UU Cipta Kerja Melindungi Pengelolaan Limbah B3 Tanpa Izin dari Pemidanaan
Kolom

UU Cipta Kerja Melindungi Pengelolaan Limbah B3 Tanpa Izin dari Pemidanaan

Saat ini negara tidak dapat meminta pertanggungjawaban pidana kepada setiap orang yang mengelola limbah B3 tanpa izin karena atas keputusan negara sendiri untuk menghapus Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Bacaan 6 Menit

Tindakan tersebut mencemari lingkungan sekitar dengan bukti hasil pengukuran in situ air lindi dumping limbah B3 di lahan persawahan yang nilai pH-nya hanya 0,92 (sangat asam). Berdasarkan temuan di lapangan, sang perusahaan menggunakan bahan baku yang berasal dari limbah B3, diantaranya copper ash (abu tembaga) dan debu sisa pembakaran Printed Circuit Board (PCB).

Larangan Limbah B3 Ilegal Tanpa Sanksi Pidana

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja yang merevisi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan limbah B3. Sayangnya undang-undang tersebut justru menghapus norma hukum Pasal 102 UU No. 32 Tahun 2009 yang memberikan sanksi pidana kepada setiap orang yang tidak memiliki perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

Penghapusan Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan konsekuensi penegakan hukum pengelolaan limbah B3 tanpa izin ibarat menegakkan benang basah. Pada akhirnya setiap orang yang ingin mendapatkan keuntungan dari limbah B3 akan mengabaikan larangan pengelolaan limbah B3 tanpa izin.

Menurut pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Philipus M. Hadjon bahwa dalam hukum administrasi ada empat fungsi perizinan yaitu untuk mencegah bahaya, melindungi objek tertentu, distribusi benda atau barang langka, dan seleksi orang atau aktivitas tertentu. Konteks fungsi izin dalam pengelolaan limbah B3 adalah untuk mencegah bahaya dan mengarahkan aktivitas tertentu.

Merujuk Hadjon, pengelolaan limbah B3 mutlak diperlukan izin. Pengelolaan limbah juga mutlak dilakukan dari sisi administrasi karena bisa menimbulkan bahaya. Fungsi izin dalam pengelolaan limbah ini sebagai instrumen preventif, bukan instrumen represif. Masih menurut pendapat Hadjon bahwa pengelolaan limbah B3 menimbulkan bahaya. Oleh karena itu, Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja yang mewajibkan perizinan berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk melakukan pengelolaan limbah B3 harusnya dengan disertai sanksi pidana jika Pengelola limbah tidak mempunyai izin pengelolaan limbah.

Pengelolaan limbah B3 yang menimbulkan bahaya bagi baku mutu lingkungan hidup akan berdampak kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pengelolaan limbah B3. Kebijakan atau suatu upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu, tujuan akhir pemidanaan sebenarnya adalah perlindungan masyarakat demi mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebijakan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghapus Pasal 102 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup melalui UU Cipta Kerja akan mengakibatkan masyarakat tidak terlindungi oleh limbah B3 dan masyarakat tidak mencapai kesejahteraannya karena lingkungannya tercemar.

Pengelolaan Limbah Ilegal Merupakan Kesalahan

Asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld) merupakan masalah pertanggungjawaban pidana yang dilandaskan pada presumsi bahwa kesalahan (schuld) tidak dapat dimengerti tanpa keadaan melawan hukum (wederrechtelijke). Secara sederhana asas tersebut maknanya tidak mungkin mempertanggungjawabkan suatu perbuatan pidana kalau seseorang tidak melakukan perbuatan pidana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait