Variasi Practice Area, Cara Unjuk Gigi di Kompetisi Pasar Jasa Hukum
Corporate Law Firms Ranking 2019

Variasi Practice Area, Cara Unjuk Gigi di Kompetisi Pasar Jasa Hukum

​​​​​​​Prospek, pengalaman, dan ketersediaan sumber daya menjadi pertimbangan.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Sebagai sebuah bisnis jasa, para lawyer berlomba menawarkan keahliannya dalam menangani berbagai bidang perkara hukum sebagai komoditas. Tetapi tidak mungkin menjadi ahli dalam semua bidang hukum seorang diri. Itu sebabnya corporate law firm bekerja dalam tim yang menghimpun banyak lawyer dengan beragam bidang spesialisasi. Survei hukumonline.com menunjukkan bahwa lingkup practice area tampak menjadi salah satu strategi pemasaran yang penting antar corporate law firm dalam menjaring klien. 

 

Sebanyak 85 corporate law firm menyatakan keragaman practice area yang mampu ditangani. Faktanya, tidak ada satu bidang yang diakui seluruh responden sebagai practice area yang ditanganinya. Hanya 79 law firm yang mengaku berpraktik dalam bidang general corporate yang termasuk di dalamnya merger dan akuisisi. Sebanyak 57 law firm mengaku mampu menangani bidang arbitrase, litigasi dan alternatif penyelesaian sengketa dan ada 56 law firm yang menyatakan diri berpraktik dalam bidang perbankan dan finansial.

 

Hanya ada beberapa bidang lain yang ditangani oleh puluhan law firm responden, sementara selebihnya hanya di kisaran belasan bahkan di bawah sepuluh law firm yang mengaku berpraktik menanganinya. Hukumonline.com mencoba mengonfirmasi pada beberapa orang corporate lawyer soal pertimbangan law firm saat menyatakan lingkup bidang hukum yang ditanganinya. Jawaban yang diberikan hukumonline.com sajikan dalam kompilasi berikut.

 

Baca:

 

1. Prospek diminati pasar

Anangga Wardhana Roosdiono, partner pendiri Roosdiono & Partners sejak 1999, menjelaskan bahwa pertimbangan pertama tentunya kebutuhan pasar. Meskipun secara umum berpraktik pada bidang hukum berkaitan bisnis perusahaan, masing-masing corporate law firm memiliki segmentasi pasar yang lebih spesifik. Secara alami hal ini membuat law firm membentuk spesialisasi berdasarkan prinsip permintaan-penawaran.

 

“Titik pangkalnya kan corporate, bisa berkembang lagi tergantung kebutuhan di negara itu. Tergantung pasar,” ujarnya lawyer senior yang biasa disapa Anangga itu. Sebagai corporate law firm yang membangun jaringan internasional di regional Asia Tenggara, Anangga menjelaskan setiap negara memiliki prospek pasar berbeda bagi law firm. Apalagi berkaitan dengan transaksi bisnis internasional yang dilakukan perusahaan.

 

Pertimbangan dalam hal ini tidak berarti prospek tersebut sudah atau sedang banyak klien yang membutuhkannya di dalam negeri. Anangga menjelaskan pengalaman Roosdiono & Partners mulai menawarkan layanan jasa hukum ekonomi Islam di Indonesia sejak tahun 2016 lalu. Alasannya justru karena prospek pasar tersebut sedang tumbuh di luar negeri. “Kami lihat pasar di negara lain cukup bagus, maka kami tawarkan di sini,” katanya.

 

Pertimbangan Roosdiono & Partners soal prospek pasar di luar negeri nampaknya dipengaruhi pula oleh jaringan internasional yang dimilikinya yaitu ZICO Law. Roosdiono & Partners sendiri adalah satu dari tiga law firm responden yang menyatakan berpraktik pada bidang hukum eknomi Islam di Indonesia. Dua lainnya adalah Lubis Ganie Surowidjojo (LGS) dan Tumbuan & Partner.

 

Mohamed Idwan Ganie, managing partner Lubis Ganie Surowidjojo (LGS), yang didirikan pada tahun 1985, berbagi sudut pandang berbeda. Sebagai pendiri firma hukum Indonesia kedua terbesar itu, ia menjelaskan bahwa pengguna jasa langsung terbesar corporate law firm adalah para in house counsel perusahaan. Oleh karena itu penting untuk menganalisis perkembangan tren in house counsel dalam menawarkan layanan practice area.

