UU Cipta Kerja Benahi 6 Ketentuan Bidang Ketenagakerjaan
Terbaru

UU Cipta Kerja Benahi 6 Ketentuan Bidang Ketenagakerjaan

Mulai dari perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya atau outsourcing, pengupahan, perlindungan dari pemutusan hubungan kerja, dan kompensasi pesangon.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Kantor Staf Presiden, Edy Priyono dalam diskusi secara daring, Jumat (25/8/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Kantor Staf Presiden, Edy Priyono dalam diskusi secara daring, Jumat (25/8/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

Terobosan pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin merevisi 79 UU melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menimbulkan polemik sedari awal penyusunannya dengan  menggunakan metode omnibus law. Kendati akhirnya berujung dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atas pengujian formil, pemerintah tak putus asa dengan menerbitkan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang kemudian ditetapkan menjadi UU No.6 Tahun 2023. Melalui UU Cipta Kerja pemerintah mengklaim membenahi berbagai ketentuan yang dinilai menghambat investasi.

Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priyono mengatakan UU 6/2023 ditujukan untuk kebutuhan investasi dan secara logis mendukung investasi, tapi tidak melupakan perlindungan pekerja/buruh. Dari 10 klaster UU Cipta Kerja salah satunya ketenagakerjaan.

Edy menyebut UU 6/2023 membenahi aturan UU No.13 Tahun 2003. Sedikitnya ada 6 ketentuan ketenagakerjaan yang diperbaiki UU 6/2023. Pertama, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), di mana UU 6/2023 memandatkan uang kompensasi bagi pekerja yang habis masa PKWT. Sebelumnya, tidak ada uang kompensasi bagi pekerja PKWT yang habis masa kontraknya.

“Ini ketentuan baru yang berpihak pada pekerja/buruh yang sebelumnya tidak pernah diatur,” katanya dalam diskusi bertema Indonesia Moving Forward: Investor and Employer Protection Under Law No. 6 of 2023 on Ratification of Job Creation Regulation, Jumat (25/08/2023) kemarin.

Baca juga:

Kedua, pekerja alih daya atau outsourcing, di mana UU 11/2020 seolah memberi kebebasan tanpa batas. Ketentuan itu dibenahi melalui UU 6/2023, di mana pemerintah bakal menetapkan jenis jabatan apa saja yang bisa menggunakan mekanisme outsourcing. Pengaturan outsourcing diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertent, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja (PKWT-PHK) yang saat ini dalam proses revisi.

UU 6/2023 mengatur bagi perusahaan outsourcing harus berbadan hukum dan mengantongi izin. Sebelumnya, hanya diatur perusahaan outsourcing wajib berbadan hukum. Kewajiban berbadan hukum dan mengantongi izin itu menurut Edy ditujukan untuk melindungi pekerja. Ketiga, UU 6/2023 memperbaiki ketentuan pengupahan. Antara lain pembayaran upah berdasarkan satuan waktu atau satuan hasil.

Ketentuan itu untuk menyesuaikan kebutuhan dan perkembangan dinamika pengupahan. Mengenai upah minimum, ada perbaikan dalam hal formula penghitungan yang semakin diperkuat landasan hukumnya yang sebelumnya tertuang dalam PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, sekarang masuk dalam UU 6/2023.

Variabel upah minimum juga dibenahi dari sebelumnya berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi sebagaimana diatur UU 11/2020 menjadi pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu sesuai yang diatur UU 6/2023. Ada kewajiban juga bagi perusahaan untuk membentuk struktur dan skala upah yang menjadi acuan kenaikan upah bagi pekejera/buruh dengan masa kerja lebih dari satu tahun.

Keempat, Edy mengatakan sebelumnya ada aturan yang melarang pekerja/buruh menikah dengan rekan kerjanya pada satu perusahaan yang sama, atau ada ikatan perkawinan teman sekerja dan ancamannya adalah pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketentuan itu tidak ada lagi dalam UU 6/2023, sehingga memberi perlindungan kepada pekerja. Selain itu kalangan pengusaha juga diberi kemudahan untuk melakukan PHK karena tidak perlu menunggu penetapan pemerintah tapi cukup melalui pemberitahuan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

Kelima, soal pesangon yang besaran kompensasinya diatur melalui PP 35/2021. Edy menjelaskan ketentuan pesangon itu sebelumnya diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Keenam, UU 6/2023 memberikan skema baru jaminan sosial untuk perlindungan bagi pekerja yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

“Kita ingin adanya pasar kerja yang fleksibel dan pemerintah bertugas membuat aturan yang harus dipatuhi,” ujarnya.

Mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani mengatakan kalangan pengusaha optimis terhadap UU 6/2023. Berbagai ketentuan ketenagakerjaan yang diatur UU 11/2020 sudah baik ketimbang aturan sebelumnya. Misalnya soal pengupahan yang diatur UU 6/2023 cukup membantu dunia usaha terutama industri padat karya. Begitu juga pengaturan outsourcing, tapi sayangnya ada perubahan dalam UU 6/2023, sehingga aturan outsourcing yang berlaku sebelumnya akan muncul lagi.

“Tadinya kan dilepas ke industri, tapi nanti pemerintah akan menetapkan sebagian pelaksanaan (yang bisa dialih daya,-red),” ujarnya.

Hariyadi menekankan outsourcing itu bisnis universal dan sudah berkembang secara global. Pemahaman tersebut yang harus disampaikan kepada pemerintah dan serikat buruh. Baginya, outsourcing merupakan pekerjaan sementara bagi pekerja sebelum mendapat pekerjaan yang lebih baik.

Tags:

Berita Terkait