Vonis Mati Wilfrida Ditangguhkan
Berita

Vonis Mati Wilfrida Ditangguhkan

Pembelaan hukum dan diplomasi masih diupayakan untuk membebaskan Wilfrida.

ADY
Bacaan 2 Menit

Dalam memberikan bantuan dan pendampingan hukum, Yuniyanti menyebut Komnas Perempuan mendesak pemerintah untuk serius melakukannya. Pasalnya, ada situasi dan kondisi yang menyebabkan Wilfrida melakukan tindakan pidana. “Tidak semata-mata kesalahan dirinya (Wilfrida,-red), namun ada sistem dan situasi yang memungkinkan dan mendukung tindak pidana terjadi, bahkan sejak awal proses migrasi,” paparnya.

Mengingat Wilfrida bertandang dan bekerja di Malaysia pada masa moratorium, yaitu pada 2010, Yuniyanti mengatakan harusnya moratorium penempatan pekerja migran Indonesia ke negara manapun harus dilakukan dengan perencanaan yang terukur. Baik terkait langkah-langkah negosiasi dan diplomasi perlindungan selama masa moratorium, target yang ingin dicapai, pengawasan terhadap PJTKI dan agen. Baginya hal itu penting guna mencegah proses migrasi yang beresiko dan perdagangan manusia.

Selain memberikan bantuan hukum, Yuniyanti melanjutkan, Komnas Perempuan juga mendorong pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah tegas di dewan HAM PBB. Serta menyerukan kepada anggota PBB lainnya untuk mendesak Malaysia memberi perlindungan utuh kepada pekerja migran. Cara itu dapat dilakukan melalui sidang UPR Dewan HAM PBB, pada 24 Oktober 2013 mendatang, sesi ke-17.

Selaras dengan sidang di Dewan HAM PBB itu Yuniyanti mengatakan Komnas Perempuan akan mengirimkan laporan terkait kondisi pekerja migran Indonesia, khususnya yang bekerja di Malaysia. Laporan itu akan ditujukan kepada pemerintah Indonesia, perwakilan tetap Republik Indonesia di Jenewa dan perwakilan negara-negara lain yang strategis di Dewan HAM. Laporan itu diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengkaji pemerintah Malaysia, terutama terhadap isu perlindungan pekerja migran.

Atas dasar itu Yuniyanti memaparkan Komnas Perempuan mendesak pemerintah Indonesia untuk meningkatkan upaya perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri. Terutama yang terancam hukuman mati. Begitu pula kinerja satuan tugas (Satgas) TKI yang berhasil menyelamatkan beberapa pekerja migran Indonesia dari hukuman mati mestinya disistemkan sehingga ada kesinambungan dalam upaya penyelamatan.

Terkait penyelamatan dan bantuan hukum bagi WNI dan pekerja migran Indonesia yang terancam hukuman mati, Yuniyanti menguraikan selain melakukan advokasi hukum, langkah alternatif juga perlu dilakukan pemerintah. Misalnya, melakukan pendekatan sosio-kultural atau mekanisme internasional yang ada seperti sidang UPR di PBB. “Moratorium penempatan pekerja migran sebagai satu langkah taktis yang bersifat sementara harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan komprehensif, tidak sepihak, sehingga tidak menjadi celah yang dapat memunculkan masalah baru,” pungkasnya.

Tags: