targetnya Juli-Agustus. Sekarang sudah lewat malah. Karena memang menyatukan pendapat para stakeholder tidak mudah, yaitu tadi diskusi yang cukup panjang itu mengenai kriteria miskin. Kemudian yang kedua yang cukup panjang juga miskinnya itu tidak hanya miskin finansial, tetapi juga miskin struktural. Undang-undangnya telah menentukan miskinnya miskin finansial.

Apa maksud miskin struktural?

Struktural itu yang selama ini diperjuangkan oleh para LBH adalah orang yang terpinggirkanataurentan seperti anakdan  perempuanyang terpinggirkan. Itu cukup lama diskusinya.

Dalam proses pembahasan ormas keagamaan ikut dimintai pendapat?

Ya, nggaklah. Tidak ada hubungannya dengan ormas keagamaan.

Bukankah Pemberi Bantuan Hukum itu terdiri dari LBH dan organisasi sosial kemasyarakatan?

Ormas yang mempunyai program bantuan hukum. Jadi titiknya di ormas saja. Jadi, ormas-ormas yang hanya mempunyai bantuan hukum. Kalau ormas-ormas yang tidak mempunyai program bantuan hukum, tidak (dimintai pendapat).

Bukankah ada ormas keagamaan yang punya layanan bantuan hukum, misalnya di NU?

Ya (ada).

Apa lembaga semacam ini juga diminta pendapatnya?

Selama ini kami lebih banyak kepada LBH, kemudian Peradi. Ada juga LBH APIK, jaringan paralegal, para dosen(pengelola biro bantuan hukum), dan organisasi lain.

Berarti ormas keagamaan belum diminta pendapat?

Karena belum spesifik. Kalau memang mereka nanti menjalankan atau mempunyai program bantuan hukum tinggal mengajukan ini saja kepada kami untuk bisa mengakses penyelenggara bantuan hukum. Itu saja. Untuk diminta pendapat, orang yang bergerak di LBH, Peradi, itu sudah cukup mewakili yang lain. Kalau semua ormas dimintai pendapatnyamalah tidak selesai-selesai. Bisa mundur lagi dari jadwal yang sekarang.

Bagaimana posisi lembaga bantuan hukum di ormas keagamaan?

Kalau mereka itu posisinya sebagai pemberi bantuan hukum. Penerima bantuan hukumnya itu nantinya masyarakat miskinnya. Jadi, nanti kami hanya berhubungan dengan pemberi bantuan hukum. Pemberi bantuan hukum itu LBH atau organisasi kemsyarakatan yang punya program bantuan hukum.

Apakah ormas keagamaan berhak menerima dana bantuan hukum?

Asal mengajukan. Nanti ini kan ada verifikasi dan akreditasi. Siapa siapa,LBH atau ormas-ormas apa saja yang akan memberi bantuan hukum mengajukan kepada kami. Syarat-syaratnyaseperti yang ditentukan Undang-Undang. berbadan hukum, mempunyai pengurus, mempunyai kantor atau sekretariat yang tetap, kemudian mempunyai program bantuan hukum. Itu kami akan verifikasi. Jika syarat terpenuhi, mereka berhak memberikan bantuan hukum, dan mereka bisa mengakses dana bantuan hukum yang disiapkan oleh APBN.

Bagaimana jika pengurus ormas induknya melanggar hukum, apakah LBH di ormas bisa dibubarkan?

Prinsipnya kami akan mempermudah. Misalnya ormas atau lbh mempunyai cabang di daerah-daerah, badan hukumnya satu yang kami pegang. Jadi, kami tidak akan mempersyaratkan di masing-masing daerah itu harus ada badan hukumnya. Tapi misalnya YLBHI. YLBHI itu kan mempunyai beberapa cabang di daerah-daerah. Ya sudah, kami nanti yang dipersyaratkan adalah badan hukum yang di Jakarta itu.

Maksud saya, bagaimana jika ormas induk yang didirikan berdasarkan akta notaris ini dibubarkan karena beberapa pengurusnya melanggar hukum, apakah layanan bantuan hukumnya  ikut dibubarkan bersama ormas induknya?

Tentu saja pembubaran-pembubaran itu harus melalui prosedur. Tidak semudah langsung bubar,karena itu mesti melalui prosedur yang telah ditentukan. Kami akan ikut dulu saja prosedur. Selama belum ada keputusan pembubaran, ya tetap saja masih bisa mengakses program penyelenggaraan bantuan hukum.

Jadi, LBH di organisasi keagamaan masih harus ikut verifikasi?

Nanti kami harus selektif betul.Akan ada panitia yang akan menentukan apakah suatu lembaga pemberi bantuan hukum lolos verifikasi atau tidak. Polanya begitu.

Berapa jumlah lembaga Penerima Bantuan Hukum seluruh Indonesia?

Kita sudah meminta data ke LBH-LBH.Tapi tidak ada data yang pasti. Ada sekitar tiga ratusan lebih.Tetapi tidak ada data yang valid.

Tags: