Pemerintah mengklaim UU Cipta Kerja dapat membuka keran investasi dan berujung pada terciptanya lapangan kerja. Hal ini diaminkan Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Adinda Tenriangke Muchtar. Dia menilai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel di Indonesia.
"UU ini mencoba menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel di Indonesia. Regulasi yang kaku, gemuk, dan rentan korupsi jelas akan menghambat kesempatan orang untuk bekerja," ujar Adinda seperti dikutip dari Antara, Senin (16/11).
Menurut dia, kesempatan kerja akan terbuka lebih luas jika kebebasan berusaha juga dipermudah. Hal ini yang dicoba didorong oleh UU Cipta Kerja. Tidak hanya itu, UU ini juga tetap mempertimbangkan hak pekerja termasuk merujuk ke UU Ketenagakerjaan yang ada.
"Tentu saja, dalam hal yang tidak termaktub dalam UU ini, bukan berarti mengabaikan hak-hak pekerja dan tanggung jawab pemberi kerja," katanya.
Pada prinsipnya, kebebasan ekonomi tetap didasarkan pada kesepakatan para pihak dan bukan pemaksaan, apalagi kekerasan. Disinilah seharusnya peran pemerintah ditegaskan dan negara hadir, lewat penegakan hukum. (Baca: Pemerintah Janji Tampung Aspirasi Publik Soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja)
Permasalahan terhadap pertumbuhan dan kebebasan ekonomi, termasuk kebebasan berusaha, tidak lepas dari permasalahan regulasi yang gemuk dan tumpang tindih, serta terbukti rentan akan korupsi dan biaya usaha yang tinggi.
"UU Cipta Kerja ditujukan untuk mendorong efisiensi regulasi, termasuk untuk meningkatkan investasi," kata Adinda.