Wacana Vaksinasi Mandiri, Data Pribadi Penerima Vaksin Harus Dijaga
Berita

Wacana Vaksinasi Mandiri, Data Pribadi Penerima Vaksin Harus Dijaga

Pengisian data sensitif dan pribadi harus dilakukan sebagai salah satu persyaratan vaksin mandiri. Kerawanan dari sederet informasi tadi tentu perlu dilindungi dan dijamin kerahasiaannya.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit
Seorang tenaga kesehatan tengah divaksin. Foto: RES
Seorang tenaga kesehatan tengah divaksin. Foto: RES

Pemerintah merencanakan penyelenggaraan vaksinasi Covid-19 secara mandiri. Nantinya, penyelenggara vaksin tersebut dapat dilakukan badan usaha penyedia yang ditunjuk pemerintah. Meski jadi alternatif bagi masyarakat namun penyelenggaraan vaksinasi mandiri masih menimbulkan polemik sehubungan dengan transparansi penunjukan badan usaha atau swasta yang menjadi penyelenggara.

Tidak hanya itu, penyelenggaraan vaksinasi mandiri juga perlu memperhatikan kerahasiaan data pribadi penerima vaksin. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina mengatakan perlindungan data pribadi penting dilakukan karena sebagian data-data yang dikumpulkan merupakan data sensitif dan berdampak negatif kalau bocor.

Berkaca pada kasus kebocoran data pribadi sektor perdagangan online, Dina mengatakan risiko jual beli data pribadi dapat terjadi pada penyelenggaraan vaksinasi Covid-19 mandiri. Dari sisi regulasi perlindungan data pribadi juga masih lemah karena belum rampungnya pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi.

“Misalnya survei (pendataan) yang dilakukan secara online tersebut mengharuskan adanya pengisian data, dari mulai Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, alamat lengkap dan juga nomor handphone. Informasi serupa dari anggota keluarga karyawan juga harus diisi dan dilengkapi, misalnya nama, tempat tanggal lahir, serta hubungan keluarga. Kerawanan dari sederet informasi tadi tentu perlu dilindungi dan dijamin kerahasiaannya. Terutama karena diantara data tersebut terdapat data anak, yang di dalam draft UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) versi September 2019 tergolong ke dalam data pribadi sensitif,” jelas Dina, Senin (15/2).

Merujuk pada draf RUU PDP, Dina melanjutkan, pengisian data harus mendapatkan consent atau persetujuan dari si pemilik data melalui tickbox. Consent atau persetujuan dari pemilik data didapatkan dengan menyertakan informasi pemrosesan data. Informasi tersebut meliputi pihak mana saja yang dapat mengakses data tersebut, tujuan dari pengisian data dan jangka waktu data itu digunakan oleh pengontrol data. Pemilik data juga harus mendapatkan jaminan kalau data pribadinya hanya akan diakses oleh pihak yang berkepentingan dan tidak akan disebarluaskan.

“Mendapatkan persetujuan dari pemilik data pribadi sangat krusial. Pemilik data perlu meminta persetujuan atau consent mereka terhadap data pribadinya. Setelah itu perlu adanya jaminan bahwa data mereka tidak akan disalahgunakan dan disebarluaskan,” jelas Dina.

Wacana vaksinasi Covid-19 mandiri kembali mengemuka. Salah satu alasannya adalah karena munculnya keraguan akan kemampuan pemerintah dalam menangani seluruh proses vaksinasi. Tidak hanya terkait pembiayaan, ketidakmampuan dalam proses distribusi yang harus tepat waktu dan memperhatikan masa terbentuknya antibodi pasca vaksinasi juga disebut sebagai faktor yang membuat vaksinasi tidak akan mampu menjangkau seluruh rakyat Indonesia kalau hanya dilakukan oleh pemerintah. Mengizinkan swasta untuk mengadakan vaksin dapat meringankan beban pengeluaran negara dan menyiapkan rantai pasokan vaksin untuk masa mendatang.

Dina menyatakan, ide pelibatan swasta dalam vaksinasi Covid-19 patut diapresiasi karena dapat melipatgandakan jangkauan vaksinasi dan mempercepat terbentuknya kekebalan masyarakat atau herd immunity. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam vaksinasi mandiri, salah satunya adalah minimnya aspek perlindungan data pribadi, termasuk dalam proses pendataan penerima vaksinasi mandiri. Dina menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat mengenai data pribadi dan urgensi untuk melindunginya. Edukasi dan sosialisasi diharapkan bisa membuat masyarakat menjadi semakin kritis saat memberikan data pribadinya diakses oleh penyedia layanan atau platform.

Baca:

Sementara itu, dalam artikel Hukumonline sebelumnya, pemerintah menyiapkan peraturan mengenai pelaksanaan vaksinasi Covid-19 secara gotong royong atau vaksinasi secara mandiri. Hal itu diutarakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). "Terkait vaksin gotong royong, Menkes (Menteri Kesehatan) akan membuat Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan)," kata Airlangga seperti dikutip dari Antara, Rabu (3/2).

Dalam Permenkes tersebut, lanjut Airlangga, berisi mengenai pengujian rapid tes antigen sehingga bisa digunakan untuk penapisan. Menurutnya, vaksinasi gotong royong atau vaksinasi secara mandiri mencakup penyediaan layanan vaksinasi Covid-19 gratis oleh korporasi untuk karyawan. Pelaksanaan vaksinasi secara gotong royong oleh perusahaan merupakan bagian dari upaya untuk mempercepat pelaksanaan imunisasi guna mewujudkan kekebalan komunitas terhadap Covid-19. Hingga saat ini Pemerintah masih melaksanakan program vaksinasi Covid-19 gratis dengan sasaran prioritas tenaga kesehatan. 

Kementerian Kesehatan menargetkan vaksinasi terhadap total 1,5 juta tenaga kesehatan bisa selesai akhir Februari 2021. Setelah vaksinasi tenaga kesehatan selesai, pemerintah akan memvaksinasi 17,4 juta petugas pelayanan publik. Pada tahap selanjutnya, vaksinasi akan dilakukan pada kelompok masyarakat yang lain. Presiden Joko Widodo sendiri telah memberikan target kepada Kementerian Kesehatan untuk menyelesaikan vaksinasi Covid-19 pada seluruh sasaran dalam waktu satu tahun.

Sebelumnya, platform swadaya masyarakat, Laporcovid19 berharap agar pemerintah untuk mengikuti rekomendasi WHO di mana vaksinasi dilakukan dengan memberi prioritas pada kelompok rentan terpapar, seperti tenaga Kesehatan, kelompok lanjut usia dan orang-orang yang tinggal di lokasi dengan tingkat penularan yang tinggi.Laporcovid19 menilai, distribusi vaksinasi harus dilakukan berdasarkan pertimbangan kesehatan masyarakat, medis, dan epidemiologi, bukan kemampuan finansial. Atas dasar itu, rencana membuka jalur vaksinasi mandiri dapat menyalahi prinsip kesetaraan dan keadilan akses terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Laporcovid19 berharap, ketidakadilan tersebut tidak terjadi di Indonesia, di mana akses terhadap vaksin ditentukan oleh kemampuan finansial untuk membeli vaksin tersebut. Pada saat ini, para produsen vaksin di dunia masih terfokus untuk melayani permintaan vaksin dari badan pemerintah dalam rangka membantu menangani pandemi. Jika pihak swasta diperbolehkan mendapatkan vaksin untuk kebutuhan lingkungan mereka sendiri, dikhawatirkan akan mengurangi jatah vaksin gratis yang sangat ditunggu masyarakat secara luas.

Selain itu, rencana pemerintah mengizinkan vaksin mandiri ini juga berpotensi melanggar Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal tersebut berbunyi bahwa, "Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya".

Pasal 3 ayat (1) Permenkes No. 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 juga telah merinci bahwa pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Pusat dalam melaksanakan vaksinasi Covid-19 melibatkan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Permenkes ini khususnya Pasal 8 mengatur pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan Vaksin Covid-19. Bahkan telah ditetapkan kriteria penerima Vaksin Covid-19 yang didahulukan.

