Waspadai Dua Pasal Penghambat Kepastian Hukum Arbitrase di Indonesia
Utama

Waspadai Dua Pasal Penghambat Kepastian Hukum Arbitrase di Indonesia

Berkaitan dengan eksekusi dengan bantuan pengadilan dan pembatalan putusan arbitrase asing.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Tercatat bahwa putusan arbitrase asing Pertamina melawan Karaha Bodas beberapa tahun lalu pernah dibatalkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggunakan Pasal 70 UU Arbitrase sebagai landasan. Tetapi permohonan banding ke Mahkamah Agung akhirnya menganulir pembatalan tersebut. Sejak saat itu belum pernah ada ketegasan sikap pengadilan secara khusus soal kewenangan pembatalan putusan arbitrase tersebut.

Persoalan lainnya yang menghambat kepastian hukum putusan arbitrase asing adalah pasal 66 UU Arbitrase. Tertera bahwa eksekusi putusan arbitrase bisa dilakukan selama tidak bertentangan dengan ‘ketertiban umum’. Batasan ini juga berlaku untuk putusan arbitrase nasional berdasarkan pasal 62 UU Arbitrase.

“Pengadilan di luar negeri memberikan definisi lebih sempit soal apa itu ketertiban umum melalui yurisprudensi yang mengikat, sementara di Indonesia kurang jelas apa tafsirnya,”  kata Robie menjelaskan. Hal ini dirasakan olehnya membuat arbitrase di Indonesia sulit berkembang.

Bukan hanya tidak ramah dalam pelaksanaan eksekusi aset yang ada di Indonesia, namun Indonesia sebagai lokasi melakukan arbitrase asing pun tidak menarik. Seperti dijelaskan Robie sebelumnya, New York Convention mengatur putusan arbitrase asing bisa dibatalkan hanya oleh pengadilan negara di mana putusan tersebut dijatuhkan.

Definisi ‘ketertiban umum’ yang tidak pasti oleh pengadilan Indonesia membuat kepastian hukum putusan arbitrase menjadi goyah. Pengadilan terlalu leluasa menafsirkan ‘ketertiban umum’ tanpa batas yang jelas.

Padahal visi arbitrase adalah memberikan kepastian hukum yang kokoh dan lebih cepat dieksekusi daripada litigasi untuk sengketa komersial internasional. “Ini membuat pihak asing pun enggan melakukan arbitrase di Indonesia, peran pengadilan kurang mendukung,” ujarnya.

Robie membandingkan regulasi arbitrase Indonesia dengan Singapura dan Hong Kong. Keduanya bahkan dinilai berhasil membangun ekosistem kepastian hukum arbitrase di sana sebagai bisnis layanan jasa hukum yang menguntungkan negara. Banyak sengketa bisnis internasional yang melakukan arbitrase di lembaga-lembaga arbitrase Singapura dan Hong Kong.

Tags:

Berita Terkait