UU Cipta Kerja Dinilai Memperlebar Korupsi dan Menjauhkan Ekonomi Berkelanjutan
Utama

UU Cipta Kerja Dinilai Memperlebar Korupsi dan Menjauhkan Ekonomi Berkelanjutan

Dampak berlakunya UU Cipta Kerja investor berkualitas, yang mengutamakan pembangunan keberlanjutan termasuk menghargai sektor lingkungan hidup dan hak-hak ketenagakerjaan, enggan masuk ke Indonesia. Karena itu, tiga opsi konstitusional, executive review, legislative review, judicial review harus diupayakan semua.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Ekonom senior Indef, Faisal Basri, menilai UU Cipta Kerja berpotensi membuka peluang lebar korupsi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA). Menurutnya, ada upaya sistematis yang bergulir mulai dari melemahkan KPK melalui revisi UU KPK, kemudian revisi UU MK, dan RUU Energi Terbarukan yang makin memuluskan eksploitasi SDA.

Faisal menilai upaya yang sudah dilakukan pemerintah selama ini untuk meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia sudah berada di jalan yang benar. Terbukti, dari naiknya indeks EODB Indonesia dari 120 menjadi 73. Jika langkah ini dilanjutkan indeks EODB Indonesia bisa naik menjadi 40 atau lebih baik lagi. Untuk mencapai peringkat yang lebih baik itu caranya tidak sulit, karena pemerintah hanya perlu membenahi salah satu indikator EODB yakni trading across borders atau perdagangan luar negeri (ekspor dan impor).

“Indikator ini sarang korupsi, tapi tidak masuk menjadi bagian yang disasar UU Cipta Kerja,” ungkapnya.

Faisal memberi contoh komoditas gula dimana hanya ada sedikitnya 11 perusahaan yang diberikan izin melakukan impor. Tingkat konsumsi gula Indonesia per tahun mencapai 4,5 juta ton. Tapi selisih harga gula di dalam negeri yang dijual di pasaran jauh lebih mahal. Sekalipun ada investor asing yang masuk, Faisal yakin pasti akan mendapat gangguan baik ketika melakukan impor atau ekspor. Menurutnya, ini sumber korupsi terbesar.

“Indikator trading across border ini terpuruk di era Jokowi dari 54 ke posisi 116,” paparnya.

Banyak pula pandangan yang menyebut investasi di Indonesia kalah dibandingkan Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Tapi, dari data Foreign Direct Investment tahun 2019, Indonesia masuk dalam 20 negara terbaik tujuan investasi. Negara Asia Tenggara yang masuk dalam jajaran 20 negara tujuan investasi itu hanya Singapura dan Indonesia.

Selain itu, Presiden Jokowi sebagaimana diberitakan sejumlah media menyebut UU Cipta Kerja diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja baru karena setiap tahun ada 2,9 juta angkatan kerja baru yang tingkat pendidikannya setara sekolah dasar. Tapi melihat jumlah tingkat pengangguran yang ada di Indonesia kebanyakan bukan berasal dari tingkat pendidikan sekolah dasar, tapi justru lebih tinggi yakni SMK dan perguruan tinggi.

Meski banyak pengangguran tingkat pendidikan tinggi, tapi pemerintah malah mau fokus untuk menciptakan lapangan pekerjaan di sektor padat karya. “UU Cipta Kerja yang diterbitkan ini sangat lemah untuk meningkatkan investasi, membuka lapangan kerja, dan lainnya. Ini terjadi karena titik pijaknya salah yakni menyebut investasi di Indonesia jeblok. Padahal yang terjadi investasi banyak, tapi hasilnya sedikit karena korupsi,” bebernya.

Tags:

Berita Terkait