Atas dasar itu, rencana pengadaan vaksin oleh pihak swasta melalu program vaksin mandiri ini berpotensi mengacaukan pengaturan mengenai prioritas penerima vaksin. Program vaksin mandiri hanya bisa dibuka jika seluruh masyarakat yang menjadi target vaksinasi gratis sudah mendapatkan suntikan vaksin. Untuk saat ini, keterlibatan swasta dalam program vaksinasi dibutuhkan, namun bukan dalam rangka untuk mendapatkan prioritas. 

Pihak swasta bisa membantu pendanaan hingga pengiriman logistik dan bantuan lainnya melalui program CSR mereka untuk mempercepat program vaksinasi secara merata dan adil. Pihak swasta juga dapat membantu dalam memberikan penyuluhan dan insentif seperti ongkos transport ke tempat vaksinasi, izin cuti jika diperlukan kepada karyawan mereka untuk mendukung program vaksinasi nasional.

Baca:

Kadin Data Pekerja Calon Penerima Vaksin

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan saat ini tengah menghimpun data jumlah perusahaan yang akan mengikuti program vaksinasi Covid-19 secara mandiri untuk karyawan dan keluarga karyawannya. "Kami sudah melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha, juga melakukan sosialisasi terkait hal ini dan ternyata antusiasme swasta dari berbagai sektor sangat tinggi untuk mengikuti program ini," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani, Selasa (9/2).

Menurut Rosan, minat besar untuk berpartisipasi ditunjukkan khususnya perusahaan-perusahaan padat karya dan perusahaan yang berada di zona merah. Antusias juga ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan dari sektor perbankan, manufaktur, tekstil, logistik dan sektor lainnya yang sudah mendaftar.

Ia pun mengaku terkejut karena ternyata program vaksinasi mandiri tidak hanya diikuti oleh perusahaan menengah besar, melainkan juga pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Rosan menyebut program vaksinasi mandiri lebih efisien dibandingkan dengan mengeluarkan biaya untuk hal-hal lain, seperti tes antigen dan PCR. Selain itu, vaksinasi karyawan diyakini dapat mengembalikan jumlah pekerja ke jumlah normal sehingga produktivitas ikut membaik.

"Perusahaan-perusahaan mengharapkan agar vaksinasi bisa segera dilaksanakan sehingga memberikan rasa aman dan nyaman dalam beraktivitas. Kita juga berharap agar iklim usaha segera pulih dan perekonomian dapat bergerak," katanya.

Sedianya batas waktu pendaftaran perusahaan yang akan ikut program vaksinasi mandiri akan berakhir pada tanggal 10 Februari 2021. Namun, karena beberapa perusahaan masih membutuhkan waktu, maka batas waktu pendaftaran diundur hingga 17 Februari 2021.

Rosan menuturkan regulasi program vaksinasi mandiri kini sedang dalam tahap penyusunan terkait pelaksanaan teknis vaksinasi dan ditargetkan selesai pada minggu ketiga Februari ini.

Program vaksinasi mandiri akan dilakukan setelah vaksinasi terhadap sektor prioritas yang sudah ditetapkan pemerintah, yakni tenaga kesehatan dan petugas pelayanan publik. Diperkirakan pelaksanaan program vaksinasi gotong royong bisa mulai dilaksanakan dalam rentang kuartal I tahun 2021 hingga memasuki awal kuartal II tahun 2021.

Rosan memperkirakan sedikitnya 20 juta pekerja di sektor formal bisa mengikuti program vaksinasi mandiri tersebut. "Total 40 persen dari angkatan kerja yang jumlahnya 130 juta orang adalah 52 juta orang. Sehingga, kemungkinan yang ikut adalah setengahnya, yakni sekitar 26 juta orang, atau setidaknya 20 juta pegawai," imbuhnya.

Rosan juga memastikan bahwa program vaksinasi tersebut tidak dibebankan kepada karyawan, melainkan ditanggung oleh masing-masing perusahaannya. Ada pun jenis vaksin yang akan digunakan di luar dari Sinovac atau merek lain yang ada dalam daftar program vaksinasi gratis pemerintah. Sebagai informasi, perusahaan-perusahaan dapat mendaftarkan kepesertaannya melalui situs vaksin.kadin.id dan mendapatkan informasi lebih lanjut di hotline 081219173177, 08129618717 dan 081296187277.

Tags:

Berita Terkait