Polri Tidak Ingin Penerapan Sanksi Berat Disalahgunakan Petugas
UU LLAJ:

Polri Tidak Ingin Penerapan Sanksi Berat Disalahgunakan Petugas

Mengantisipasi Polisi nakal yang menggunakan sanksi berat dalam UU LLAJ untuk menakut-nakuti masyarakat, Polri melakukan sosialisasi dan perketat pengawasan internal.

Nov
Bacaan 2 Menit
Polri Tidak Ingin Penerapan Sanksi Berat Disalahgunakan Petugas
Hukumonline

Menjelang tahun 2010, Polri dan beberapa departemen lainnya, seperti Departemen Perhubungan (Dephub) sedang gencar-gencarnya melakukan sosialisasi UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Sosialisasi dipandang perlu karena UU LLAJ mengintrodusir sejumlah aturan baru. Di antaranya adalah pembagian kewenangan antara pemerintah dan Polri, penambahan aturan tata tertib dan jenis pelanggaran berlalu-lintas, serta penerapan sanksi yang cukup berat.

Bagi pelanggaran UU LLAJ, seperti tidak memakai kaca spion, klakson, dan lampu dapat dikenakan sanksi hukuman sampai dua bulan penjara atau denda sebesar Rp500 ribu. Kemudian, pengguna jalan yang melakukan kegiatan sehingga dapat mengakibatkan konsentrasi terganggu juga dapat dikenakan kurungan hingga tiga bulan penjara atau denda maksimal Rp750 ribu. Kedua contoh ini hanya sebagian bentuk pelanggaran dan sanksi yang diatur dalam UU LLAJ.

Sanksi kurungan atau dendanya cukup berat kan? Oleh karena itu, Wakadiv Humas Mabes Polri Sulistyo Ishak mengatakan jangan lakukan pelanggaran. “Apalah artinya sanksi yang berat kalau kita tidak lakukan pelanggaran. Kalau nggak ngelanggar, kenapa takut,” ujarnya. Bukannya, Polisi ingin menakut-nakuti masyarakat dengan sanksi yang berat, tetapi Polisi ingin masyarakat sadar akan petingnya keselamatan dan tertib berlalu-lintas.

Karena, lanjut Sulistyo, setiap tahunnya jumlah kecelakaan lalu-lintas (laka lantas) di Indonesia ini masih tergolong tinggi. Tengok saja, pada periode 2008-2009, rata-rata kecelakaan lalu-lintas setiap tahunnya, tidak kurang dari 40 ribu laka. “Statistik kecelakaan kita mengatakan masih tinggi. Pada skala nasional, angkanya, secara kuantitatif bisa mencapai di atas 40 ribu dalam setahun. Itu rata-rata, pada periode 2008-2009”.

Makanya, sanksi yang berat ini diterapkan. Namun, Sulistyo mengakui, tidak tertutup kemungkinan dengan sanksi seberat ini, Polisi lalu-lintas (Polantas) di lapangan justru akan lebih mudah ‘bermain mata’ dengan pelanggar. Oleh sebab itu, pengawasan akan diperketat. “Ada pengawasan internal melekat, hierarki dari supervisor, kemudian middle manager-nya, dia harus mengawasi. Selain itu, sistemnya juga harus kembangkan, bagaimana mekanisme kontrol yang baik, supaya tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang justru merugikan masyarakat”.

“Kalaupun itu masih terjadi, tentunya kita tidak akan tinggal diam. Kita tetap ingin tegakan aturan, termasuk aturan ke dalam,” tegasnya. Untuk itulah, pengawasan internal akan selalu diterapkan serta didukung oleh pengawasan ekstenal. Sulistyo mengharapkan media dan masyarakat turut melakukan pengawasan. Seperti, menolak kompromi Polantas-polantas nakal, serta membuka ruang transparansi publik untuk menginformasikan melalui SMS, dan sebagainya, apabila ada Polantas-polantas yang melakukan pungutan liar (pungli).

Apabila memang terbukti ada Polantas yang seperti ini, Sulistyo menyatakan korpsnya tak segan-segan akan memberikan sanksi disiplin, etika profesi, maupun membawanya ke ranah pidana. Karena, sebetulnya, sampai saat ini, tidak sedikit anggota Polri yang ditindak karena melakukan pelanggaran disiplin, kode etik, maupun pidana. Dalam data pelanggaran internal yang dimiliki Mabes Polri, tercatat 5465 anggota melanggar disiplin dan 1082 anggota melanggar pidana. Dari sekian ribu jumlah pelanggaran disiplin dan pidana itu, lanjut Sulistyo, “termasuk pula mereka-mereka yang pernah melakukan indisipliner dalam tugas-tugas lalu lintas”.

Namun, yang utama saat ini adalah sosialisasi UU LLAJ, serta arti penting keselamatan dan tertib berlalu-lintas. Menurut Sulistyo, sosialisasi yang dilakukan tidak hanya ke masyarakat, tetapi juga kepada Polantas-polantas yang memang bersentuhan langsung dengan masyarakat pengguna jalan.

“Kita ingin undang-undang 22/2009 ini memberikan kepastian kepada masyarakat akan pentingnya keselamatan dalam berlalu lintas, tentang pentingnya tertib lalu lintas, dan tentang pentingnya aturan itu dipatuhi oleh semua pihak. Baik pemakai jalan, maupun petugasnya sendiri,” terangnya.

Forum bersama lalu-lintas
Dimintai tanggapannya, Taufik Kurniawan, Ketua Komisi V DPR –komisi yang membidani UU LLAJ- mengatakan sejauh ini sosialisasi UU LLAJ sudah berjalan cukup baik. Namun, untuk tahun 2010 mendatang, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini berharap seluruh stakeholder dalam UU LLAJ, yakni Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perindustrian, serta Direktorat Lalu-lintas (Ditlantas) Mabes Polri dapat mengalokasikan anggaran untuk lebih mengintensifkan dan mengoptimalisasi sosialisasi UU LLAJ.

Mengenai, sanksi yang berat, menurut Taufik, tentunya dibuat untuk menimbulkan efek jera. Tapi, tidak berhenti sampai pada efek jera saja, “kita ingin bagaimana dapat meningkatkan tingkat kedisiplinan masyarakat terhadap aturan-aturan lalu-lintas, serta kepedulian atas keselamatan berlalu-lintas”. Memang, dengan adanya sanksi yang cukup signifikan ini, tidak tertutup kemungkinan terjadi pelanggaran-pelanggaran di lapangan. Namun, lanjutnya, kita harus berpikir konstruktif, “artinya sebelum ke arah itu, sekarang ini masih dalam tahapan sosialisasi. Setelah nanti masing-masing lintas departemen mengalokasikan dana sosialisasi UU LLAJ, baru kemudian, kita melihat efektivitas berkaitan dengan pelaksaanaan, implementasi dari UU LLAJ itu sendiri”.

Kemudian, yang berkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan tersebut, diharapkan tidak terjadi, karena Taufik masih sangat yakin, “teman-teman kita di lapangan, dalam hal ini Ditlantas Mabes Polri bisa bekerja sama dengan baik. Yakni, antara pemerintah, maupun dengan parlemen itu sendiri, dalam rangka mengawasi bersama-sama bagaimana supaya implementasi undang-undang lalu-lintas itu bisa berjalan dengan tertib”.

Untuk itu, ke depan, sebagaimana rekomendasi politik Komisi V dan amanat UU LLAJ -Pasal 13 ayat (2), Taufik menerangkan Komisi V bersama para stakeholder UU LLAJ akan membentuk semacam forum atau komunitas bersama lalu-lintas. Yang mana, forum ini nantinya langsung menjadi mitra kerja Komisi V. Dengan adanya forum ini, “kita sama-sama saling mengontrol dan memonitor bagaimana implementasi dan pelaksanaan undang-undang lalu-lintas di masyarakat”.

Namun, sampai saat ini forum belum terbentuk. Taufik mengaku pihaknya akan membahas dan mengimplementasikan forum tersebut seusai reses. “Kita dari komisi V, tahun depan, setelah reses akan membahas dan mengimplemetasi forum lalu-lintas ini, sebagaimana amanat UU LLAJ”.

Tags: