UU Sisdiknas Dinilai Tidak Menjamin Kepastian Hukum
Berita

UU Sisdiknas Dinilai Tidak Menjamin Kepastian Hukum

Seorang guru dan dosen mengajukan permohonan judicial review UU Sisdiknas. Mereka menginginkan supaya gaji pendidik masuk dalam anggaran pendidikan di APBN.

NNC
Bacaan 2 Menit
UU Sisdiknas Dinilai Tidak Menjamin Kepastian Hukum
Hukumonline

Anggaran pendidikan dalam APBN acap menjadi bulan-bulanan. Untuk ketiga kalinya, Mahkamah Konstitusi (MK) pada pertengahan tahun ini telah memutus UU Nomor 18 Tahun 2006 tentang APBN tahun anggaran 2007 inkonstitusional.

 

Kini giliran  seorang guru SD bernama Rahmatiah Abbas dan Dosen Universitas Hassanuddin Prof Badryah Rivai, keduanya warga Sulawesi Selatan, menggugat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Mereka meminta MK untuk menyatakan Pasal 49 Ayat (1) UU Sisdiknas tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Diwakili oleh kuasa hukum Elsa Syarief, mereka mempersoalkan ketidakpastian hukum lantaran keberadaan kata selain dalam pasal tersebut.

 

Disebutkan dalam Pasal 49 Ayat (1) UU Sisdiknas, Dana Pendidikan selain Gaji Pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapaan dan Belanja Daerah (APBD).

 

Pengecualian itu, menurut Elsa, akan berdampak pada mutu dan kualitas pendidikan nasional. Ia membeberkan, pos anggaran untuk pendidikan selalu meningkat setiap tahunnya. Namun kenaikan tersebut tidak pernah berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan tenaga didik. Ini akan membahayakan kualitas pendidikan nasional, yang berarti juga tujuan pendidikan dalam konstitusi akan terhambat, ujarnya usai membacakan permohonan pada pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (23/10).

 

Pasal 49 ayat (1) itu oleh pemohon dibandingkan dengan ayat selanjutnya. Pada  Pasal  yang sama ayat (2) disebutkan, Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah  dialokasikan dalam APBN. Namun, pada ayat (3) disebutkan, Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini dianggap mengakibatkan ketidakpastian hukum untuk pagu gaji pendidik yang menurut pemohon merupakan bagian dari satuan pendidikan.

 

Dalam permohonannya, Elsa juga membenturkan Pasal 49 (1) UU Sisdiknas dengan  Undang-undang lain berikut Peraturan Pemerintah (PP). Di antaranya UU No. 14 Tahun 2005 Tentang  Guru dan Dosen dan PP Nomor 28/1990 tentang Pendidikan Dasar. Pada UU Nomor 14/2005 bahkan disebutkan sejumlah tunjangan khusus untuk guru dan dosen yang hingga kini belum terpenuhi dengan layak. Sementara menyorot pada PP 28/1990, gaji Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya masuk dalam komponen biaya pendidikan.

 

Panel Hakim Konstitusi menilai materi permohonan kurang spesifik. Ketiganya memberikan nasihat mereka masing-masing. Hakim Konstitusi Soedarsono mempertanyakan kesamaan pengertian dari kata dana dalam Pasal 49 (1) UU Sisdiknas dengan kata anggaran dalam Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945..

 

Sementara Hakim Konstitusi Laica Marzuki menganggap ada dua kepentingan dalam permohonan tersebut, yaitu antara dosen dan guru. Ini tidak sistematis dipisahkan, padahal antara guru dan dosen anggarannya berlainan. Dosen sudah dianggarkan dalam anggaran pendidikan di APBN, tutur Laica.

 

Menurut Laica, justru ketidakpastian hukum jelas sudah menimpa para dosen. Sedangkan guru belum dirugikan secara normatif karena belum dimasukkannya gaji guru dalam anggaran pendidikan 20% sudah persis seperti ketentuan UU Sisdiknas. Secara normatif, dosen justru dirugikan. Sebab dalam Pasal 49 ayat 1 tidak disebutkan secara tegas gaji dosen masuk dalam 20% anggaran, terangnya.

 

Atas saran dari para hakim konstitusi, Elsa mengaku hendak pikir-pikir untuk melakukan perbaikan permohonan. Ia mengaku akan merundingkan terlebih dulu dengan para pemohon untuk mencari jalan terbaik. Agar menjadikan kualitas pendidikan di Indonesia lebih bermutu, kata Elsa.

Tags: