UU KPK Baru Sebut Usia Pimpinan 50 Tahun, Bagaimana Nasib Nurul Ghufron?
Utama

UU KPK Baru Sebut Usia Pimpinan 50 Tahun, Bagaimana Nasib Nurul Ghufron?

Ketentuan baru UU KPK tidak berlaku surut. Rumusannya menyebut usia untuk dilantik.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Nurul Ghufron saat mengikuti fit and proper test calon pimpinan KPK di Komisi III DPR Sepember lalu. Foto: RES
Nurul Ghufron saat mengikuti fit and proper test calon pimpinan KPK di Komisi III DPR Sepember lalu. Foto: RES

Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi berlaku. Dalam salinan UU yang diperoleh hukumonline, Pasal 29 huruf e menyebutkan bahwa usia pimpinan KPK minimal berusia 50 tahun dan maksimal 65 tahun pada proses pemilihan.

 

Dalam proses pemilihan calon pimpinan KPK beberapa waktu lalu, diketahui bahwa salah satu pimpinan KPK terpilih Nurul Ghufron baru berusia 45 tahun. Lalu bagaimana nasibnya ke depan?

 

Dimintai  tanggapan tentang masalah ini, Nurul Ghufron menyatakan percaya Presiden dan anggota DPR adalah penyelenggara negara yang memahami makna Indonesia adalah negara hukum. Salah satu esensi dari makna tersebut adalah perlindungan hak masyarakat atas penyelenggaraan negara oleh eksekutif dan legislatif termasuk pembentukan hukum. "Perubahan hukum dari syarat usia 40 menjadi 50 tahun itu ranahnya beliau-beliau DPR dan Presiden. Namun perubahan itu harjus dengan jaminan perlindungan hukum bagi rakyat dan jaminan tidak merugikan hak rakyat termasuk saya yang sudah terpilih sebagai pimpinan KPK yang sah secara formil maupun materiil," ujarnya kepada hukumonline, Selasa (22/10) kemarin.

 

Oleh karena itu, menurut Ghufron, tidak perlu berbuat apapun termasuk melakukan uji materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi. "Saya akan menunggu kebijakan hukum yang baik dari Presiden maupun DPR untuk melanjutkan proses pengangkatan dan pelantikan bagi saya yang hanya soal administratif," pungkasnya.

 

Ahli Hukum Tata Negara Universitas Jember, Adam Muhsi berpendapat keterpilihan Ghufron menjadi pimpinan KPK telah memenuhi syarat berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU sebelum perubahan). Selain itu ia juga lolos dalam seleksi baik yang dilakukan oleh Pansel maupun oleh Komisi III DPR.

 

Dikatakan Muhsi, terpilihnya Ghufron baik dalam aspek prosedur formil maupun aspek substansinya telah terpenuhi secara hukum. Sehingga sebagai pihak yang telah memenuhi syarat formil dan substansi terpilih sebagai pimpinan KPK maka keputusan terhadapnya sah secara hukum. Kemudian dalam perubahan UU KPK, terdapat perubahan syarat usia minimal dari 40 tahun menjadi 50 tahun, itu merupakan kompetensi atau kewenangan DPR dan Presiden untuk menentukan.

 

Ia berpendapat setiap kebijakan hukum baru tidak berlaku surut dan karenanya secara hukum tidak dapat menganulir keputusan hukum yang telah sah diputuskan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku pada saat keputusan itu dihasilkan, dalam hal ini Nurul Ghufron telah terpilih sebagai pimpinan KPK. “Tak terbantahkan keabsahannya baik secara formil maupun materiil sebagai pimpinan KPK, yang tidak dapat dianulir dan karenanya harus dilindungi secara hukum oleh pemerintah," jelasnya kepada hukumonline.

 

Ketiadaan aturan peralihan untuk menjembatani perubahan syarat tersebut, memang membuka peluang untuk merugikan Ghufron. Meskipun begitu, hal tersebut terjadi bukan karena kesalahannya dan secara otomatis tidak bisa dibebankan kepada dirinya untuk melakukan upaya hukum seperti judicial review ataupun mekanisne hukum lainnya.

 

"Hal itu harusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah ataupun DPR sesuai kewenangannya untuk melakukan langkah-langkah yang dibenarkan secara konstitusional seperti misalnya melalui legislative review (DPR bersama Presiden) atau mengeluarkan Perpu (Presiden)," terangnya.

 

Adam juga menyoroti pernyataan pakar hukum lain yang mempermasalahkan usia Ghufron yang bertentangan dengan UU sehingga tidak bisa dilantik sebagai pimpinan KPK. "Hal itu menunjukkan mereka terlalu mengedepankan formalisme hukum dan hanya menunjukkan bahwa mereka terlalu dangkal dalam memahami hukum. Padahal di atas formalisme hukum, ada substansi hukum yang harus lebih diutamakan dan dilindungi dalam bernegara hukum. Apabila pendapat para pakar tersebut di atas diikuti, maka akan mendorong formalisme hukum yang jauh dari esensi hukum itu sendiri, yaitu perlindungan hukum bagi rakyat karena hukum malah digunakan dan dibiarkan merugikan rakyatnya," jelas Adam.

 

Feri Amsari, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas sebelumnya berpendapat Ghufron tidak akan bisa dilantik menjadi pimpinan KPK. Alasannya usia Ghufron 45 tahun sementara UU KPK baru menyebut usia pimpinan minimal 50 tahun dan maksimal 65 tahun.

 

"Karena tidak terdapat pasal peralihan yang mengatur bahwa proses seleksi yang laku sah. Jika tidak ada ketentuan peralihan maka otomatis Pak Ghufron tidak memenuhi syarat sebagai pimpinan KPK berdasarkan UU yang baru padahal dia dilantik ketika UU ini berlaku," ujarnya.

 

Menurut Feri, anggapan UU tidak berlaku surut menurutnya kurang tepat, sebab ia akan menjabat sebagai pimpinan KPK setelah dilantik pada Desember mendatang. Apalagi dalam Pasal 29 sendiri ada frasa "untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK" sehingga usia Ghufron yang belum 50 tahun membuat dirinya tidak dapat dilantik menjadi komisioner.

 

"Pertanyaan saya gini Pak Ghufron itu sudah 50 pas diangkat usianya atau saat pemilihan, tidak kan. Berarti dia tidak memenuhi syarat untuk dapat diangkat sebagai pimpinan," tutur Feri. 

Tags:

Berita Terkait