Wacana Perppu Pergantian Calon Kepala Daerah Bermasalah Menguat
Berita

Wacana Perppu Pergantian Calon Kepala Daerah Bermasalah Menguat

​​​​​​​Penggantian calon kepala daerah yang terduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi perlu dilakukan supaya pemilihan kepala daerah di Indonesia menjadi berkualitas.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Wacana agar Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur opsi pengganti calon kepala daerah terjerat kasus korupsi mulai mengemuka. Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan menjadi salah satu pihak yang mengusulkan wacana tersebut.

 

"Kalau bisa ditempuh dengan cara itu (penerbitan perppu), maka saya kira akan baik untuk pendidikan politik kita. Artinya, beri opsi penggantian calon yang tersangkut kasus hukum, sehingga kalau partai mau mengganti boleh, kalau tidak pun juga boleh tetapi dengan risiko tanggung sendiri," kata Djohermansyah sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (14/3).



Penggantian calon kepala daerah yang terduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi perlu dilakukan supaya pemilihan kepala daerah di Indonesia menjadi berkualitas. Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri itu menambahkan, apabila calon kepala daerah korup tetap dibiarkan bertarung dalam pilkada, maka hal itu akan menjadikan sistem politik di Tanah Air menjadi ternoda.



"Secara logika kan seharusnya secara hukum, calon yang bermasalah tidak boleh dipilih. Rakyat kemudian menjadi tidak nyaman, dan si calon sendiri juga tidak nyaman. Jadi sebetulnya, pemimpin itu harusnya yang tidak terkena masalah hukum," ujarnya, menjelaskan.


Sementara itu, mantan komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mendorong KPU memiliki diskresi untuk mengganti calon kepala daerah yang korup atau terlibat tindak pidana korupsi. "Kalau ada dugaan kuat calon itu tersangkut masalah hukum, apalagi korupsi, maka harus segera diproses. Bahkan, KPU perlu memberi ruang supaya calon bersangkutan dapat ditarik dan diganti," katanya.



Komisioner KPU periode 2012-2017 itu menambahkan, larangan yang menyatakan calon peserta pilkada tidak dapat ditarik atau mengundurkan diri harus diterapkan apabila calon kepala daerah tersebut tidak tersangkut masalah hukum.Sehingga, perlakuan untuk calon yang jelas-jelas tersangkut dugaan kasus korupsi harus dapat diganti dengan calon lain,” katanya.



Menurut pendiri Unfrel (University Network for Free and Fair Elections) dan Cetro (Centre for Electoral Reform) ini, kalau ada fakta hukum, calon kepala daerah yang terkena OTT (operasi tangkap tangan), menjadi tersangka, ditahan, apalagi diduga kuat terlibat korupsi, maka harus diganti.



Ia menyayangkan kebijakan yang berjalan saat ini justru membuat ruang bagi calon kepala daerah yang tidak berintegritas, dapat terpilih menjadi gubernur, bupati, atau wali kota, karena mereka yang telah berstatus tersangka atau tertangkap, tidak ditarik atau diganti kepesertaannya sebagai calon kepala daerah.

 

Baca:


Polemik terkait rencana pengumuman calon kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi di daerah muncul setelah Ketua KPK Agus Rahardjo akan mengumumkan nama-nama calon kepala daerah korup. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto meminta KPK mempertimbangkan pengumuman tersebut guna menjaga stabilitas politik di daerah menjelang pelaksanaan pilkada pada 27 Juni 2018.



Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan calon kepala daerah yang terlibat dalam OTT dan ditahan oleh KPK memang akan mengganggu stabilitas politik di daerah saat pilkada. "Yang sulit itu kalau OTT. Kalau penyidikan biasa mungkin bisa ditunda tetapi kalau OTT, kan, tidak. Hari itu OTT, ya hari itu juga kena," kata Wapres Jusuf Kalla.

 

Di luar rencana pengumuman KPK, hingga kini terdapat lima calon kepala daerah yang terjaring OTT lembaga antirasuah tersebut. Pertama, Bupati Jombang yang merupakan petahana sekaligus calon Bupati Jombang periode 2018-2023, Nyono Suharli Wihandoko. Nyono tertangkap KPK pada 3 Februari 2018.

 

Kedua, Bupati Ngada, NTT Marianus Sae yang menjadi calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 11 Februari 2018. Ketiga, Bupati Subang, Imas Aryumningsih yang mencalonkan diri sebagai calon Bupati Subang periode 2018-2023. Imas tertangkap pada 13 Februari 2018.

 

Keempat, Bupati Lampung Tengah Mustofa yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Lampung periode 2018-2023. Mustofa diamankan KPK pada 15 Februari 2018. Kelima, ada mantan wali kota Kendari sekaligus calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun pada 28 Februari 2018. Ironisnya, sebagian besar dari mereka diduga terlibat kasus suap sejumlah proyek untuk membiayai Pilkada 2018. (ANT)

Tags:

Berita Terkait