UU KPK Baru Diundangkan, Bagaimana Kerja Penindakan ke Depan?
Berita

UU KPK Baru Diundangkan, Bagaimana Kerja Penindakan ke Depan?

Tetapi naskah otentiknya belum bisa disebarkan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Terkait dengan status pegawai, Agus mengatakan pimpinan telah berkonsilidasi dengan para pegawai terkait dengan aturan tersebut. Sayangnya ia tidak menjelaskan secara rinci apa hasil dari konsolidasi itu. 

Terkait dengan pimpinan yang bukan lagi penegak hukum, pihaknya juga sudah menyiapkan aturan baru, termasuk apabila nantinya KPK kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). KPK, kata Agus akan mengeluarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) yang nantinya Sprindik ditandatangani oleh Deputi Penindakan. "Yang tanda tangan Sprindik siapa, Misalkan penyelidikan matang ada OTT yang dilakukan baru kemudian Deputi Penindakan yang mengeluarkan Sprindiknya," terangnya. 

Meskipun telah menyiapkan berbagai macam kemungkinan, Agus tetap berharap Presiden mengeluarkan Perppu.  "Tapi meskipun begitu kami menekankan dua hal, satu pekerja di KPK bekerja seperti biasa, kedua kami masih berharap, memohon Bapak Presiden mengeluarkan Perppu yang sangat diharapkan KPK dan banyak orang," tutupnya. 

Pemberantasan korupsi mati

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dengan berlakunya UU KPK baru resmi berlaku maka sejumlah pasal kontroversial otomatis akan diberlakukan pada lembaga anti rasuah itu. Padahal ada beberapa pasal yang menimbulkan kekacauan hukum, seperti tiadanya pasal peralihan, tiadanya Dewan Pengawas, ijin penindakan kepada Dewan Pengawas dan lain sebagainya. 

Namun Presiden Jokowi bergeming meskipun langkah ini diusulkan sejumlah kalangan. "Penting untuk ditegaskan bahwa seluruh Pasal yang disepakati oleh DPR bersama pemerintah dipastikan akan memperlemah KPK dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat. Sebagai contoh, pembentukan Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih Presiden dan memiliki wewenang memberikan ijin penindakan perkara rawan intervensi eksekutif. Demikian pula, penerbitan SP3 dalam jangka waktu dua tahun apabila perkara tidak selesai akan berpotensi menghentikan perkara besar yang sedang ditangani oleh KPK," terangnya. 

"Banyak pihak yang berdalih bahwa dalam UU KPK yang baru terdapat pasal peralihan terkait pembentukan Dewan Pengawas. Namun, harus dipahami, bahwa cepat atau lambat Dewan Pengawas akan terbentuk. Jadi, pernyataan yang menyebutkan terkait dengan pasal peralihan itu hanya dalih tanpa dasar sama sekali," tambahnya. 

Salah satu permasalahan utama dalam UU itu terkait usia minimal Pimpinan KPK baru pun belum selesai dari perdebatan. Dalam draft UU KPK yang selama ini beredar disebutkan bahwa usia minimal Pimpinan KPK dapat dilantik adalah 50 tahun. Sedangkan salah satu Pimpinan KPK terpilih Nurul Ghufron belum sampai batas usia minimal sebagaimana disebut dalam UU KPK baru. Tentu ini menjadi kekosongan hukum yang harusnya dapat diisi oleh Perppu.

(Baca juga: Belajar dari Pengalaman Masa Lalu).

Selain dari substansi, persoalan formil pun masih menjadi sorotan publik. Mulai dari tidak masuk prolegnas prioritas 2019 dan tidak dihadiri oleh kuorum paripurna DPR saat pengesahan UU KPK yang baru. Demikian pula, KPK secara institusi juga tak pernah dilibatkan pada proses pembahasan. "Kejadian di atas memberikan gambaran bahwa dua cabang kekuasaan, baik eksekutif dan legislatif memiliki niat untuk mengkerdilkan agenda pemberantasan korupsi," jelasnya. 

Atas dasar itu, ICW menunut tiga hal. Pertama Presiden tidak ragu untuk menerbitkan Perppu yang isinya menolak seluruh Pasal yang telah disepakati dalam UU KPK baru; kedua Partai Politik agar tidak mengintervensi Presiden dalam mengeluarkan PerPPU; dan ketiga Masyarakat agar tetap menyuarakan penolakan terhadap seluruh bentuk pelemahan KPK.

Tags:

Berita Terkait