UU Pemilu Dinilai Potensi Hambat Hak Pilih Kelompok Rentan
Utama

UU Pemilu Dinilai Potensi Hambat Hak Pilih Kelompok Rentan

Mulai masyarakat adat, kaum miskin kota, penyandang disabilitas, panti sosial, warga binaan di lapas dan rutan, hingga pemilih lain yang tidak mempunyai akses cukup untuk memenuhi syarat pembuatan e-KTP.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Untuk memasukkan aturan hukum tersebut, Raziv mengusulkan yang paling mungkin adalah memaknai secara bersyarat pasal yang berkaitan dengan TPS dan jaminan prinsip pemilu yang luber serta jujur dan adil. Hal ini untuk memberi akses seluas-luasnya dan semudah mungkin bagi para pemilih.

 

Sementara permohonan kedua dengan perkara No. 19/PUU-XVII/2019 dimohonkan oleh Joni Iskandar dan Roni Alfiansyah yang masih berstatus sebagai mahasiswa. Mereka merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 210 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 344 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu. Keduanya, mempersoalkan ketentuan hak pilih bagi pemilih yang pindah domisili/tempat untuk diakomodir dalam DPTb.

 

Perbaiki legal standing

Menanggapi permohonan No. 20/PUU-XVII/2019, Ketua Majelis Panel Saldi Isra mempersoalkan kedudukan hukum para Pemohon terutama hak konstitusional yang terlanggar dengan berlakunya pasal-pasal yang diuji. Saldi juga meminta Pemohon memperjelas petitum dalam provisi.

 

“Seharusnya ini tidak ditampilkan secara tiba-tiba, perlu gambaran mengapa mesti ada provisi di bagian posita. Yang penting, hak konstitusional para Pemohon bisa memberi gambaran penerapan secara teknis hari-H pemilu akan sangat sulit dan dapat menimbulkan masalah baru dalam manajemen penyelenggaraan pemilu,” kata Saldi.

 

“Untuk Perkara No. 19/PUU-XVII/2019, saya melihat bagian kedudukan hukum justru masuk dalam pokok permohonan. Ini harus diperbaiki agar MK dapat melihat argumentasi lebih jelas.”

 

Anggota Majelis Panel Arief Hidayat menilai permintaan agar ada kartu pemilih tambahan berdasar domisili e-KTP merupakan hal yang sulit. Misalnya, Anda seharusnya mencoblos di Semarang, tapi Anda tinggal di Jakarta. Lalu, di Jakarta mesti ada surat suara pilihan dengan kertas suara yang isinya calon anggota legislatif dari Semarang. “Ini teknis penerapannya sulit karena Indonesia negara luas dan berbentuk kepulauan, sehingga akan sulit distribusi surat suara model semacam ini,” kata Arief.

 

Sementara untuk perkara No. 20/PUU-XVII/2019, Arief meminta penghapusan frasa yang sensitif yakni “menyelamatkan suara rakyat” dalam permohonan. Hal itu tidak elok karena jika MK nantinya tidak mengabulkan permohonan ini, maka akan ada anggapan bahwa MK  tidak menyelamatkan suara rakyat. (Baca Juga: Potensi Persulit Hak Memilih, UU Pemilu Dipersoalkan)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait