Wartawan Uji Aturan Pendirian Parpol
Berita

Wartawan Uji Aturan Pendirian Parpol

Pemohon disarankan segera menyerahkan bukti-bukti termasuk saksi/ahli sebelum perkara sebelumnya diputus.

ASh
Bacaan 2 Menit
MK kembali menguji UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)
MK kembali menguji UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menguji UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Kini, pemohonnya sembilan warga negara pro demokrasi dan HAM. Mereka menguji Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (2) huruf c, dan Pasal 51 ayat (1a) UU Parpol yang mengatur syarat pendirian Parpol yang dinilai memberatkan dan memakan biaya tinggi.         

 

Mereka yang tercatat sebagai pemohon adalah Damianus Taufan (aktivis), Goenawan S Mohammad (penulis/wartawan), Abdul Rahman Tolleng (mantan anggota DPR), Fikri Jufri (redaktur Tempo), Dana Iswara Basri (mantan presenter TV), M Husni Thamrin (aktivis), Budi Arie Setiadi (wartawan), Susy Rizky Wiyantini dan Sony Sutanto (aktivis). Sebagiannya akan mendirikan Parpol yang bernama Serikat Rakyat Independen (SRI).

 

“Persyaratan yang diatur dalam pasal itu untuk mendirikan Parpol baru sangat berat, butuh biaya besar, dan waktunya sangat singkat jika Parpol hendak mengikuti Pemilu 2014,” kata kuasa hukum pemohon, Andi M Asrun dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di ruang sidang Gedung MK Jakarta, Rabu (15/6).

 

Pasal 2 ayat (1) UU Parpol itu mengatur syarat parpol dibentuk paling sedikit 30 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi. Pasal 3 ayat (2) huruf c mensyaratkan Parpol yang berbadan hukum harus memenuhi syarat kepengurusan minimal 75 persen dari jumlah kabupaten/kota di setiap provinsi dan minimal 50 persen dari jumlah kecamatan di setiap kabupaten/kota.                    

 

Sedangkan Pasal 51 ayat (1a) mengatur verifikasi Parpol dan Parpol yang dibentuk harus selesai paling lambat 2,5 tahun sebelum Pemilu digelar. Sebelumnya, pengujian UU Parpol ini juga pernah dimohonkan oleh sejumlah partai gurem dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (DPP PKNU). Mereka menguji Pasal 51 ayat (1a) UU Parpol yang mengatur verifikasi Parpol.         

 

Dalam sidang panel pendahuluan yang diketuai Anwar Usman, Andi Asrun menegaskan secara umum UU Parpol telah mempersulit untuk mendirikan Parpol baru dengan persyaratan yang tidak masuk akal. “Mempersulit dalam arti persyaratannya sukar dipenuhi, berbiaya tinggi, dan waktu yang tersedia untuk verifikasi sangat singkat,” kata Andi Asrun.

 

Adanya persyaratan yang berat itu mengakibatkan tidak semua orang dapat melaksanakan haknya untuk berserikat sebagaimana dijamin Pasal 28 dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.

 

“Persyaratan pendirian Parpol yang demikian sulit berakibat terjadi pembatasan implementasi hak berserikat dan menghalangi hak memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif,” katanya. “Karenanya, pasal-pasal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 28 dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.”              

 

Soal biaya tinggi, Andi Asrun mencontohkan di Jawa Barat yang memiliki 615 kecamatan memerlukan biaya materai sebesar Rp11,070 juta dari hasil 615 dikalikan tiga orang pengurus dan Rp6000. “Bagaimana jika setiap kabupaten yang totalnya sekitar 502 memiliki rata-rata 25 kecamatan, maka keperluan biaya materai sebesar Rp225,9 juta. Ini belum termasuk sewa kantor seluruh kabupaten/kota di setiap provinsi minimal selama 4 tahun.”

 

Anggota panel, Harjono mengingatkan pemohon bahwa sudah ada dua permohonan perkara pengujian pasal serupa yakni pengujian Pasal 51 ayat (1a). Saat ini, kata Harjono, perkara itu tengah dalam pembahasan dalam rapat permusyawaratan hakim konstitusi untuk mengambil putusan. Karena itu, Harjono menyarankan pemohon segera memperbaiki permohonan dan menyerahkan bukti-bukti termasuk saksi/ahli sebelum perkara sebelumnya diputus.

 

”Kalau Anda bisa segera sampaikan, kita akan pertimbangkan apakah perkara sebelumnya akan diputus dulu atau akan diputus secara bersama-sama dengan perkara Anda,” kata Harjono. “Tetapi, terserah itu hak Anda untuk memanfaatkan waktu 14 hari perbaikan permohonan agar bisa lebih cepat ke tahap berikutnya,” saran Harjono.

 

Tags: