Waspada, Fintech dan Investasi Ilegal Meningkat Jelang Lebaran
Berita

Waspada, Fintech dan Investasi Ilegal Meningkat Jelang Lebaran

Meningkatnya kebutuhan masyarakat menjelang lebaran perlu diikuti kewaspadaan agar tidak menjadi korban fintech illegal.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing. Foto: RES
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing. Foto: RES

Menjelang lebaran kebutuhan pendanaan masyarakat cenderung meningkat. Masyarakat memanfaatkan berbagai peluang untuk mendapatkan penambahan dana termasuk menggunakan layanan fintech dan investasi. Sayangnya, di tengah kebutuhan tersebut, masyarakat berisiko menggunakan layanan fintech dan investasi ilegal yang mengakibatkan kerugian.

Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi (SWI) hingga April kembali menemukan 86 platform fintech peer to peer lending ilegal dan 26 kegiatan usaha tanpa izin yang berpotensi merugikan masyarakat. SWI meminta masyarakat untuk semakin waspada terhadap penawaran dari entitas fintech lending dan investasi ilegal yang memanfaatkan momentum menjelang Lebaran.

Fintech lending dan penawaran investasi ilegal ini masih tetap muncul di masyarakat. Menjelang Lebaran dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, kewaspadaan masyarakat harus ditingkatkan agar tidak menjadi korban,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, Rabu (5/5).

Tongam mengatakan, pihaknya selalu berusaha mengingatkan masyarakat bahwa sebelum memanfaatkan fintech lending dan mencoba berinvestasi harus memahami legalitas atau izin dari perusahaan itu dan melihat logika dari penawaran keuntungan yang ditawarkan sesuai dengan nilai yang wajar. (Baca: Bappebti Ingatkan Masyarakat Waspada Penawaran Investasi Ilegal)

“Terlebih lagi menjelang lebaran ini masyarakat mendapatkan THR sehingga diharapkan tidak menempatkan dana THR tersebut pada penawaran-penawaran investasi ilegal,” kata Tongam.

Menurut Tongam, saat ini juga ada beberapa entitas yang mengaku bahwa perizinan atau legalitasnya “clear and clean” dari Satgas Waspada Investasi OJK. “Kami tegaskan bahwa Satgas Waspada Investasi tidak ada kaitannya dengan pengurusan perizinan atau legalitas kegiatan usaha, oleh karena itu masyarakat diminta tidak ikut kegiatan perusahaan yang membawa-bawa nama Satgas Waspada Investasi dalam pemasarannya,” katanya.

Dalam operasionalnya, Satgas juga menemukan kegiatan penghimpunan sumbangan dari masyarakat dengan program Saling Jaga dari Kitabisa.com diduga merupakan kegiatan perasuransian sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, sehingga harus mendapatkan izin usaha perasuransian dari OJK.

Oleh karena itu Satgas Waspada Imvestasi bersama pengurus Kitabisa.com telah menyepakati untuk menghentikan kegiatan program Saling Jaga sebelum memperoleh izin kegiatan usaha perasuransian dari OJK.

Satgas meminta masyarakat untuk menanyakan langsung kepada Kontak OJK 157 atau WA 081157157157 bila ingin memanfaatkan fintech lending atau mengikuti investasi, ataupun jika ingin melaporkan adanya kegiatan fintech lending dan investasi yang berpotensi merugikan masyarakat.

Menurut Tongam, pihak SWI yang terdiri dari 13 kementerian dan lembaga akan terus melakukan patroli siber rutin yang frekuensinya akan terus ditingkatkan sejalan dengan masih banyaknya temuan fintech lending dan penawaran investasi ilegal melalui berbagai saluran teknologi komunikasi di masyarakat.

Sejak tahun 2018-April 2021 ini Satgas sudah menutup sebanyak 3.193 fintech lending ilegal. Sementara dari 26 entitas investasi ilegal yang ditemukan pada April, di antaranya melakukan kegiatan 11 Money Game, 3 Investasi Cryptocurrency tanpa izin, 1 Penyelenggara sistem pembayaran tanpa izin, 2 Penyelenggara pembiayaan tanpa izin dan 9 kegiatan lainnya.

Satgas Waspada Investasi juga menyampaikan bahwa terdapat satu entitas yang ditangani Satgas telah mendapatkan izin usaha yaitu Snack Video, sehingga dilakukan normalisasi atas aplikasi yang telah diblokir.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito menyampaikan pihaknya melalui Satgas Waspada Investasi terus menutup layanan fintech dan investasi ilegal yang bermunculan. Kemudahan teknologi dimanfaatkan pelaku membuat aplikasi dengan mudah, meski berkali-kali diblokir. Khusus investasi ilegal, OJK mencatat kerugian masyarakat mencapai Rp 114.9 triliun sepanjang 2011-2020.

Sarjito mengimbau agar masyarakat menggunakan fintech dan investasi yang berizin dan terdaftar di OJK. Dia menjelaskan masyarakat yang menjadi korban fintech dan investasi ilegal tidak termasuk konsumen yang didefenisikan dalam Undang Undang 21 Tahun 2011 tentang OJK.

“Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di lembaga jasa keuangan antara lain nasabah pada perbankan, pemodal di pasar modal, pemegang polis pada perasuransian, dan peserta pada dana pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan,” jelas Sarjito mengutip UU OJK, Selasa (12/4).

Sementara itu, Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara menyampaikan pihaknya telah menutup 1.200 fintech dan 390 kegiatan investasi ilegal sepanjang 2020. Dia menyampaikan masyarakat mudah tergiur dengan kemudahan dan imbal hasil tinggi dari fintech dan investasi ilegal. Padahal, risiko kerugian masyarakat sangat tinggi sehingga dia mengimbau agar masyarakat tidak bertransaksi dengan fintech dan investasi ilegal.

Tirta menyampaikan rendahnya literasi keuangan menjadi salah satu faktor masih banyak masyarakat bertransaksi dengan fintech dan investasi ilegal. Kemudian, dia juga mengatakan kemajuan teknologi membuat pelaku fintech dan investasi ilegal sulit ditindak karena dapat beroperasi tanpa temu fisik dan lokasi kantor yang tidak jelas.

“Perkembangan teknologi informasi mendorong praktik fintech dan investasi ilegal. Dengan teknologi membuat ilustrasi dengan menampilkan tokoh-tokoh dan influencer jadi lebih murah. Mereka juga tidak punya kantor fisik, yang abal-abal kami temukan mereka hanya punya satu ruko tapi layanannya sangat luas seluruh Indonesia. Mereka lintas batas crossborder, ada juga yang di luar NKRI. Sehingga, sulit ambil tindakan hukum,” jelas Tirta.

Untuk itu, dia meminta masyarakat bijak dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Masyarakat juga diimbau mencari tahu legalitas dari perusahaan fintech dan investasi sebelum bertransaksi. Tirta menyampaikan pihaknya berupaya menyosialisasikan mengenai produk-produk jasa keuangan beserta risikonya kepada masyarakat agar memiliki pemahaman yang memadai.

 

Tags:

Berita Terkait