Warga Bekasi Ajukan Uji Materi Pertama UU Pelindungan Data Pribadi
Utama

Warga Bekasi Ajukan Uji Materi Pertama UU Pelindungan Data Pribadi

Permohonan ditujukan pada ketentuan pengecualian dari pelindungan data pribadi dalam UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Dua orang karyawan swasta asal Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi mengajukan permohonan uji konstitusional UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Permohonan terpisah keduanya menjadi upaya hukum pertama yang mempersoalkan konstitusionalitas UU PDP yang baru disahkan pada 17 Oktober 2022.

Uji materi UU PDP Pertama diajukan Leonardo Siahaan, karyawan swasta berusia 22 tahun dari Kabupaten Bekasi. Ia menguji Pasal 2 ayat (2) UU PDP yang berbunyi, “Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pemrosesan Data Pribadi oleh orang perseorangan dalam kegiatan pribadi atau rumah tangga”. Permohonan diterima Mahkamah Konstitusi pada Jum’at, 28 Oktober pukul 10.18 WIB atau 11 hari sejak UU PDP disahkan. Permohonan ini diberi nomor perkara 108/PUU-XX/2022.

Sedangkan uji materi UU PDP kedua diajukan Dian Leonaro Benny, karyawan swasta berusia 24 tahun dari Kota Bekasi. Ia menguji Pasal 15 ayat (1) huruf a UU PDP yang berbunyi, “Hak-hak Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan untuk: a. kepentingan pertahanan dan keamanan nasional. Permohonan diterima Mahkamah Konstitusi pada Senin, 7 November pukul 11.15 WIB. Permohonan ini diberi nomor perkara 110/PUU-XX/2022.

Baca Juga:

Penelusuran Hukumonline mencatat dua permohonan itu akan diperiksa bersamaan. Mahkamah Konstitusi menetapkan jadwal sidang pemeriksaan pendahuluan pertama dua permohonan itu pada waktu yang sama hari Selasa 22 November 2022, 13.30 WIB.

Alasan Permohonan

Inti permohonan Leonardo menyoal batasan pengecualian Pasal 2 ayat 2 UU PDPuntuk pemrosesan data pribadi dalam kegiatan pribadi atau rumah tangga (seolah tanpa pelindungan, red). Isi surat permohonannya menekankan ada keraguan makna, apalagi bagian penjelasan Pasal 2 hanya menyebutkan cukup jelas.

“Misalnya, dalam kegiatan kegiatan pribadi atau rumah tangga, salah satunya bisa melakukan bisnis e-commerce. Kegiatan bisnis e-commerce tidak luput dari perhatian kerentanan kebocoran data akibat peretas guna meraup keuntungan sebesar-besamya,” demikian Leonardo menulis dalam surat permohonan uji materinya.

Ia melihat pengecualian yang tidak dijelaskan batasannya itu sebagai celah pengabaian hak asasi manusia (HAM) dari subjek data pribadi. Leonardo membandingkan dengan ketentuan pelindungan data pribadi di Eropa. Temuannya menyimpulkan masih ada batasan lebih lanjut soal pengecualian pemrosesan data pribadi dalam kegiatan pribadi atau rumah tangga.

Pengecualian itu rupanya dengan alasan kegiatan pribadi atau rumah tangga tidak berkaitan dengan kegiatan profesional dan komersial. Leonardo menilai kegiatan pribadi atau rumah tangga di Eropa yang berkaitan dengan kegiatan profesional dan komersial masih terbuka dijangkau ketentuan pelindungan data pribadi.

Alasan lain Leonardo merujuk putusan pengadilan di Belanda. Pengadilan Belanda menjatuhkan hukuman atas dasar regulasi pelindungan data pribadi pada kegiatan rumah tangga. Perkaranya adalah seorang nenek mengunggah foto cucunya di akun media sosial pribadi tanpa persetujuan anak dan bekas menantunya.

Bekas menantunya, yang merupakan Ibu dari cucunya, mengajukan gugatan. Pengadilan akhirnya menjatuhkan putusan bersalah pada nenek yang digugat. Putusan merujuk undang-undang pelindungan data pribadi Belanda yang melaksanakan standar General Data Protection Regulation (GDPR).

Dian Leonaro Benny mempunyai alasan serupa soal pengecualian namun berkaitan dengan apa batasan kepentingan pertahanan dan keamanan nasional. “Tidak dijabarkan dan/atau diterangkan secara jelas dan terbuka mengenai apa yang dimaksud dengan ‘kepentingan pertahanan dan keamanan nasional’,” kata Benny dalam surat permohonannya.

Benny menilai ada potensi data pribadinya digunakan dengan melanggar batas hak konstitusional tanpa jaminan kepastian hukum. Secara spesifik, ia mengusulkan rumusan pembatasan yang diinginkan untuk Pasal 15 ayat (1) huruf a UU PDP.

Dalam petitumnya, Benny meminta, “yang dimaksud dengan‘kepentingan pertahanan dan keamanan nasional’ adalah kepentingan yang berkaitan dengan upaya untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman”.

Tags:

Berita Terkait