 

Menurut pria yang biasa disapa Kiki ini, banyak divisi hukum di perusahaan yang kini memiliki personel in house counsel sebanyak satu kantor law firm. “Pertanyaannya, bagian mana yang akan diserahkan kepada external lawyer? Nah apa yang tidak bisa mereka kerjakan sendiri itu menjadi pangsa pasar law firm,” ujarnya. Pengamatan atas perkembangan ini bisa menjadi pertimbangan untuk menambah atau mengurangi lingkup layanan oleh law firm saat ini.

 

Hukumonline.com

 

2. Pengalaman menangani perkara terkait

Kiki punya cerita berbeda saat memutuskan membuka layanan jasa pada bidang hukum eknomi Islam di Indonesia. Pengalaman LGS menangani klien salah satu bank syariah pertama di Indonesia membuatnya melebarkan praktik ke hukum ekonomi syariah. “Waktu pertama kali ada bank syariah di Indonesia, kami lawyer bank itu,” katanya.

 

Menurut Kiki, pengalaman yang dimiliki dalam bidang perkara terkait akan membuat law firm bisa menawarkan bukti kemampuannya dalam praktik. Seringkali pengalaman ini tidak terlalu banyak, hanya saja selama hasilnya memuaskan klien maka berguna untuk menjadi dasar pengembangan practice area.

 

Pengalaman ini menjadi pertimbangan penting sebagai pertimbangan profesionalitas saat menawarkan layanan jasa. Oleh karena itu Kiki menyatakan tidak sepatutnya law firm berani menyatakan bisa menangani semua perkara. Memang pada dasarnya corporate lawyer bisa mengaku menangani berbagai perkara hukum berkaitan bisnis perusahaan. Hanya saja memberikan layanan jasa terbaik perlu mempertimbangkan aspek pengalaman.

 

Soal pengalaman ini juga dibenarkan oleh law firm Prayogo Advocaten yang hanya memiliki dua orang partner dan satu orang associate. Daniel Dhanu Prayogo selaku managing partner mengakui hal tersebut dalam hal menyatakan practice area. “Kalau belum pernah menanganinya sebelumnya, kami tidak cukup yakin,” katanya.

 

Hukumonline.com

 

3. Ketersediaan sumber daya

Kalaupun suatu law firm belum pernah menangani secara langsung, sangat mungkin practice area ditawarkan berdasarkan kemampuan para partner dan associate yang bergabung dalam law firm. Kiki menjelaskan bahwa beberapa perkara memiliki karakteristik bisa ditangani selama ada jumlah sumber daya yang banyak.

 

Dalam hal ini berbagai law firm besar memiliki peluang lebih besar. “Kalau kantor kecil perlu spesialisasi, kalau kantor besar punya range sumber daya yang tidak butuh spesialisasi, semua bisa menangani,” ujarnya. Kiki menilai perlu ada pilihan spesialisasi di law firm kecil agar memiliki daya tawar di tengah persaingan.

 

Cara lain yang membuat law firm menawarkan practice area tertentu adalah pengalaman individu partner yang bergabung di law firm. Bisa jadi para partner pernah memiliki pengalaman dan keahlian dalam practice area tertentu di tempat kerja sebelumnya. Hal ini mempengaruhi law firm bisa menawarkan practice area tertentu.

 

Ada cara unik yang digunakan oleh Prayogo Advocaten untuk menyiasati keterbatasan sumber daya ini. Daniel Dhanu Prayogo selaku managing partner menceritakan pola kerja sama lepas di kantornya. Dhanu menyatakan dalam laman Prayogo Advocaten bahwa ada sejumlah affiliate partner di kantornya.

 

Para partner afiliasi ini pada dasarnya tidak bekerja di law firm milik Dhanu. Hanya saja mereka menjadi rekan rujukan ketika Dhanu membutuhkan sumber daya lawyer dalam menangani suatu perkara yang sesuai dengan spesialisasi masing-masing. “Modelnya kerja sama lepas saja, kalau ada perkara kami panggil,” katanya. Nantinya dalam surat kuasa akan dicantumkan bahwa partner afiliasi tersebut adalah lawyer dari kantor Prayogo Advocaten.

 

Setiap partner afiliasi leluasa memiliki kantor hukum masing-masing. Dhanu mengakui tidak semua partner afiliasi memiliki perjanjian tertulis dengan Prayogo Advocaten. Cara ini membuat Dhanu leluasa memperluas bidang praktik yang ditawarkan berdasarkan ketersediaan dan kecocokan dengan partner afiliasi yang mau bekerja sama dengannya. Sebaliknya, Dhanu pun dapat membantu di kantor hukum partner afiliasi tersebut dalam perkara yang sedang ditangani dengan cara yang sama.

Tags:

Berita Terkait