Vonis Kaligis Dikurangi, KPK Hormati Tapi....
Berita

Vonis Kaligis Dikurangi, KPK Hormati Tapi....

KPK berharap setiap terdakwa korupsi bisa dihukum maksimal sesuai kadar perbuatannya.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Otto Cornelis Kaligis saat membacakan memori Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/3).
Otto Cornelis Kaligis saat membacakan memori Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/3).

Otto Cornelis (OC) Kaligis dikurangi masa hukumannya oleh majelis Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung dari 10 tahun di putusan kasasi menjadi 7 tahun. Vonis 7 tahun penjara ini sama dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yaitu 7 tahun yang memperberat vonis OC Kaligis pada Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukumnya selama 5,5 tahun penjara.

 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menghormati vonis majelis PK tersebut terlepas naik atau turunnya hukuman pidana yang dijatuhkan. Namun, dalam konteks yang lebih luas, Febri berharap semua pihak memiliki komitmen yang kuat dalam upaya pemberantasan korupsi agar timbul efek jera.  

 

Salah satunya menjatuhkan hukuman seberat-beratnya sesuai dengan kadar perbuatan yang dilakukan para terdakwa kasus-kasus korupsi termasuk OC Kaligis. Sebab, hal itu menurut Febri merupakan harapan masyarakat selain juga harapan KPK tentunya.

 

"(Itu) adalah salah satu bentuk harapan yang ada di publik. Sebagai penegak hukum, termasuk KPK, tentu saja harapan publik tersebut perlu kita jaga dan penuhi bersama," ujar Febri kepada Hukumonline, Senin (8/9/2018). Baca Juga: Alasan Lanjut Usia, MA ‘Pangkas’ Vonis OC Kaligis

 

Setidaknya, ada dua pertimbangan utama majelis PK sebagai dasar mengurangi hukuman OC Kaligis. Pertama, karena faktor usia yang sudah mencapai diatas 70 tahun. Kedua, perbedaan mencolok dengan para pelaku lain dalam kasus suap di Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Medan ini.

 

Lalu apa yang membuat mereka divonis jauh berbeda dengan OC Kaligis? Setidaknya, ada satu hal yang menjadi pertimbangan utama majelis di pengadilan tingkat pertama yakni karena mereka berstatus Justice Collaborator (JC), kecuali Syamsir.

 

"Mengingat KPK sudah menetapkan terdakwa sebagai justice collaborator, maka hakim dapat memilih pidana paling ringan dengan tetap memperhatikan rasa keadilan masyarakat dan menyimpangi pidana minimal Pasal 12 huruf c UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," ujar hakim Saiful Arif dalam pertimbangan putusan terdakwa Tripeni pada 17 Desember 2015 lalu.

 

Dan paling mencolok dari pertimbangan meringankan dan memberatkan. Seluruh terdakwa dalam perkara ini mengakui perbuatan mereka baik itu Gary, Tripeni, Dermawan Ginting, Amir Fauzi, Syamsir hingga Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti, yang mempunyai kepentingan agar surat pemanggilan kasus Bansos Medan dibatalkan, kecuali hanya OC Kaligis saja yang tidak mengakui perbuatannya.

 

Seperti pada saat proses persidangan, Jaksa memperdengarkan sejumlah rekaman yang jelas memperlihatkan permainan uang dalam perkara ini. "Tidak, saya tidak melakukannya. Tak ada saksinya," demikian pengakuan OC Kaligis dalam sidang pada 11 November 2015 lalu.

 

Berdasarkan keterangan panitera pengganti PTUN Medan, Syamsir Yusfan, OC Kaligis menemui Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro melalui dirinya. Namun, OC Kaligis membantah dan mengatakan, sebagai pengacara, ia selalu diterima terbuka di pengadilan manapun."Di seluruh pengadilan di Indonesia, kalau saya datang, tidak ada kesulitan. Saya selalu diterima, jadi tidak usah perantara panitera," kata dia.

 

Karena terus membantah, penuntut umum pun memutarkan sejumlah rekaman pembicaraan yang disadap KPK. Salah satunya, percakapan OC Kaligis dengan anak buahnya, Yurinda Tri Achyuni alias Indah. Di rekaman itu, OC Kaligis memaksa Indah membatalkan penerbangannya ke Surabaya untuk menangani perkara dan berangkat ke Medan untuk menemui hakim PTUN Medan. "Cancel saja (ke Surabaya). Kau cuma untuk ketemu hakimnya itu. Cuma buat kasih itu, uang putusan," kata OC Kaligis kepada Indah dalam rekaman percakapan itu.

 

OC Kaligis seakan tidak mempedulikan hal. "Ah, itu tidak relevan dengan dakwaan," kata Kaligis membantah. Namun, dalam amar putusan bantahan OC Kaligis yang mengaku tidak pernah memberikan uang kepada hakim dinilai majelis tidak berdasar dan sudah sepatutnya dikesampingkan. Sebab, berdasarkan keterangan para saksi dan rekaman pembicaraan, OC Kaligis terbukti memerintahkan Gary untuk memberikan uang kepada hakim dan panitera.

 

Dalam putusan PK, Majelis MA membatalkan putusan kasasi bernomor 1319 K/Pid.Sus/2016 tanggal 10 Agustus 2016 yang membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta No.14/Pid/TPK/2016/PT.DKI tanggal 19 April 2016 yang mengubah Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 89/Pid.Sus/TPK/ 2015/PN.Jkt.Pst. tanggal 17 Desember 2015 yang menghukumnya selama 5,5 tahun penjara.

 

Sebelumnya, Majelis kasasi yang terdiri atas Artidjo Alkostar, Abdul Latief dan Krisna Harahap pada 10 Agustus 2016 memperberat vonis terhadap OC Kaligis yang awalnya divonis 7 tahun penjara di tingkat banding menjadi 10 tahun penjara di tingkat kasasi. Majelis juga menambah denda yang harus dibayar OC Kaligis dari Rp300 juta menjadi Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Baca Juga: MA Perberat Hukuman OC Kaligis 

 

Alasan permohonan PK OC Kaligis, terjadi disparitas pemidanaan dan diskriminasi karena pemohon (OC Kaligis) bukan pelaku utama, sehingga terjadi ketidakadilan dalam pejatuhan hukuman. Menurutnya, pelaku utama adalah Gerry yang hanya dihukum 2 tahun, Rio Capella dihukum 1,5 tahun. Sedangkan pemohon dihukum 10 Tahun. Sementara hukuman Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dihukum 4 tahun penjara; Hakim Dermawan Ginting dihukum 4 tahun penjara; Hakim Amir Fauzi dihukum 4 tahun penjara; dan Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan dihukum 3 tahun penjara. OC Kaligis sudah mendekam di Lapas Sukamiskin Bandung sejak 11 Agustus 2016. 

Tags:

Berita Terkait