Waketum Demokrat Diperiksa KPK
Aktual

Waketum Demokrat Diperiksa KPK

ANT
Bacaan 2 Menit
Waketum Demokrat Diperiksa KPK
Hukumonline

Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua dalam kasus dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain dengan tersangka Anas Urbaningrum.

"Saya diperiksa sebagai saksi untuk Pak Anas Urbaningrum," kata Max saat tiba di gedung KPK Jakarta, Rabu (4/12).

Max seharusnya diperiksa pada 23 Oktober lalu, tapi saat itu ia mengaku sedang berada di luar kota. Ia  mengaku tidak mengetahui adanya aliran dana Hambalang yang disebut-sebut masuk ke kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.

"Saya sama sekali tidak mengetahui (aliran dana) itu, tetapi kami dengarkan dulu pertanyaannya dari penyidik karena saya tim suksesnya Marzuli Ali," tambah Max.

Namun, Max mengaku memang pernah mendengar mengenai pemberian telepon pintar Blackberry. "Kalau mendengar itu bisa saja, mana kita tahu, kita tidak boleh berprasangka seperti, nanti saya dikatakan tidak siap kalah," ucap Max.

KPK hari ini juga menjadwalkan pemeriksaan anggota DPR Komisi V dari fraksi Partai Demokrat Umar Arsal, dan mahasiswa S3 Universitas Sahid Muhammad Rahmad.

KPK sebelumnya sudah memeriksa Ketua DPR sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina partai tersebut Marzuki Alie pada Selasa (22/10) dalam kasus yang sama.

KPK saat ini sedang menggali informasi mengenai sumber pendanaan Kongres Partai Demokrat 2010, namun Marzuki mengatakan bahwa saat kongres berlangsung ia hanya menjadi kandidat calon ketua partai dan sudah tidak lagi menjadi sekretaris jenderal partai, sehingga ia tidak tahu mengenai sumber dana kongres.

Dalam kasus ini Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta-Rp1 miliar.

Anas diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lainnya.

Bentuk hadiah tersebut adalah mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi pelat Nopol B-15-AUD.

Tags: