Wacana DPR Bentuk Pansus Jiwasraya Menguat
Berita

Wacana DPR Bentuk Pansus Jiwasraya Menguat

Pansus diharapkan bebas kepentingan politik dan prioritaskan pengembalian dana nasabah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Wacana pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket untuk memeriksa kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terus menguat. Risiko kerugian negara yang timbul dari kasus ini diperkirakan mencapai Rp 13,7 triliun. Jiwasraya juga memiliki 17 ribu investor dan 7 juta nasabah.

 

Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menyatakan banyaknya pihak terlibat pusaran kasus tersebut menjadi dasar pansus perlu dibentuk. Melalui pansus diharapkan dapat mensinergikan hasil pemeriksaan lain yang dilakukan lembaga lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

 

"Pansus ini merupakan instrumen bagi DPR melakukan pengawasan. Hasil pengawasan ini akan mensinergikan dengan proses-proses (pengawasan) dari lembaga lain terkait. DPR berhak memanggil siapa saja sehingga tidak ada limitisasi pihak. Hasil pengawasan ini juga dilakukan dengan baik dan benar, sesuai prinsip-prinsip hukum," jelas Arsul saat dihubungi hukumonline, Kamis (09/1).

 

Dia pun menjelaskan kasus Jiwasraya ini juga berisiko besar dibandingkan Bank Century. Selain itu, para nasabah yang menjadi korban juga tidak hanya warga negara Indonesia tapi juga asing. "Bila dilihat jumlah kuantum kerugian atau mismanagement ini lebih besar dari Bank Century. Dan ini melibatkan begitu banyak orang dan bukan hanya warga Indonesia tapi asing juga kena," jelas Arsul.

 

Lebih lanjut, dia menyampaikan agar pansus ini tidak bersifat politik melainkan dibentuk dengan tujuan untuk memeriksa pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawabannya. Kemudian, hasil pemeriksaan melalui pansus ini juga memprioritaskan pengembalian dana nasabah.

 

"Saya dan partai berpendapat bahwa pansus bukan hal aneh atau luar biasa. Pansus itu hak konstitusi DPR. Kami tidak ingin pansus jadi kepentingan politik. Kami ingin pansus ini dapat menemukan siapa pihak yang diminta tanggung jawab dan mengembalikan uang rakyat yang dirugikan," pungkas Arsul.

 

Dukungan pembentukan pansus juga disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Syarifuddin Hasan mendukung jika DPR membentuk Pansus Jiwasraya. Selain membuat terang kasus ini, hasil Pansus nantinya bisa membantu penegak hukum membongkar kasus yang ditaksir Kejaksaan Agung merugikan keuangan negara sebesar Rp13,7 triliun.

 

“Idenya bentuk pansus kita setuju, apa yang sebenarnya terjadi dengan kasus Jiwasraya ini agar terbuka kepada masyarakat,” ujar Syarifuddin Hasan di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (8/1).

 

Syarif meminta Kejaksaan Agung serius memproses kasus ini dan menyeret pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab hingga ke pengadilan. Sementara DPR bisa menunggu hasil kerja Kejaksaan Agung atau tetap membentuk Pansus terutama jika hasil penyelidikan/penyidikan Kejaksaan Agung tak memuaskan.

 

“Pada prinsipnya, kita dukung pembentukan Pansus dan hasilnya harus dibuka secara transparan, apa yang terjadi dalam Jiwasraya tidak boleh ada yang ditutupi,” tegas politisi Partai Demokrat itu.

 

(Baca: Mendorong Pembentukan Pansus Jiwasraya Demi Kepastian Nasabah)

 

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menilai kasus gagal bayar klaim polis nasabah Jiwasraya harus diungkap secara transparan. Selain proses hukumnya berjalan, keberadaan Pansus mendesak untuk dibentuk demi membuat terang kasus ini agar ada kepastian bagi nasabah yang mengalami kerugian.  

 

“DPR dapat mengurai secara detil skandal gagal bayar klaim polis nasabah itu dengan memanggil sejumlah pihak,” kata Heri Gunawan.

 

Dia mengakui dinamika wacana pembentukan Pansus terus bergulir karena opini masyarakat atas kasus ini semakin liar. “Saya yakin pembentukan Pansus bisa memberi solusi kemelut Jiwasraya dan diskursus (di masyarakat) tidak produktif harus dihentikan,” kata dia.

 

Berdasarkan dasar hukumnya, syarat penggunaan hak angket ini diatur Pasal 199 UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).

 

Pasal 199 UU MD3:

  1. Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b diusulkan oleh   paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
  2. Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit: a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki; dan b. alasan penyelidikan.
  3. Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir.

 

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) dan Kejaksaan Agung pada hari ini melakukan koordinasi terkait persoalan tersebut. Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, menjelaskan dalam kurun 2010 sampai dengan 2019, BPK telah dua kali melakukan pemeriksaan atas PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS) yaitu Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Tahun 2016 dan Pemeriksaan Investigatif (Pendahuluan) Tahun 2018.

 

Dalam PDTT Tahun 2016, BPK mengungkap 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan dan biaya operasional PT AJS Tahun 2014 s.d. 2015. Temuan tersebut antara lain: investasi pada saham TRIO, SUGI, dan LCGP Tahun 2014 dan 2015 tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai; PT AJS berpotensi menghadapi risiko gagal bayar atas Transaksi Investasi Pembelian Medium Term Note PT Hanson Internasional (HI); dan PT AJS Kurang Optimal Dalam Mengawasi Reksadana yang Dimiliki dan Terdapat Penempatan Saham Secara Tidak Langsung Di Satu Perusahaan yang Berkinerja Kurang Baik.

 

“Menindaklanjuti hasil PDTT Tahun 2016 tersebut, BPK melakukan Pemeriksaan Investigatif Pendahuluan yang dimulai tahun 2018. Hasil pemeriksaan investigatif menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi fraud dalam pengelolaan Saving Plan dan Investasi,” jelas Agung dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1).

 

Agung menjelaskan BPK juga mendapat permintaan dari DPR dengan Surat Nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019 tanggal 20 November 2019 untuk melakukan PDTT atas permasalahan PT AJS. Sementara itu dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi pada PT AJS, BPK mendapat Permintaan Penghitungan Kerugian Negara dari Kejaksaan Agung, yaitu melalui Surat tertanggal 30 Desember 2019.

 

Berdasarkan hal tersebut, saat ini BPK sedang melakukan dua pekerjaan yaitu Pemeriksaan Investigatif untuk memenuhi menindaklanjuti Permintaan DPR dan menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan Investigatif Pendahuluan dan Penghitungan Kerugian Negara atas Permintaan Kejaksaan Agung.

 

Terkait dengan hasil ekspose dengan Kejaksaan, pada 30 Desember 2019 Kejaksaan Agung telah mengirimkan Surat Permintaan kepada BPK untuk melakukan penghitungan kerugian negara pada kasus PT AJS. Permintaan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pemaparan oleh pihak Kejaksaan Agung kepada BPK.

 

Dari hasil pemaparan tersebut BPK menyimpulkan terjadi penyimpangan (perbuatan melawan hukum) dalam pengumpulan dana dari produk Saving Plan maupun penempatan investasi dalam bentuk saham dan reksadana yang mengakibatkan adanya kerugian negara. Namun nilai kerugian negara yang nyata dan pasti baru dapat ditentukan setelah BPK melakukan pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara.

 

BPK saat ini terus bekerja sama dengan pihak Kejaksaan Agung untuk dapat menghitung nilai Kerugian Negara dalam kasus tersebut, dan direncanakan dapat selesai dalam waktu paling cepat dua bulan. BPK akan sepenuhnya mendukung pihak Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum pada kasus PT AJS.

 

Selain melakukan melakukan penghitungan kerugian negara, BPK juga mulai melakukan Pemeriksaan Investigatif pada PT AJS. Tujuan Pemeriksaan Investigatif ini adalah untuk mengungkap adanya ketidakpatuhan, ketidakpatuhan yang berindikasi kecurangan (fraud), serta indikasi kerugian negara dan/atau unsur pidana dalam pengelolaan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

 

Ruang lingkup pemeriksaan adalah seluruh kegiatan di PT AJS, yang meliputi kegiatan jasa asuransi, investasi, dan kegiatan operasional lainnya. Selain itu BPK juga melakukan pemeriksaan atas pengawasan oleh OJK, pembinaan dan pengawasan oleh Komisaris dan Kementerian BUMN serta pemeriksaan oleh Akuntan Publik.

 

Tags:

Berita Terkait