UU No. 39 Tahun 2004 Terkesan ‘Memfasilitasi’ Perdagangan Orang
Berita

UU No. 39 Tahun 2004 Terkesan ‘Memfasilitasi’ Perdagangan Orang

Sejumlah korban perdagangan orang di luar negeri dikirim melalui perusahaan pengerah jasa tenaga kerja.

DNY
Bacaan 2 Menit

 

Belajar dari pengalaman, Palupi tak mau lagi kecolongan. Dia bersama Jaringan Advokasi berusaha mengawal revisi UU No. 39 Tahun 2004 sejak. Ia berharap kelak revisi berorientasi untuk memberikan perlindungan efektif terhadap TKI.

 

Menurut anggota Koalisi Jaringan PPTKLN, Restaria F. Hutabarat, Pemerintah dan DPR harus memikirkan bagaimana menjamin proses migrasi ini dilakukan secara cuma-cuma. Aktivis LBH Jakarta ini menambahkan, kalaupun ada pembebanan biaya kepada buruh hanya biaya aktivitas yang memberikan keuntungan kepada buruh migran. “Proses migrasi pada dasarnya adalah upaya seorang warga negara untuk mendapatkan haknya atas pekerjaan,” jelas Resta. Karena itu, aktivitas migrasi menjadi tanggung jawab negara.

 

Sayangnya, hingga saat ini Komisi IX DPR ternyata belum pernah membahas perihal revisi UU No. 39 Tahun 2004. “Bayangkan tiga bulan masa sidang yang sekarang, itu UU Pembantu Rumah Tangga sudah dibahas satu kali dua kali tetapi tidak serius. Sementara UU No. 39 Tahun 2004 belum dibahas sama sekali,” tukas anggota komisi IX Rieke Dyah Pitaloka.

 

Padahal, revisi UU tersebut sudah masuk prioritas dan menjadi tanggung jawab komisi IX. Rieke berharap, koalisi buruh informal dan formal dapat bersatu untuk mendorong anggota DPR khususya komisi IX, untuk segera membahas usulan revisi. Rieke juga berharap, agar revisi tidak dibahas di dalam komisi gabungan, melainkan hanya diserahkan kepada Komisi IX DPR. Menurutnya, akan menjadi lebih sulit apabila harus meyakinkan anggota DPR dari komisi lain untuk berperspektif sama dalam memperjuangkan perlindungan bagi TKI. “Kita harus mendorong agar hanya di komisi IX saja,” tandasnya.

Tags: