Waktunya Penyederhanaan Regulasi Industri Farmasi dan Alat Kesehatan
Berita

Waktunya Penyederhanaan Regulasi Industri Farmasi dan Alat Kesehatan

​​​​​​​Perlu ada skema insentif bagi riset yang menghasilkan temuan obat maupun alat kesehatan terbaru dengan harga yang kompetitif dibandingkan produk-produk impor.

RED
Bacaan 2 Menit
Presiden Joko WIdodo. Foto: RES
Presiden Joko WIdodo. Foto: RES

Presiden Joko Widodo mengaku memperoleh laporan mengenai bahan baku obat masih didominasi dari impor. Keadaan ini membuat Jokowi resah terhadap pertumbuhan industri farmasi dan alat kesehatan (alkes) di Indonesia. Ia berharap agar keruwetan regulasi yang menjadi kendala di industri farmasi dan alat-alat kesehatan disederhanakan.

 

Pemangkasan regulasi yang ruwet tersebut, lanjut Jokowi, diharapkan dapat menumbuhkan industri farmasi dan masyarakat bisa membeli obat dengan harga yang lebih murah. “Laporan yang saya terima, 95% bahan baku obat masih tergantung pada impor. Ini sudah enggak boleh lagi dibiarkan berlama-lama,” kata Jokowi dalam rapat terbatas Program Kesehatan Nasional, sebagaimana dikutip dari laman resmi Setkab, Jumat (22/11).

 

Sejalan dengan itu, Jokowi meminta agar skema insentif bagi riset-riset yang menghasilkan temuan obat maupun alat kesehatan terbaru dengan harga kompetitif dibandingkan produk-produk impor diperbesar. “Tolong ini juga digarisbawahi. Dan selanjutnya hasil riset itu disambungkan dengan industri penghasil alat kesehatan di dalam negeri,” katanya.

 

Rapat terbatas itu dihadiri oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan sejumlah menteri pada Kabinet Indonesia Maju. Para menteri yang hadir antara lain, Menko Polhukam Mahfud MD, Menko PMK Muhadjir Effendy, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.

 

Kemudian, Mendikbud Nadiem Makarim, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Desa, PDT, dan Trasmigrasi Abdul Halim Iskandar, Mensos Juliari Batubara, Menkominfo Johny G. Plate, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Mendag Agus Suparmanto, Menteri PPPA Gusti Ayu Bintang Darmavati, dan Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro.



Sebagaimana diketahui, terkait percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, pada 8 Juni 2016 lalu, Jokowi telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (Alkes). Inpres tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di dalam negeri.

 

Dalam Inpres secara khusus, Jokowi menginstruksikan Menkes untuk menyusun dan menetapkan rencana aksi pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan. Memfasilitasi pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan terutama pengembangan ke arah biopharmaceutical, vaksin, natural, dan Active Pharmaceutical Ingredients (API) kimia.

 

Selain itu, Menkes juga diharapkan dapat mendorong dan mengembangkan penyelenggaraan riset dan pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan. Memprioritaskan penggunaan produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam negeri melalui e-tendering dan e-purchasing berbasis e-catalogue.


Baca:

 

Jokowi juga meminta Menkes untuk mengembangkan sistem data dan informasi secara terintegrasi yang berkaitan dengan kebutuhan, produksi dan distribusi sediaan farmasi dan pelayanan kesehatan serta industri farmasi dan alat kesehatan. Menyederhanakan sistem dan proses perizinan dalam pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan. Hinggamelakukan koordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk meningkatkan kapasitas BPJS sebagai payer dan memperluas kontrak dengan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.

 

Sedangkan pada Februari 2017 silam, Kementerian Kesehatan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bekerja sama dalam mengatur persaingan usaha bidang kesehatan untuk mencegah persaingan yang tidak sehat. Nota kesepahaman itu ditandatangani guna mencegah dan penanganan praktik monopoli serta persaingan usaha tidak sehat bidang kesehatan

 

Nota kesepahaman tersebut melingkupi pengawasan terhadap industri kesehatan seperti farmasi, pelayanan kesehatan, pemenuhan fasilitas kesehatan dan pembiayaan kesehatan yang dalam pelaksanaannya memungkinkan adanya praktik monopoli semu. Selain itu, dalam nota kesepahaman itu juga melingkupi harmonisasi dan koordinasi kebijakan persaingan usaha, sosialisasi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dan peraturan bidang kesehatan.

Tags:

Berita Terkait